Mohon tunggu...
Iin Nadliroh
Iin Nadliroh Mohon Tunggu... Mahasiswa Pendidikan (Fakultas Tarbiyah) -

Mahasiswa Pendidikan Islam Anak Usia Dini

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bapak, Bolehkah Aku Tetap Menjadi Putri Kecilmu?

5 November 2017   20:48 Diperbarui: 5 November 2017   20:51 1439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bapak andai waktu bisa diputar aku ingin tetap menjadi putri kecilmu yang tak akan pernah tumbuh dewasa. Bapak, betapa aku merindukanmu dan semua kenangan masa kecilku . Bapak bisakah aku kembali menjadi putri kecilmu? Sebab menjadi dewasa tidaklah menyenangkan seperti dugaanku dulu.

Aku tak mengerti mengapa waktu begitu cepat sekali berputar hari berganti hari, minggu berganti minggu, tahun berganti tahun hingga akhirnya aku yang dulunya hanya bocah kecil sekarang sudah beranjak dewasa. Kedewasaanku mulai aku tampakkan dengan pergi merantau ke kota untuk menuntut ilmu dengan meininggalkan keluargaku, kenangan masa kecilku di desa demi untuk mengejar cita-citaku.

Tapi tahukah kalian bahwa ini tidak semenyenangkan pikiranku beberapa tahun yang lalu. Dulu ketika masih kecil aku pernah berfkir "Enak ya jadi dewasa itu bisa pergi kemanapun mereka mau tanpa harus dilarang oleh orang tua, bisa beli semua barang-barang yang mereka ingnkan tanpa harus izin sama orang tua dan lain sebaginya."

Sedikit cerita yaa, sekarang aku hidup di kota tepatnya kota Malang, ya meskipun sebenarnya aku tinggal di Malang sih, tapi yang bagian desanya jadi pelosok banget. Aku kuliah di Malang sudah hampir 1,5 tahun setengah sudah semester 3 lah yaa. Aku hidup berjauhan dengan kedua orang tua, apa-apa harus dilakukan sendiri sampai sakitpun tetep ngurus diri sendiri ngeluh-ngeluh sendiri pokoknya semua serba sendiri. Aku kira menyenangkan hidup di tempat yang baru bersama orang-orang yang baru juga, tak jarang ketika rasa lelah mulai menghampiri aku merindukan sosok orang tua yang selalu setia disampingku. Terutama sosok pahlawan yang ku sebut Bapak.

Bapak terkadang aku berfikir untuk memberitahumu segala hal tentangku. aku telah bersikap tidak adil padamu karena ibu selalu menjadi yang pertama untukku.

Ketika aku menangis karena bertengkar berebut mainan dengan teman, ketika aku menangis karena patah hati, ketika aku senang karena mendapat nilai ulanganku bagus, ketika aku bahagi mendapatkan peringkat, ketika aku bahagia karena merasakan rasanya jatuh cinta. Hal pertama yang aku lakukan adalah datang pada ibu dan berbagi semua dengannya. Maaf bapak, maafkan aku yang begitu egois padamu, maafkan aku yang membuatmu sering merasakan cemburu karena aku bisa berbagi segala hal dengan ibu tapi tidak denganmu.

Bapak, aku rindu untuk berada dalam gendonganmu. Aku rindu untuk tetap lelap dalam pelukanmu.

Bertambah tua itu pasti, tumbuh dan berkembang menjadi lebih besar itu juga pasti. Banyak hal sekali hal yang pasti di dunia ini salah satunya adalah hilangnya momen-momen bersama bapak. Jika waktu bisa diputar kembali aku ingin menjadi putri kecilmu yang dulu sering engkau gendong melingkarkan lenganku pada lehermu atau sekedar merebahkan kepala di atas bahumu. Aku ingat dulu waktu kecil saat itu aku sakit, tidak bisa tidur dan selalu menangis, tanpa lelah bapak mengendongku sampai aku tidur dalam gendongannya, pernah suatu saat ketika aku sakit digendongnya lalu aku tidak sengaja muntah di bajunya, seketika itu aku menangis, tapi bapak bilang "Tidak apa-apa nak, jika masih ingin muntah , muntahkan saja nanti bisa dibersihkan, sudah ya jangan menangis." 

Pernah juga beberapa bulan yang lalu aku sakit sampai harus masuk IGD, lagi-lagi bapaklah yang menemaniku disaat aku sakit, saat itu aku ingin menangis dan protes pada Allah kenapa harus aku yang sakit, kenapa buka orang lain. Dengan mata yang berkaca-kaca bapak menghampiriku sambil mengusap kepalaku seraya berkata "Nak ini ujian dari Allah, Allah memberikanmu sakit karena Allah yakin kalau kamu bisa dan kuat melewatinya." Seketika itu air mataku pecah, tapi bapak mencoba tegar dihadapanku tapi aku tahu bahwa hati kecilnya serasa teriris karena melihat putri kecilnya yang dulu sering dia gendong harus terbaring lemas dan tak berdaya.

Bapak aku bahkan rela menukar apapun saat ini untuk beberapa saat terindah agar aku bisa bersamamu. Ada dalam gendonganmu, tidur lelap dalam dekapanmu yang membuat aku merasa nyaman dan bahagia. Bapak jika boleh engkau beri kesempatan satu kali lagi, maukah Bapak menggendongku dan membiarkanku tidur dalam pelukanmu seperti dulu waktu kecil?

Bapak, kalu boleh memilih aku tidak ingin tumbuh dewasa. Aku hanya ingin menjadi putri kecilmu yang selalu ada didekatmu.

Bapak, kalau boleh aku jujur terkadang aku berfikir untuk berhenti dan menyerah, menghancurkan semua impianku. Seringkali keluhan keluar tidak sengaja keluar dari mulutku, tentang bagaimana sulitnya hidup di perantauan, tentang betapa kejamnya pergaulan dan tentang sulitnya bertahan jauh dari bapak dan ibu. Tidak jarang aku melamun memikirkan bapak dan ibu, bagiaman bahagianya aku ketika dulu selalu berada disamping kalian, bagaiamana indahnya masa kanak-kanakku, bagaimana nyamannya aku ketika berada tidur diantara bapak dan ibu.

Aku ingin sekali menjadi putri kecilmu yang selalu bapak gendong, yang selalu bapak suapi, yang selalu bapak ajak bercanda. Bapak betapa aku merindukanmu dan semua masa kecilku.

Bapak, betapa aku ingin selalu menjadi kecil untuk bisa berada  di sisimu

Bapak, aku rindu saat tanganmu mengangkatku ke udara lelu memelukku dengan erat

Bapak, aku rindu akan panggilan sayangmu padaku ketika aku kecil

Bapak, aku rindu khawatirmu ketika aku menangis minta di gendong

Aku rindu Bapak, aku rindu jadi putri kecilmu, aku rindu setiap waktu yang telah habis bersamamu

Bapak, izinkan aku tetap menjadi putri kecilmu yang tak akan pernah tumbuh dewasa. Dimanapun dan bagaimanapun aku mencintaimu, Bapak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun