Mohon tunggu...
Indri Permatasari
Indri Permatasari Mohon Tunggu... Buruh - Landak yang hobi ngglundhung

Lebih sering dipanggil landak. Tukang ngglundhung yang lebih milih jadi orang beruntung. Suka nyindir tapi kurang nyinyir.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Lebaran Semarak dan Jomblo yang Terserak (Bag II-Habis)

26 Juli 2015   09:25 Diperbarui: 26 Juli 2015   09:25 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="@iinlho"][/caption]

Setelah sukses menuai bully habis-habisan di postingan sebelumnya, kali ini saya mencoba menyambung sedikit mumpung masih ada bau-bau lebaran walaupun hanya samar, sesamar duit THR yang dulu terlihat yak-yak o besarnya. Tentunya selain itu juga biar kelihatan seperti penulis betulan yang bisa bikin tulisan bersambung walaupun pada akhirnya harus tetap menerima kodrat sebagai penulis abal-abal berkarakter labil. Dengan hakikat yang hampir sama, postingan ini tidak hendak memarjinalkan sebuah kaum tertentu, maka bacalah dengan hati yang ikhlas, jiwa yang bening, nirprasangka dan senyum yang menawan, ingatlah bahwa generasi kekinian tidak akan melakukan perbuatan keji nan tercela dengan hanya membaca judul saja dan langsung bereaksi membabi buta.

 

Ternyata derita para jomblo di hari lebaran tidak hanya terhenti pada pertanyaan kapan kawin sahaja, seolah hak-hak nya belum tumpas tercerabut, maka kaum non jomblo terus melakukan serangan agresif , massif dan terstruktur saat hari raya, sungguh kejam seperti para penjahat perang yang tidak pernah bisa diseret di pengadilan militer. Kalau pas jaman dimana teknologi olah digital belum segampang ini mungkin para single fighter hanya akan menerima sebuah pesan berkalimat normative di layar handphonenya seperti “selamat hari raya,mohon maaf lahir batin XXX dan keluarga” , ngaku saja bagi njenengan yang cengar-cengir pas mbaca , berarti njenengan juga termasuk golongan yang nuwun sewu intoleran ,gebyah uyah dan suka menggeneralisir sesuatu.

 

Hlo ndak usah mrecing-mrecing gitu njuk mau ngamuk, jangan berpikir kejeron kalau ndak sanggup gantiin pak tukang gali sumur. Gini lho maksudnya, saya koq yakin ya buat njenengan-njenengan yang masih ngirim pesan model gituan pasti tipikalnya agak malesan dan nggampangke sesuatu seperti saya, njenengan malas ngetik akhirnya bertindak tanpa pertimbangan hingga copas adalah satu-satunya jalan menuju kemuliaan. Karena tujuan akhirnya adalah buat ngirimi semua koleha-koleha yang ada di kontak HP maka sekali pencet send to all dan semua beres, wis ndak perlu lagi dipikir mau nyampai pesannya yo syukur, kalo ndak yo yang penting lak niatnya sudah kirim pesan minta maaf.

 

Masalahnya itu yang njenengan kirimi besar kemungkinannya ada juga yang sensitifnya melebihi induk ayam yang lagi angrem, jadi antara niatan baiknya njenengan sama tujuan akhirnya malah bentrok. Niatnya njenengan mau mengikutkan semua keluarga untuk turut meminta maaf pada si penerima pesan, tapi yang nerima malah nyengeswong keluargane saja ndak pernah berinteraksi ogh ndadak diikut-ikutkan segala, mbok kalo mau ngirim pesan minta maaf itu yang natural saja, privat antara yang berkepentingan, kalau bisa yo ndak model copas gitu, ada prolognya kaya pas sms mau minta tulung sesuatu” apa ndak mak deg njenengan kalo dapat komen gitu, saya mendadak jadi mikir ada benernya juga ya, kalo pas kita butuh sesuatu aja mesti model smsnya akan jadi begini “mbak XXX atau mas XXX , maaf bisa minta tolong ndak buat …..” kita pasti akan menyapa, kulanuwun karena kita butuh pertolongan mereka demi kepentingan kita sendiri, lha koq di momen sekrusial minta maaf yang notabene harus dilakukan dengan hatii yang ikhlas kita malah copas semena-semena gitu, ah sungguh saya juga jadi malu karena pernah jadi pelaku itu.

 

Tapi kalau cuma gegap gempita sms normative saja yang berseliweran tentu tidak akan membuat para jomblo menjadi gentar dan gemetar walaupun mereka belum bisa membubuhkan kalimat “dan keluarga” di belakang pesan minta maaf yang mereka kirimkan. Ada model pesan minta maaf yang lebih sadis lagi, jadi para kaum non jomblo itu melakukan sesi pemotretan bersama dengan seluruh anggota keluarganya, tentu saja posenya manis ndak nylekutis, terus dieditlah foto apik itu dengan bubuhan kalimat relijiyes yang sakjane normative juga, terus diupload lah biasanya sih di sosyel media biar lebih eksis tak lupa di tag satu-satu dari daftar pertemanan yang sekiranya pantas dan pas untuk menerima permintaan maaf beserta seluruh keluarga.

 

He em, pasti sekarang njenengan langsung ngasih stempel di jidat saya sebagai golongan manusia yang bisanya cuma sinis dan nyinyir, lha nek kalo itu yang terjadi maka saya juga gantian ngecap njenengan sebagai priyayi yang hobi jadi juri bagi kehidupan orang lain hahaha, biar impas. Bukan-bukan itu sebenarnya yang saya maksud dari tulisan ini, saya akui banyak sarkasme di sini namun percayalah saya tidak bermaksud untuk menyinggung dan menyakiti pihak manapun, tulisan ini murni guyon dan sedikit mengajak njenengan untuk berpikir absurd dan memandang sebuah hal tidak hanya dari sudut pandang njenengan sendiri. Karena terus terang saya sering ketularan prihatin dengan banyaknya pertengkaran akhir-akhir ini yang semuanya berawal dari persoalan perbedaan cara pandang.

 

Sungguh ndak ada yang salah dengan yang namanya perbedaan wong memang kita semua mahlukNya diciptakan dalam keadaan yang tidak sama untuk bisa bekerjasama dan saling melengkapi demi kebaikan dunia ini, maka adalah sebuah keniscayaan bagi kita untuk bisa menghargai pilihan masing-masing individu, termasuk juga pilihan status (masih) lajangnya, bukan hendak membela para single fighter tapi saya jadi teringat cerita mudik bertahun lampau, seorang teman bilang bahwa dia akan menikah setelah lebaran. Pernikahan ini adalah yang ketiga kalinya setelah dua terdahuunya kandas karena berbagai sebab, senang mendengarnya tapi getir mengingat penyebabnya, maka jika saat ini njenengan sudah merasa pada titik kehidupan terbaik dengan keluarga yang lengkap dan berbahagia, jagalah mereka senantiasa dengan segenap cinta dan kasih sayang yang njenengan punya.

 

Bagi saya sendiri tak ada ada yang salah dan tak ada masalah kalau njenengan adalah lajang atau non lajang, ndak usah terlalu diribetkan masalah itu. Ada saatnya yang terpisah akan dipertemukan dan ada saatnya yang bersama akan dipisahkan, semua ada momentumnya masing-masing , sepanjang njenengan menjalani kehidupan dengan baik dan syukur-syukur bisa memberi kemanfaatan bagi orang lain itu semua sudah luar biasa sehingga kelak kita bisa lulus sebagai manusia.

 

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun