Mohon tunggu...
Iin Indriyani
Iin Indriyani Mohon Tunggu... Novelis - Penikmat Keheningan

Penulis dan Buruh Migran Taiwan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Muara Hati Sang Novelis, Formosa (Part 1)

6 Desember 2019   07:08 Diperbarui: 6 Desember 2019   07:17 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Genting malam selimuti ketegangan jiwa

Sudut kamar jadi saksi lelehan airmata

Berteriak dalam ketakutan yang mendera

Duhai wanita Sang Pahlawan Devisa

...

4 Agustus 2016,

Malam menyakitkan. Malam mengerikan. Tak pernah lagi kunikmati apa itu tidur nyenyak dalam beberapa hari terakhir. Orang itu, lelaki paruh baya yang kupanggil Tuan---memaksaku untuk memijat bagian intimnya. Gila! Tak waras!. Jelas saja aku menolak. Aku berlari ke dalam kamar dan mengunci pintu rapat-rapat.

Serigala berwujud manusia itu berpura-pura naik ke atas membawakan segelas air putih untuk istrinya. Padahal niat busuk menyeringai di balik wajahnya. Dia mencariku. Aku menangis di dalam kamar dengan ketakutan yang menderaku. Ketakutan seorang wanita yang berada dalam kandang singa yang teramat ganas

 Iblis sudah menguasai akal sehatnya. Dia tak lagi ingat apa itu rasa hormat dan rasa malu. Yang lebih membuatku pedih, malam itu adalah malam ulang tahunku. Malam ulang tahun yang penuh derai airmata karena manusia berotak iblis seperti Tuan. Aku sangat muak dan benci kepadanya. Benci sekali. Aku sungkan menutup mata---khawatir Tuan masuk secara tiba-tiba ke dalam kamarku.

Bahkan pernah suatu malam aku menyimpan pisau dapur di dalam kamar untuk berjaga-jaga. Aku takut hal buruk terjadi padaku. Dalam beberapa malam itu, kedua mataku sering terlelap dengan ketakutan yang maha dahsyat seumur hidupku.

Musim panas masih memuncak. Panorama pegunungan berselimut kabut menyapa sisa ketakutanku pagi itu. Kedua mataku sembab karena menangis semalaman. Kedua kakiku bengkak karena tanggungjawab pekerjaan yang kukerjakan setiap hari. Kutatap pohon pinang bergoyang gemulai dari balik jendela. Sorotanku semakin dalam pada aliran sungai yang tertangkap oleh mata

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun