Mohon tunggu...
iin apriliani
iin apriliani Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Eudrilus eugeniae, si Cacing Tanah Penyelamat Lingkungan

30 November 2015   07:04 Diperbarui: 6 Desember 2015   20:16 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar 1. Eudrilus eugeniae (´´African nightcrawler´´)

Siapa yang tidak mengenal cacing. Hewan bertubuh lunak bulat pánjang ini dapat ditemukan dimana saja, di tanah, lumpur, danau, bahkan di tubuh makhluk hidup seperti hewan dan manusia. Dapat dikatakan hampir di semua tempat lembab kita dapat memukan cacing. Cacing banyak digunakan oleh manusia sebagai umpan ikan, penyubur tanah, dan beberapa jenis dapat dikonsumsi sebagai obat untuk penyakit tertentu

. Tapi tahukah Anda jika cacing juga ternyata dapat dijadikan sebagai indikator pencemaran tanah dan membantu mengatasi permasalahan pencemaran tanah oleh logam berat dan senyawa hidrokarbon. Penelitian yang dilakukan seorang peneliti asal Nigeria Ekperusi dan Algbodion tahun 2015 telah mengungkap bagaimana cacing tanah dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan pencemaran tanah oleh logam berat dan senyawa hidrokarbon. Cacing yang digunakan dalam penelitian tersebut merupakan cacing tanah jenis Eudrilus eugeniae (´´African nightcrawler´´) yang banyak ditemukan di daerah tropis khususnya di negara-negara Afrika seperti Nigeria.

Eudrilus eugeniae merupakan jenis cacing tanah (Annelida) anggota dari familia Eudrilidae. Cacing ini mudah dikenali dari ciri-cirinya yang memiliki warna tubuh coklat kemerahan, dengan bagian dorsal cembung berwarna putih pucat, dan bagian ventralnya yang datar. Sebagaimana familia Eudrilidae dan annelida lainnya, Eudrilus eugeniae memiliki klitelum lebih pucat dari pada bagian tubuh lainnya. Eudrilus eugeniae ini diketahui sebagai salah satu cacing raksasa karena panjang cacing dewasa bisa mencapai 25-30 cm.

Kemampuan cacing Eudrilus eugeniae bertahan dalam kondisi tanah yang tercemar dan kemampuannya dalam mengakumulasikan polutan dalam tubuhnya menjadikan cacing ini banyak digunakan untuk indikator pencemaran tanah dan bioremidiator. Cacing Eudrilus eugeniae diketahui memiliki kemampuan mengakumulasikan logam berat dan senyawa hidrokarbon yang lebih dibandingkan dengan cacing dari jenis lainnya seperti Eisenia fetida dan Perionyx excavates (Pattnaik, 2011). Senyawa logam berat seperti Khromium (Cr), Cadmium (Cd), Timbal (Pb), Seng (Zn), Tembaga (Cu), dan Mangan (Mn) yang ikut termakan bersama partikel tanah dan terakumulasi dalam jaringan.

Setelah diinokulasi cacing selama 90 hari penelitian, karakteristik fisikokimia yang terkandung pada tanah yang terkena polusi seperti pH, konduktivitas elektrik, total karbon organik, klorida, nitrogen, sodium, sulfat, potasium, nitrat, kalsium, fosfat, dan magnesium mengalami penurunan konsentrasi hingga 57%. Sedangkan untuk petroleum hidrokarbon dan BTEX (benzena, toluen, etilbenzena, dan xylene) mengalami penurunan hingga 84,99% (Ekperusi dan Algbodion, 2015). Proses ini menyebabkan perpindahan logam berat tersebut dari lingkungan ke tubuh cacing, sehingga tanah yang tercemar atau terkontaminasi berkurang kandungan polutannya.

Mengapa hidrokarbon ini berbahaya? Hidrokarbon ini dapat berikatan dengan bahan lain sehingga membentuk PAH (Plycyclic Aromatic Hidrocarbon) yang dapat masuk ke dalam paru-paru kita dan menyebabkan kanker. Lalu bagaimana dengan logam berat? Ternyata logam berat juga berdampak pada kehidupan manusia. Khromium (Cr) dapat menyebabkan kanker paru-paru dan menimbulkan kerusakan pada tulang hidung karena sifatnya senyawanya yang korosif

. Senyawa Zn dapat bersifat toksik bila berada dalam kadar jumlah berlebih. Sedangkan senyawa Cu dapat menyebabkan kerusakan pada selaput lender akibat dari sifat iritatif yang dimiliki debu atau uap Cu tersebut. Dan senyawa Timbal (Pb) yang paling umum dijumpai dalam makanan, minuman, udara, serta penghirupan asap tembakau dapat menyebabkan kerusakan pada otak dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan otak, antara lain epilepsy, halusinasi, hingga kerusakan yang terjadi pada otak besar.

Teknologi bioremediasi ini merupakan tekhnologi yang sangat cocok jika diterapkan di negara Indonesia. Mengapa? Karena tekhnologi dapat diaplikasikan secara mudah dan Indonesia pun merupakan daerah yang beriklim tropis. Lalu dimanakah sebaiknya bioremediasi ini dilakukan? Sebaiknya bioremediasi ini diaplikasikan pada lahan pertanian di dekat sumber polutan misalnya perkebunan di pinggir jalan atau di daerah pabrik agar logam berat dan senyawa hidrokarbon yang dihasilkan tidak terakumulasi di dalam tanah. -iin-

 

Sumber :

Eksperusi OA, Aigbodion FI. 2015. Bioremediation of heavy metals and petroleum hydrocarbons in diesel contaminated soil with the earthworm: Eudrilus eugeniae. SpringerPlus 540(4):2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun