“Enggak… pokoknya aku enggak mau ditinggal. Aku enggak mau sekolah. Aku mau pulang! Hiks… hiks… suara tangisan terdengar di sudut kelas. Tap… tap… si kecil berlari, mengejar, tanpa mau melepas tangan sang ibu. Mama harus di sini!”
Seakan dikomando, kelompok bocah mulai menangis berjemaah mengikuti sang pelopor. Di sini dan di sana, di setiap sudut kelas anak PAUD dan SD kelas rendah. Drama ini akrab dengan kami saat sekolah dimulai. Ada yang bahkan hanya memegangi tas dan sepatu dari saat datang sampai pulang.
Tentu saja ini adalah situasi dan proses alami yang muncul. Biasanya lenyap seiring bergulirnya waktu. Umumnya beberapa hari hingga satu minggu, namun ada juga yang sampai satu bulan bahkan tiga bulan.
Semua terkait erat dengan terbentuknya kolaborasi lancar dan mulus antara orang tua dan guru. Tambahan banyaknya teman bermain dan suasana sekolah yang menyenangkan. Namun, bila masih ada yang berkelanjutan maka perlu diwaspadai.
Nah, kekhawatiran tentang gangguan kecemasan perpisahan (Separation Anxiety Disorder) atau disingkat SAD ini juga memberikan kecemasan bagi guru-guru; sewaktu saya dan rekan guru berdiskusi dan mempersiapkan tahun pembelajaran baru paska pandemi.
Loh? Kenapa begitu? Iya, angkatan 2022-2023 ini banyak anak pandemi. Mereka adalah bakal murid kami yang kini berusia dua, dan lebih. Sekolah kami membuka layanan pendidikan mulai dari usia 2 tahun.
Adalah penting untuk mendukung program pemerintah memanfaatkan layanan satu tahun sebelum SD diperlukan.
Baca juga: "Mengapa Layanan PAUD Satu Tahun Sebelum Sekolah Dasar Diperlukan?
Saya berjumpa dengan seorang gadis cilik berusia tiga tahun di sebuah pertemuan. Sang nenek bertutur,”Nih, kalau lihat orang banyak mengobrol; Dia tidak kenal, pasti langsung lari menghindar. Berabe anak pandemi. Menempel melulu, takut sama orang.”
Cerita lain wali murid “Anak saya, sejak pandemi belum pernah saya ajak keluar apalagi mal. Saat pertama kali lihat mal, ia terheran-heran dan berlarian terus. Main tangga jalan turun naik. Ampun deh! Tapi begitu ada orang menyapa, eeh dia malah nangis.
Kondisi ini dapat diatasi bila kita mengenal lebih jauh tentang Separation Anxiety Disorder.
Apa gangguan kecemasan perpisahan?
Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia; Gangguan kecemasan perpisahan (Separation Anxiety Disorder - SAD) adalah hal yang terjadi bila seseorang merasa cemas secara berlebih akibat perpisahan dari rumah atau seseorang yang memiliki ikatan emosional, diantaranya orang tua, pengasuh, pasangan atau saudara. Umumnya mereka yang berusia 6-7 bulan hingga tiga tahun. Tetapi juga bisa muncul pada anak-anak, remaja, dan orang dewasa.
Asosiasi Psikiatri Amerika mendefinisikan gangguan kecemasan pada perpisahan saat seseorang memperlihatkan ketakutan, kekhawatiran, dan kecemasan yang meluap pada waktu berpisah dari rumah atau harus mengalami perpisahan dengan seseorang yang terikat secara emosional. Kecemasan menjadi tidak wajar untuk usia dan perkembangan individu tertentu.
Penulis melakukan pengamatan tentang gejala yang terekam di sekolah termasuk faktor penyebab dan kiat untuk mengatasinya dari sisi orang tua maupun guru.
Sebagai orang dewasa sebaiknya memerhatikan gejala-gejala yang mungkin muncul pada anak yang mengalami SAD:
- Sulit untuk berpisah dengan orang tua, dan menangis bila ditinggal. Apalagi di minggu-minggu pertama sekolah.
- Kecemasan akan sesuatu terjadi pada orang yang disayangi. Kecenderungan anak khawatir ia tidak dijemput dan ditinggal sendiri di sekolah.
- Mengambek (Tantrum). Orang tua seringnya menjanjikan sesuatu tapi tidak dipenuhi. Sampai di sekolah ia akan uring-uringan.
- Selalu menanyakan kemana orang tua dan minta untuk selalu dihubungi. Di sela-sela pembelajaran anak suka bertanya kok belum pulang? Kok belum dijemput?
- Menguntit kemanapun orang tua atau pengasuh pergi walaupun di rumah atau ketika tidak menemukan guru karena ke toilet, ia akan menangis tanpa aba-aba.
- Bermimpi buruk.
- Sakit perut, sakit kepala bahkan muntah bila ditinggal. Kami perlu meminta orang tua mempersiapkan baju salin bila anak muntah.
- Hilang selera makan.
- Menyendiri dan tidak mau diajak bermain.
Penyumbang munculnya SAD dikarenakan oleh beberapa faktor eksternal dan internal:
- Perubahan pada lingkungan di sekitarnya. Hal ini terjadi karena anak pindah rumah atau masuk sekolah baru. Anak menjadi tidak nyaman. Untuk hal ini anak perlu diberikan pengertian.
- Stres karena penggantian pengasuh, membuat anak rewel. Kemungkinan pengasuh baru belum memahami karakter anak. Boleh jadi ia tidak mengerti bahasa anak asuhnya.
- Adanya anggota baru, kelahiran adik baru, sehingga ia merasa orang tua tidak lagi sayang padanya. Barangkali juga adanya kematian anggota keluarga yang erat hubungannya, seperti kakek, nenek.
- Orang tua yang terlalu protektif dan belum rela anaknya dilepas dengan pengawasan orang lain, misalnya guru. Orang tua cenderung enggak tega karena merasa anaknya masih kecil. Nah perasaan ini dirasakan oleh si anak juga saat harus berpisah. Mau lepas tapi enggak dilepas. Ini bisa menyebabkan drama berkepanjangan dapat terjadi.
Berikut ini adalah kiat untuk mengatasi SAD bagi orang tua.
- Menjadi pendengar yang baik. Orang tua perlu mengajak anak untuk berdiskusi dan mencerita hal-hal yang menjadi kecemasannya. Menghargai perasaan dan tidak meremehkan rasa takut yang muncul pada anak.
- Memberikan dukungan bahwa ayah ibu akan selalu berada di sisinya ketika dibutuhkan.
- Memberikan afirmasi dan penguatan tentang apa yang diutarakan. Sehingga anak merasakan empati dari orang tua.
- Menceritakan hal-hal yang menyenangkan yang akan dialami di sekolah bila ia baru bersekolah atau pindah sekolah.
- Bangun kepercayaan pada anak bahwa ia anak mandiri yang memiliki tanggung jawab sebagai anak sekolah. Sama halnya dengan orang tua.
- Hindari penampakan perasaan sedih dan khawatir ketika harus berpisah selama anak bersekolah. Umumnya para ibu terlihat tidak sampai hati untuk berpisah. Untuk itu ada baiknya mintalah orang lain yang mengantarkan anak ke sekolah.
Bagaimana dengan guru? Apa yang dilakukan untuk mendukung keberhasilan mengatasi SAD:
Memberikan kehangatan dan kenyamanan bagi anak berinteraksi.
Mendukung momen berharga keluarga untuk mengucapkan perpisahan.
Menjadi pendengar yang baik tentang hal yang diceritakan anak mengenai dirinya dan keluarga.
- Menjadi teman bermain dan pengganti orang tua di sekolah.
- Berkolaborasi dengan orang tua untuk kebaikan anak.
Andaikan semua yang disebutkan sebelumnya sudah dipraktikkan dan SAD tidak membaik. Segera lakukan konsultasi dengan konselor sekolah atau mengunjungi terapi psikologi (psikoterapi).
Penulis: Iing Felicia untuk Kompasiana – Praktisi Pendidikan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H