Apa kabar teman-teman kompasianer terkasih? Semoga selalu sehat dimanapun anda berada.
Pergantian tahun memang tinggal beberapa jam lagi, tinggal sak nyuk'an kalau saya bilang. Mungkin tak ada yang menyangka, bahwa kita semua akan melalui tahun 2020 dengan dipaksa berkawan bersama pageblug yang disertai serbuan hoax dan rentetan prank tak berkesudahan.
Kepanikan yang timbul akibat potensi bahaya sebuah penyakit baru membuat seisi dunia kalap. Didorong insting alami agar tetap survive di dunia, aksi panic buying terjadi dimana-mana pada awal pandemi. Manusia dengan kondisi finansial berkecukupan dan dukungan akses pasar tetap menjadi pemenang dalam hal ini. Tinggallah para proletar yang hanya mengandalkan upah harian terpekur melihat deretan rak pertokoan telah kosong tanpa punya kesempatan untuk membeli dan mencukupi kebutuhan dasarnya.
Kegagapan menghadapi ancaman jenis baru pun berlanjut. Prioritas pilihan pun harus ditetapkan, apakah akan menyelamatkan manusia atau ekonominya. Opsi yang sama-sama beratnya, sama-sama pahitnya, dan sangat susah untuk dipilih dua-duanya.
Sebuah opsi tentu saja akan berbuah konsekuensi, begitu juga dengan pengendalian pandemi di negeri ini. Start yang kedodoran membuat pengendalian wabah menjadi terlampau sulit untuk dilakukan dengan baik.
Strategi demi strategi yang dicoba belum terlalu menunjukkan hasil maksimal. Ada gap yang lebar antara yang ngemong dan yang diemong. Dan celah itu lama-lama menjadi ceruk yang semakin dalam.
Saling percaya, saling menguatkan, dan saling menyadari peran masing-masing seolah lenyap ditelan prahara dan kekalutan akibat hajaran virus Corona. Tinggallah sikap saling menyalahkan yang nyata-nyata tidak akan membantu proses pemulihan.
Bulan demi bulan berlalu, dan tak terasa kita harus melambaikan tangan sembari mengucap selamat tinggal tahun 2020. Tahun yang penuh kepahitan, kegetiran, dan nelangsa. Tahun dimana banyak rencana-rencana ambyar layaknya perasaan yang ditolak bribikan. Tahun yang sangat berat dan melelahkan bagi sebagian besar umat manusia di hampir seluruh dunia.
Saya percaya bahwa sekarang ini banyak yang tengah dilanda kepedihan, banyak yang harus menyerah pada mimpinya, banyak yang harus kehilangan mata pencaharian, bahkan banyak yang harus kehilangan orang-orang terkasihnya lantaran pandemi.
Adalah hal yang wajar bagi manusia untuk merasa lelah karena deraan yang bertubi-tubi. Memilih menyerah sepertinya menjadi hal paling mudah dalam situasi seperti ini. Tapi saya yakin teman-teman disini tidak begitu.