"Ya, Mas. Aku berjanji kepadamu aku akan melepas semua foto dan gambar-gambar yang ada di kamarku."
Hanya kalimat itu yang mampu kuloloskan di tengah ketakutan yang aku rasakan. Ketakutan akan sebuah kehilangan.Â
"Satu lagi. Ini buku dariku, jangan lupa untuk membacanya. Isinya sangat berat. Semoga bisa memberi menfaat untukmu." Dia mengambil buku kecil dari dalam jok motornya. Buku yang memang menarik perhatianku sejak aku berkunjung di tempat kost-nya. Buku itu berjudul, "Memurnikan Laa Ilaha Illallaah".
Malam semakin merayap. Gerimis semakin besar. Aku memintanya untuk pulang walau hati ini terasa berat sekali. Kulepas jas hitam dari tubuhku dan kupakaikan ke tubuhnya.Â
Kami berpisah dalam rintikan hujan malam itu. Dia menuntun motornya sampai ke jalan besar, dengan alasan dia tidak mau mengganggu orang lain yang sedang beristirahat.
"Mereka pun menginginkan sebuah kenyamanan, sama halnya seperti kita."
Aku tidak tahu kenapa hatiku resah sekali saat itu. Aku menatap kepergiannya hingga tak terlihat lagi oleh kedua mataku. Pada malam berikutnya, dia tidak datang untukku.Â
Dia tidak menepati janjinya untuk menemaniku menikmati bulan purnama bersama. Dia membuatku kecewa. Dia membuatku menangis. Kalian tahu apa yang paling ditakuti oleh perempuan? Yaitu ditinggal pergi di saat sedang sayang-sayangnya. Dan aku merasakannya saat itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H