[caption id="attachment_293260" align="aligncenter" width="214" caption="www.imdb.com"][/caption]
Mengapa manusia tidak pernah puas dengan semua hata yang sudah dimilikinya? Lalu apa yang terjadi ketika kekayaan yang luar biasa tak terhingga sudah ada dalam genggaman? Berhentikah atau terus mengejar uang tanpa batas?
***
Setelah beberapa kali mau nggambleh tentang film ini tetapi selalu bingung darimana memulai, akhirnya saya bisa juga mengetik hari ini. Yups, seperti yang sudahsudah, saya tidak hendak menulis review film, karena sudah banyak review keren dan menarik yang sudah ditulis sobat-sobat komapsianer semua, jadi ya harap maklum karena ini hanya sebuah catatan biasa, jangan salahkan saya ketika setelah habis membaca tak mendapatkan manfaat apa-apa.
The Wolf of Wall Street, film produksi tahun 2013 yang disutradarai Martin Scorsese tahun ini mendapat banyak nominasi untuk gelaran academy awards. Dibintangi oleh Leonardo di Caprio, film bergenre komedi, criminal,biografi ini banyak mendapat kritik positif dari para pengamat film bahkan diganjar nilai 8,6 di situs IMDB. Hal ini menjadikan saya semakin tertarik untuk dapat menontonnya di layar tancap.
Film yang diklaim berdasarkan kisah nyata Jordan Belfort, seorang pialang saham yang memuai karier dari nol, terdepak, terseok dan akhirnya merangkak merintis sendiri jalan karirnya sebagai broker hingga menempatkannya di puncak tahta pengeruk harta. Namun kodratnya sebagai manusia ternyata tak membuatnya berpuas diri ketika “hanya” menjadi seorang yang sangat kaya raya, ambisi tentang uang memang tidak akan ada habisnya sampai jiwa terlepas dari wadag manusia.
***
Dikisahkan Jordan Belfort (Leonardo di Caprio) muda usia, baru saja lulus dan bekerja di Wall Street. Penampilannya yang lain dari pemula-pemula lainnya menarik minat seorang pilang senior Mark Hanna (Matthew Mc Counaghey) untuk sharing tentang seluk beluk kehidupan para pialang sukses yang menjadi cita cita Belfort. Mark pun mengatakan, tak ada yang namanya etika dalam dunia mereke yang keras, tak peduli para investor mendapatkan keuntungan atau bahkan gulung tikar sekalipun karena saham mereka, yang pasti para pialang harus bisa mendapatkan komisi dari setiap komisi. Ketika seseorang sangat bermimpi untuk menjadi kaya dalam waktu sekejap mata, maka rayuanmaut para broker akan semakin mudah bekerja.
Seketika Belfort muda yang sebelumnya masih punya pandangan tata karma tentang bagaimana seharusnya semua transaksi dijalankan dengan benar malah menjadi mengidolakan Mark dan akhirnya mengadopsi semua hal yang disampaikan Hanna, bahwa semua hanya ilusi, bahwa para penanam saham itu hanyalah orang kaya di atas kertas, kenyataan yang semu, dan mereka (para pialang) lah yang benar-benar kaya karena banyaknya komisi yang dihasilkan dari setiap transaksi. Hanya ada tiga hal penting dalam hidup para broker Wall Street yang sehari-harinya sangat tertekan karena pekerjaannya. Uang, Seks dan Narkoba. Ya ketiga hal yang awalnya menyilaukan mata, memabukkan jiwa, memuaskan raga, namun akhirnya mengantarkan semua kepalsuan hidup, dan berakhir nestapa tanpa pernah terpuaskan oleh semuanya.
***
Singkat cerita, Belfort harus terdepak dari percaturan elite Wall Street karena krisis ekonomi yang mengguncang dunia tahun 87 an. Kehilangan pekerjaan yang disenanginya membuat Belfort mau tak mau harus mencari jalan lain untuk tetap bertahan hidup. Mengikuti saran istrinya dia kemabali bekerja di perusahaan saham ecek-ecek yang menjual saham kelas teri untuk dijual kepada orang kelas teri juga. Namun dengan lidahnya yang ampuh dan berbisa, dia mampu membuat hal yang absurd menjadi riil, perlahan namun pasti, dia semakin kaya dari hari kehari, dan tentunya semua tak luput dari kemampuannya berolah kata, tak peduli iia sudah demikian kejamnya member harapan palsu bagi masyarakat kurang pintar yang mengadu untung di bursa saham ini, yang penting bagi befort adalah semakin tergiur uang, maka semakin mudah mengendalikan dan semakin banyak pula pundi-pundi yang masuk ke dalam sakunya.
Gambaran nyata kekayaan Belfort membuat tetangganya Donnie Azoff (Jordan Hill) kagum dan memutuskan ikut menjadi pembantu Belfort. Belfort pun tak menyia-nyiakannya, dengan bantuan danny ia akhirnya membuat satu perusahaan sendiri yang tentu saja bergerak dalam jual beli saham. Alih-alih memperkerjakan orang-orang yang pandai, Belfort malah merekrut kawan-kawan lamanya yang amburadul, dari Bandar narkoba sampai manusia jenius yang aneh. Namun di tangan Belfort semuanya menjelma menjadi pialang mumpuni, dan kantor yang bermula dari sewa garasi menjadi besar, sukses, terkenal dan menempati gedung sendiri. Tentu saja semuanya tak luput dari usaha tipu-tipu pemberi harapan palsu.
***
Kekayaan yang semakin menggelembung tak mampu membuat Belfort puas diri, kesibukannya berpesta, kecanduannya akan narkotika dan kecintaannya terhadap wanita akhirnya membuat dia bercerai dengan istrinya Teresa dan memilih tinggal bersama Naomi (Margot Robbie), wanita yang membuatnya kepincut setengah mati yang kelak juga dijadikannya istri.
Menyanding istri super cantik, anak sehat, harta berlimpah, malah menjadikan Belfort semakin haus, ia selalu membuat terobosan baru agar semakin kaya dan lebih kaya lagi, tak peduli bahwa apa yang ia lakukan illegal dan melanggar hukum. Hingga akhirnya dia dicampakkan ke dalam penjara untuk mempertanggungjawabkan semua hal yang telah diperbuatnya. Bagaimana kisah selengkapnya? Mangga silahkan dipirsani sendiri mumpung masih nangkring lho.
***
Menonton film yang berdurasi hampir 3 jam lamanya ini membuatku semakin menasbihkan si kakek Scorsese sebagai sutradara gemblung, gemblung dalam artian, ya ya ya film ini gila, menjungkirbalikkan semua hal yang kita yakini. Sesuatu yang menurut kita normal menjadi tak normal di film ini, bagaimana manusia bisa menjadi sangat hedonis, menghamburkan uang yang tak sedikit jumlahnya untuk hal-hal yang mungkin di dunia normal adalah tidak penting, tapi itu semua kenyataan.
Acting Leonardo di Caprio disini memang sangat meyakinkan, sebagai pribadi yang ambisius, pintar, cerdas, percaya diri tapi aslinya rapuh karena hidupnya tergantung dari obat-obatan yang selalu dikonsumsinya. Yups, kakak leo berhasil, pantas dia dapat golden globe kemarin. Apalagi saat adegan teller beratnya karena lemon yang memaksa dia harus ngesot ke mobil wah nya.Tapi kalau mau jujur sih, saya lebih terpana dengan acting Oom Matthew Mc Counaghey, memerankan Mark Hanna doi sangat-sangat brilian, natural dan ciamik. Untung si oom hanya numpang lewat beberapa menit aja, kalo nggak,bisa-bisa kakak leo kalah pamor deh #ups dikeroyok penggemar kakak leo.
Okelah, diatas saya sudah memuji Scorsese sebagai kakek sutradara gemblung, tapi jujur lagi nih ya, ternyata ekspektasi saya yang terlalu tinggi membuat saya agak kecewa sedikit. Apa ya, entahlah mungkin dari segi naskahkah atau apa ya? Pokoknya ada yang kurang bagi saya, atau karena saya nontonnya di layar tancap ya jadinya banyak yang digunting sensor. Tapi memang film ini masuk kategori “keterlaluan” karena banyaknya kekerasan verbal, penggunaan narkotika dan pengumbaran seks yang gila-gilaan. Tak terhitung banyakanya kalimat fuc* you yang berlimpah bak air bah, konsumsi narkoba dari ganja, kokain, heroin dan minuman keras lainnya menghiasi film dari awal sampai akhir. Hanya pornografi saja yang terlihat samar karena gulungan pitanya diambil. Tapi hal itu justru membuat saya bertanya, berarti sensor film bagi LSF hanya sebatas pornografi saja, hanya pornografikah hal yang sangat ditakutkan di Indonesia dapat merusak moralitas bangsa, apakah pemakaian narkoba tidak termasuk hal yang dianggap horror disini sehingga tak mengapa kalau dipertontonkan tanpa guntingan sensor? Ah entahlah, saya juga hanya bertanya tanpa menghirau jawaban .
Sekali lagi film ini menggambarkan tentang dunia “lain” yang mungkin tidak akan kita pahami dan mengerti bagaimana orang bisa seperti itu, tapi yang namanya hidup semuanya bisa dan mungkin terjadi. Tokoh Belfort yang hedonis, kacau, ambisius tak terkendali, representasi penjahat kerah putih yang bengis toh ternyata masih tetap menyimpan sisi humanis, ia mampu mempercayai orang, sesuatu yang sangat sulit kita dapatkan lagi sekarang ini bukan?
Layaknya film black comedy, film ini tentunya mengangkat satir yang menyindir,bukan hanya tentang kegilaan harta Belfort dan kawan-kawan pialang ngehek nya saja, tapi juga keuntungan korporasi yang berlipat ganda dengan banyaknya intrik yang terlibat didalamnya, juga kepada para investor yang sangat percaya bahwa uangnya dapat beranak pinak tanpa dia harus memeras keringat seperti para kuli angkut pelabuhan. See? Semua manusia memang akan menjadi rakus ketika hidunya sudah menghamba pada uang.
***
Satu yang jelas, manusia itu memiliki sifat alami yang tak terpuaskan, ketika sudah memiliki sesuatu pastiingin sesuatu yang lainnya, tapi ketika keinginan itu mulai menggila dan tak menjangkau batas, hendaknya rem mulai dikencangkan. Semua hal kebendaan toh sejatinya hanya titipan, tak akan kita bawa nanti ketika menuju keabadian, tak akan bisa menolong kita menyuap para pengadil disana seperti yang biasa terjadi disini. Tumpukan harta yang dicari dengan cara tidak benar justru akan semakin membenamkan diri menuju ketamakan tiada henti, menghancurkan diri tanpa kita sadari lagi.
***
Jadi masih tertarik untuk menontonnya kawan? Kalau iya, saya sarankan jangan mengajak anak-anak bahkan jika putra-putri anda sudah beranjak remaja. The Wolf of Wallstreet ini mutlak film dewasa yang masih terlalu gila dan liar, selamat berpikir dulu hehehe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H