Mohon tunggu...
IING FELICIA
IING FELICIA Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Educator, Author, Trainer, Certified Teacher

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengapa Layanan PAUD Satu Tahun Sebelum Sekolah Dasar Diperlukan?

26 Juni 2022   10:11 Diperbarui: 26 Juni 2022   19:06 1170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi PAUD (Sumber: shutterstock)

Baru sejak bulan April yang lalu, pembelajaran tatap muka berkapasitas 100% resmi diberlakukan di semua sekolah di Jakarta. Walaupun sekolah tetap diminta menjalankan protokol kesehatan (prokes) ketat. 

Sebelumnya banyak orang tua dan wali murid bersikukuh memilih pembelajaran daring. Alasannya anak-anak belum sepenuhnya mendapatkan vaksin. 

Memang sih, di sekolah kami pun hanya sebagian yang sudah mendapatkan vaksin pertama dan hanya sedikit yang berhasil memperoleh vaksin lengkap, yaitu dua kali suntik.

Bukan mereka tidak ingin divaksin tapi karena usia anak yang belum mencukupi. Bahkan saya pernah berdebat dengan orang tua saat tidak menerima kalau anaknya belum terdaftar untuk divaksin, meski cuma beda sehari dari tanggal vaksin.  Eeh…

Iya, mau gimana lagi? saya tidak berani memanipulasi data. Harus pas enam tahun ketika divaksin.

Ternyata dugaan kami meleset. Mungkin, orang tua sudah jenuh mendampingi anaknya bersekolah di rumah. Atau anaknya sudah tidak betah berlama-lama dengan ayah ibu yang kadar kesabarannya sudah diambang krisis. Ada lagi alasan karena sudah bayar mahal uang sekolah, tapi tidak pernah pakai fasilitas sekolah. Waduh, celaka.

Minggu pertama sekolah tercatat 75% kehadiran jumlah siswa. Melihat keceriaan anak bertemu dengan teman dan guru membuat anak yang masih belajar daring merajuk dan meminta agar ia pun diperbolehkan mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah. Seiring waktu hingga akhirnya mencapai 95% dari total siswa.

Saat dinas pendidikan mengizinkan PTM terbatas dan berlanjut sampai berkapasitas 100%, sekolah kami menerapkan pembelajaran hibrida. Orang tua diberikan pilihan: hadir di sekolah dengan prokes ketat atau belajar daring melalui tatap maya dari layar monitor. Terserah mereka.

Jika dibandingkan antara daring dan luring, kami melihat adanya kehilangan pembelajaran (learning loss) yang menganga.

We need to make kindergarten engaging again - UT News (news.utexas.edu)
We need to make kindergarten engaging again - UT News (news.utexas.edu)

Mengapa?

Pertama, kurangnya olah fisik menyebabkan anak-anak berusia hampir enam tahun masih tertatih-tatih menaiki dan menuruni anak tangga.

Padahal bila mereka berada di sekolah, guru pasti akan mengasah kemampuan motorik mereka dengan berbagai aktivitas. Sebaliknya kegiatan itu mungkin tidak sepenuhnya dipraktikkan di rumah.

Kepiawaian motorik adalah fondasi awal dalam tumbuh kembang seorang anak.  Bisa dibayangkan apa yang terjadi saat ia belum siap secara motorik mengikuti kegiatan berlari, menendang dan menangkap bola saat di SD.

Kedua, perkembangan sosial emosional perlu dirangsang. Pembelajaran luring atau tatap muka menjadi krusial karena anak langsung dihadapkan oleh kondisi dan situasi nyata.

Ya, praktik langsung. Mereka perlu mengendalikan emosi dan mencari solusi saat berkomunikasi dengan temannya ataupun saat bekerja sama. Berempati dan simpati membantu teman lainnya saat diperlukan.

Kondisi ini sulit ditemukan dalam pembelajaran daring karena semua peserta harus dalam kondisi mute atau mematikan microphone.

Ketiga, kemandirian yang nyaris pupus saat belajar dari rumah. Kenapa? orang dewasa sering terlibat dalam pembelajaran. Alih-alih tidak sabar menunggu anaknya melakukan instruksi guru. Ia menyiapkan jawaban dan membantu menyelesaikannya. Gawat. Penjerumusan tersembunyi.

Syahdan, di sekolah anak itu hanya bengong. Membuka sepatu dan memakai kaos kaki menjadi sulit baginya. Belum lagi toilet training menjadi tertunda. Repot.

Keempat, perkembangan kognitif anak tidak terstimulasi. Orang dewasa yang mendampingi anak belajar di rumah kurang memahami pola belajar anak usia dini. Bermain seraya belajar. Belajar seraya bermain adalah cara belajar anak. Mengamati, eksplorasi, menanya, mengumpulkan data, dan mengomunikasikannya.

Scaffolding, mencontoh, menfasilitasi merupakan interaksi membangun bagi anak. Nyatanya orang tua dan orang dewasa di rumah lebih memilih pendekatan drilling ketimbang child center.

Seruan gubernur DKI Jakarta No 13 tahun 2021 mengajak anak-anak usia dini untuk mengikuti layanan PAUD satu tahun sebelum masuk SD perlu didukung dan mendapatkan perhatian masyarakat.

Pemulihan pembelajaran perlu segera direalisasi. Pandemi Covid-19 telah berdampak pada kehilangan pembelajaran (learning loss) literasi dan numerasi yang signifikan.

Untuk literasi terjadi learning loss setara dengan enam bulan belajar. Sedangkan pada numerasi setara dengan lima bulan belajar. Sumber dari hasil riset Kemendikbudristek. Sampel 3.391 siswa SD dari 7 kabupaten/kota di empat provinsi pada bulan Januari 2020 dan April 2021.

Menjadi rahasia bersama generasi mendatang yang berkualitas, mumpuni dan mampu bersaing di kancah dunia adalah bagian dari tujuan pendidikan saat ini. Pola asuh dan pendidikan sejak usia dini menjadi perhatian. Terlebih sejak pandemi melanda Indonesia.

Generasi emas 2045 harus dipersiapkan segera. Pada usia 0 – 6 tahun pertama kehidupan seorang anak akan menentukan dan menjadi cikal bakal anak dikemudian hari.

Di masa inilah idealnya peranan guru, orang tua dan komunitas lingkungan sekitar anak berada harus maksimal. Dengan tujuan anak mendapatkan stimulasi secara holistik dan menyeluruh.

Pro dan kontra kerap terdengar dari orang tua yang ingin memberikan terbaik bagi buah hati mereka. Tidak ada keharusan bagi anak mereka melewati satu tahun PAUD pada saat mendaftar di SD seperti yang terjadi sekarang ini.

Lain halnya dengan mereka yang paham pengaruh optimalisasi usia emas anak tidak akan tergantikan. Mereka antusias mengikuti program PAUD.

Sosialisasi dan regulasi untuk mengimplementasikan program ini timbul tenggelam selama beberapa waktu ini. Untuk memasyarakatkan penyelenggaraan layanan satu tahun PAUD, komitmen bersama jajaran pemangku kepentingan perlu lebih digiatkan.

Penulis: Iing Felicia untuk Kompasiana

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun