Mohon tunggu...
Indri Permatasari
Indri Permatasari Mohon Tunggu... Buruh - Landak yang hobi ngglundhung

Lebih sering dipanggil landak. Tukang ngglundhung yang lebih milih jadi orang beruntung. Suka nyindir tapi kurang nyinyir.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

[Indonesiaku] Kilau Emas tak Membuat Kami Silau

31 Oktober 2012   12:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:09 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bisa pulang nguli tepat waktu itu satu kenikmatan tersendiri, sampai kandang hari masih sore, leyeh-leyeh buka jendela..semriwing angin sepoi sepoi serasa di pantai, sambil minum es teh saya pun menghidupkan televisi. Kebetulan pas acara Indonesiaku di Trans 7, dan saya pun tertarik menontonnya.

Kali ini yang menjadi lokasi pilihan adalah kecamatan Seko, kabupaten Luwu Utara Sulawesi Selatan. Salah satu gambaran daerah terisolir di wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia yang sudah merdeka sejak tahun 1945. Walaupun daerah terisolir, namun kecamatan Seko mempunyai kekayaan sumber daya alam yang berlimpah dan dianugerahi pemandangan yang super super indah.

Kondisi geografis yang berbukit bukit hijau layaknya sebuah lukisan yang sempurna, hamparan sawah yang luas, dan sungai yang mengalir jernih adalah karunia tak terhingga dari sang maha pencipta. Namun kesempurnaan itu tak didukung oleh sarana prasarana yang memadai, jarak ke kota kabupaten lebih dari 120 km, dan akses jalan kesana sama sekalli belum dibangun, hanya ada jalan tanah yang bahkan susah dilewati motor trail atau mobil double gardan sekalipun, tak heran jika masyarakatnya masih memilih menggunakan kuda sebagai alat transportasi dan system barter pun masih sering dijumpai.

***

“Ah, bukankah itu hal biasa?di daerah lain di negeri kita juga banyak yang masih terisolir, nggak usah deh jauh-jauh sampai ke Sulawesi wong di banten yang dekat rumahnya pak presiden, tiap pagi saja anak-anak masih berangkat sekolah dengan berjuang menyeberang sungai”

Mungkin banyak yang berpendapat demikian, tak bisa dipungkiri sih kenyataan ironis itu, namun bukan hal itu yang menarik perhatian saya dari kecamatan Seko.

Sejak dulu, daerah ini memang dikena sebagai daerah yang subur, tak heran jika sebagian besar penduduknya adalah petani. Padi yang dihasilkan berkualitas jempolan, demikian juga dengan hasil kebunnya, seperti kakao dan tebu. Selain bertani mereka juga beternak, apalagi ternak kerbau nya terkenal sangat bagus, dan bahkan harganya melampaui harga mobil yang banyak berseliweran di ibu kota.

Tetapi, lagi-lagi bukan itu yang membuat saya terpesona, karena ternyata daerah ini menyimpan kekayaan emas dalam jumlah yang sangat banyak dan penduduk pun tahu dengan kenyataan itu, tapi apa yang mereka lakukan?

Mereka tetap memilih berprofesi sebagai petani dan peternak walaupun mereka tahu hasilnya tidak akan membuat mereka kaya raya dalam waktu sekejap. Masyarakat hanya mendulang emas dengan peralatan tradisonal ketika habis panen, dan mereka melakukan kegiatan secara beramai-ramai, sehingga lebih dijadikan sebagai hiburan semata dan mempererat persatuan dianatara mereka. Padahal jika sedang beruntung mereka bisa mendapatkan uang hingga tigaratus ribu sehari dari kegiatan “main-main” itu.

Bukan tidak ada perusahaan tambang yang hendak bercokol dan mengeksploitasi emas di kecamatan Seko, namun semua masih belum ada yang berhasil masuk karena masalah perizinan, dan beberapa dari mereka bahkan membujuk masyarakat untuk mau menjadi penambang professional dengan meminjamkan peralatan yang lebih modern, namun kilau emas tak membuat masyarakat silau. Mereka tetap menolakrayuan itu dan berpegang teguh pada prinsip mengambil kekayaan alam dengan tidak serakah dan semena-mena.

Mendulang emas bagi mereka adalah kegiatan sampingan, ketika mendapatkan hasil mereka kan bersyukur, dan jika tidak pun mereka tetap bergembira karena telah melewati masa panen, karena panen yang berlimpah adalah keberhasilan mereka, dan mereka yakin bahwa hasil panen dari sawah, ladang, kebun dan penjualan ternak mereka mampu memenuhi kebutuhan hidup. Mereka hanya berharap agar suatu saat akses transportasi di daerah mereka diperbaiki, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat disana.

***

Sore ini, saya mendapat satu bukti lagi , walaupun uang adalah hal yang penting dalam hidup, namun uang bukanlah segalanya. Mungkin ada kawan kompasianer yang berasal dari sana? salam hangat untuk masyarakat disana, salut untuk semua :)



Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun