Mak wuzzzzzz....... tiba-tiba koq ingat almarhum simbah putri, entah kapan obrolan ini berlangsung,mungkin saja sudah lewat lebih dari sepuluh atau malah lima belas tahun yang lalu.
***
Sore itu kami berbincang santai saja,simbah berkata
"dieling eling yo in,suk nek wis dadi wong iku ojo dumeh, dumeh nduwe njuk sia-sia karo sing ra nduwe, dumeh pinter trus ora ngréken karo sing ra sekolah, dumeh rumangsa bener njuk ra gelem ngrungokne omonge wong liya" (*)
Saya yang memang hobi OOT sejak dulu kala pun menjawab dengan cengegesan binti njelehi
"lha,berarti sakniki aku durung dadi wong ya mbah?mosok blengur?" (**)
Simbah yang sudah hapal kelakuan cucunya pun menjawab
"bocah koq pokrol men, mugo-mugo suk gede dadi jaksa"
Nah kan, simbah saya memang hebat deh,sudah cucunya sudah kurang ajar tetap saja mendoakannya yang baik-baik.
***
Bukan bermaksud apa apa,tapi filosofi ojo dumeh itu selalu saya pegang, karena sudah menjadi sifat manusia untuk terlihat "paling" diantara sesamanya. Rasa menyepelekan bisa saja terjadi baik secara sengaja maupun tak sengaja. Kadang bahkan sampai membuat hati orang lain tersakiti dengan kearoganan yang tak disadari,apalagi ketika kita sudah merasa benar, maka pendapat orang lain seolah-olah nothing. Walaupun terkadanga pendapat orang lain itu baik, namun karena hati telah dibutakan oleh sikap dumeh tadi maka seakan-akan pendapat yang netral dan baik terlihat seperti menyerang dan memusuhi, dan ketika itu terjadi maka yang ada adalah taburan kebencian yang mengakibatkan tuaian penyesalan di kemudian hari.