Postmodernisme pada awalnya lahir sebagai reaksi kritis dan reflektif terhadap paradigma modernisme yang dipandang gagal menuntaskan proyek pencerahan dan menyebabkan munculnya berbagai patologi modernitas. Bisa dikatakan postmodernisme berarti sebagai koreksi terhadap modern itu sendiri dengan mencoba menjawab pertanyaan pertanyaan yang tidak dapat terjawab di jaman modern yang muncul karena adanya modernitas itu sendiri.Â
Postmodernisme menandai berakhirnya sebuah cara pandang universalisme ilmu pengetahuan modern. Postmodern menolak penjelasan yang harmonis, universal dan konsisten yang merupakan identitas dasar yang membuat kokoh dan tegaknya modernisme. Selanjutnya, karakteristik dari teori postmodernisme yaitu Runtuhnya batasan antara kebudayaan dan masyarakat, dimana budaya tidak lagi "agung" karena media masa sudah merefleksikan dalam dunia sosial masyarakat.Â
Artinya media massa menjadi cermin realitas sosial. Ex: budaya konsumsi. Penekanan pada gaya dari pada substansi. Singkatnya dalam budaya populer pencitraan lebih penting dari pada nilai manfaat.Â
Runtuhnya batasan kebudayaan tinggi dengan budaya populer, dimana masyarakat tidak lagi bisa membedakan karya seni dengan karya populer. Kekacauan antara ruang dan waktu, disebabkan karena teknologi yang berkembang pesat.Â
Masyarakat sering kali dibuat bingung dengan konsep 'kekinian' dan 'keakanan'. Memudarnya meta-naratives, dalam hal ini budaya populer telah melonggarkan batasan nilai agama, ilmu pengetahuan, dan seni, sehingga masyarakat tidak tahu lagi apa yang menjadi pijakan hidupnya.Â
Semakin kuatnya hiperealitas media yang dikuasai oleh dua hal, yaitu kekuatan politik dan kekuasan ekonomi. Hal ini menyebabkan media massa menjadi mudah untuk direkayasa sesuai dengan keinginan para pemilik modal.
Postmodernisme beranggapan pentingnya inklusivitas dalam menerima tantangan agama lain atas agama dominan sehingga terbuka munculnya ruang dialogi. Ini muncul sebagai akibat menjamurnya dan bertumbuhkembangnya realitas modernis yang menempatkan ideologi sebagai alat pembenar masing -- masing.
Salah satu tokoh post modernisme yaitu Jean Francois Lyotard, yang terkenal dengan pemikirannya tentang penolakan Grand Narrative (narasi besar), yaitu suatu cerita besar yang mempunyai fungsi legitimasi karena bersifat (seperti rasionalisme, kapitalisme, dan komunisme) yang tidak dapat dipertahankan lagi. Menurut Lyotard, berarti penolakan terhadap penyatuan, universalitas dan totalitas.Â
Dalam pandangannya, inilah salah satu ciri pembeda yang paling menonjol antara filsafat postmodernisme dengan filsafat modernisme. Nafas utama dari postmodern adalah penolakan atas narasi-narasi besar yang muncul pada dunia modern dengan ketunggalan terhadap pengagungan akal budi dan mulai memberi tempat bagi narasi-narasi kecil, lokal, tersebar, dan beranekaragam untuk bersuara dan menampakkan dirinya.
Lalu hal ini menarik untuk kita analisa jika dilihat dari fenomena sosial sekarang dengan kemjauan teknologi AI yang serba canggih dan cepat dalam membantu keseharian kita.
Dalam era digital yang terus berkembang, teknologi kecerdasan buatan (AI) telah membawa dampak yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan kita. Namun, untuk memahami implikasi sebenarnya dari kemajuan teknologi AI, penting bagi kita untuk melihatnya melalui sudut pandang perspektif postmodernisme. Perspektif ini menyoroti bagaimana teknologi AI mempengaruhi konstruksi realitas, identitas, dan hubungan kekuasaan dalam masyarakat modern. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi pengaruh dan dampak kemajuan teknologi AI dari perspektif postmodernisme.
Teknologi AI (Artificial Intelligence) merujuk pada pengembangan komputer dan sistem yang dapat melakukan tugas yang biasanya membutuhkan kecerdasan manusia. AI mencakup berbagai teknik seperti machine learning, deep learning, natural language processing, computer vision, dan robotika cerdas. Yang dimana AI adalah bidang studi yang berfokus pada pengembangan mesin dan sistem yang dapat berpikir dan belajar seperti manusia. Tujuan utama AI adalah untuk memungkinkan mesin untuk melakukan tugas-tugas yang membutuhkan pemahaman, pengambilan keputusan, pemrosesan bahasa, penglihatan komputer, dan interaksi manusia-mesin yang lebih kompleks.
Kecanggihan teknologi AI dapat membuat beberapa dampak jika dilihat dari perspektif postmodernisme seperti menimbulkan konstruksi realitas relatif. Teknologi AI telah menciptakan realitas yang relatif dalam kehidupan kita. Misalnya, algoritma yang mendasari platform media sosial dan mesin pencarian dapat mempersempit paparan informasi kita, menciptakan "gelembung informasi" yang hanya menampilkan konten yang sesuai dengan preferensi dan perilaku sebelumnya. Ini mengarah pada pengalaman realitas yang terfragmentasi, di mana kita dapat terjebak dalam ruang informasi yang terbatas dan kehilangan perspektif alternatif yang penting. Kemudian munculnya Identitas yang Terfragmentasi, Kemajuan teknologi AI juga berdampak pada identitas individu. Di era media sosial dan AI, individu dapat membangun dan mengelola berbagai identitas online yang terfragmentasi di berbagai platform. Hal ini mengarah pada tantangan dalam memahami kesatuan dan konsistensi identitas pribadi. Identitas online dapat terdistorsi oleh algoritma yang menampilkan konten yang disesuaikan dengan preferensi kita, membentuk citra diri yang mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan identitas sebenarnya.
Teknologi AI juga memainkan peran dalam permainan kekuatan dan pengetahuan dalam masyarakat. Algoritma dan sistem AI dikendalikan oleh pihak tertentu yang memiliki pengetahuan dan akses ke teknologi tersebut. Hal ini dapat menghasilkan kesenjangan dalam distribusi sumber daya dan kesempatan, memperkuat ketidaksetaraan sosial, dan menciptakan ketidakadilan dalam akses terhadap teknologi AI.
Dalam perspektif postmodernisme, kemajuan teknologi AI tidak hanya merupakan perubahan teknis semata, tetapi juga mencerminkan pergeseran yang lebih dalam dalam cara kita memahami dan berinteraksi dengan dunia. Konstruksi realitas yang relatif, identitas yang terfragmentasi, kekuasaan dan kontrol yang tersembunyi, serta permainan kekuatan dan pengetahuan adalah beberapa dampak utama yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk secara kritis menghadapi dan berdialog tentang implikasi etis dan sosial dari kemajuan teknologi AI, sehingga kita dapat mengarahkannya menuju perubahan yang lebih inklusif dan berkelanjutan
penulis : Iin Komala Sari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H