Mohon tunggu...
Indri Permatasari
Indri Permatasari Mohon Tunggu... Buruh - Landak yang hobi ngglundhung

Lebih sering dipanggil landak. Tukang ngglundhung yang lebih milih jadi orang beruntung. Suka nyindir tapi kurang nyinyir.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Hemat Air?Bukan Urusan Saya

18 September 2015   16:25 Diperbarui: 18 September 2015   16:25 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai manusia yang lahir dan dibesarkan di daerah dengan sumber daya air minimal, maka rasa hormat saya terhadap air sungguh berlimpah. Bahkan sebagian wilayah di kampung halaman saya terkenal dengan tagline nya yang sungguh menawan rendeng ora iso ndhodhok, ketiga ora iso cewok. Maka dari itulah tidak mengherankan jika saya seringkali menjadi tiba-tiba ilfil jika melihat tingkah laku para priyayi yang sangat menyia nyiakan air. Wis to walaupun tu priyayi ngganteng uleng-ulengan kalau dia ndak sayang sama air maka melorot sudah ketampanannya di depan saya.

 

Sekarang kurang penting apa zat bernama air dalam kehidupan sehari-hari, njenengan haus setengah hidup pasti butuh air biar ndak dehidrasi , masak juga butuh air dalam semua prosesnya, nyuci baju nyuci piring juga mutlak dengan bantuan air, mandi biar badan bersih dan wangi supaya gebetan lebih icikiwir juga butuh air, nyuci motor atau mobil biar bersih, kinclong dan membanggakan juga harus ada air. Nah kalo sudah begitu bisa dikatakan njenengan semua hidupnya tergantung sama keberadaan air, maka nikmat air mana lagi yang hendak njenengan dustakan?

 

Meskipun fakta sudah berbicara namun kenyataannya masih banyak yang tidak bisa menghargai air bersih sebagaimana mestinya, dari seringnya lupa menutup keran air, menyiram jalanan dengan air yang berlimpah sampai turah-turah atau mandi gebyar gebyur hingga menguras bak. Lha wong saya yang pake air, saya yang mbayar buat pengeluarannya koq situ yang repot! Mesti banyak yang pada komentar begitu kan, hayo diakui saja. Udah pada ngaku sekarang? Yak buat njenengan yang sudah rela mengaku, nuwun sewu njenengan juga mesti rela saya bilang sebagai priyayi yang egois.

 

Udah ndak usah jadi mrengut gara-gara saya bilang egois, gini lho mungkin saja njenengan selama ini hidup dalam suasana yang tidak pernah kekurangan air, ibarat pingin cuci tangan tinggal memutar keran saja jadi sah-sah saja jika hemat air bukan bagian dari prioritas hidup, tapi pernahkan njenengan sedikit saja menilik, mengintip dan merasakan bagaimana susahnya mereka yang hidup di wilayah-wilayah kering, bahkan boro-boro cuci tangan, wong untuk kebutuhan krusial seperti minum saja mereka mesti berjuang berkilometer jauhnya sampai peluh mengucur dari badan.

 

Jika hal ini masih diluar jangkauan pemikiran karena letak geografis yang mungkin cukup jauh, bagaimana kalau melihat realita di ibukota terlebih dahulu, menurut Indonesia Water Institute yang dalam sebuah publikasi disebutkan bahwa sampai dengan 2013, cakupan air bersih hanya menjangkau 38% populasi warga Jakarta dengan rata-rata pemakaian air bersih untuk golongan ekonomi bawah-menengah 169,11 liter/orang/hari dan golongan menengah-atas 247,36/liter/hari. Sangat mencengangkan bukan? Jika saja kesadaran hemat air bisa diterapkan dalam setiap rumah tangga tentu sangat banyak jumlah air yang bisa dihemat.

 

Kelangkaan air sebenarnya bukan lagi menjadi monopoli kota besar atau daerah padat penduduk saja seperti pulau jawa, hampir seluruh nusantara saat ini mengalami kekurangan air bersih apalagi jika musim kemarau panjang makin ganas dan panjang seperti sekarang. Beberapa kawan yang biasanya tidak pernah mengalami krisis air sempat bercerita tentang kehebohannya mencari air alias ngangsu. Saya sih cuman nyengir saja tapi sambil sedikit nyokurke menertawakannya, gimana ndak balas dendam lha wong dulunya priyayi ini hobi banget menghamburkan air tanpa mau berempati.

 

Hemat air mungkin salah satu cara yang paling mudah dalam mengatasi krisis air bersih yang semakin parah dari tahun ke tahun, ndak usah pake nunjuk sana sini nyalahin orang lain atau korporasi besar yang jelas jor-jor an itu. Kita bisa koq mulai semuanya dari diri sendiri, kalau dulunya sikat gigi dengan keran yang diputar full ya sekarang pas lagi sikatan kerannya dimatiin dulu, kalau dulu rumahnya gersang semua berlantai semen mbok sekarang mulai menanam pohon yang bisa menyimpan air atau lebih bagus kalau bisa membuat biopori, selain bisa jadi daerah resapan air juga mengurangi dampak banjir.

 

Semua hal besar itu pasti dimulai dari hal-hal kecil, saya koq yakin jika kebiasaan baik seperti hemat air bisa ditularkan secara massif dan terstruktur, maka kelangkaan air bisa kita cegah. Njenengan boleh saja bangga bilang ndak dadi presiden ndak patheken, tapi jangan pernah berani jumawa bilang ndak ada air ndak patheken, awas hati-hati bisa kualat nanti jadi patung malin kundang dehidrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun