Novel ini merupakan kelanjutan dari novel Funiculi Funicula karena dijelaskan penulisnya, Toshikazu pada bagian awal. Persamaan kedua novel ini adalah menggunakan latar kafe yang bisa membawa seseorang kembali ke masa lalu dan masa depan. Kafe Funiculi Funicula berada di Tokyo, sedangkan kafe Dona Dona berada di Hakodate.
Peraturan untuk kembali ke masa lalu masih sama dengan kafe Funiculi Funicula. Beberapa tokoh yang diceritakan novel sebelumnya juga disebutkan pada novel Dona Dona, yaitu Nagare Tokita dan Kazu Tokita. Diceritakan juga tokoh hantu yang duduk di kursi membaca buku. Bedanya, hantu pada kafe Funiculi Funicula adalah wanita tua dan pada kafe Dona Dona adalah pria tua.
Kedua novel tersebut juga menceritakan anak kecil yang berusia 7 tahun. Pada Funiculi Funicula menceritakan Miki yang banyak bicara. Sementara pada Dona Dona menceritakan tentang Sachi yang hobi membaca buku bacaan yang terasa sulit bagi orang dewasa, seperti Seratus Pertanyaan. Buku Seratus Pertanyaan dibahas hampir di setiap bagian cerita karena ada keterkaitan dengan masalah yang dialami oleh tokoh untuk kembali ke masa lalu dan melanjutkan masa depannya. Sachi berperan sebagai pramusaji kopi bagi mereka yang akan kembali ke masa lalu atau mereka yang dating dari masa depan.
Cerita Dona Dona merupakan bacaan ringan yang membawa pembaca menikmati keindahan kota Hakodate. Konflik yang disajikan juga beragam. Pembaca mungkin akan terkecoh dengan penyebab tokoh merasa tersakiti dan tersiksa di masa kini. Mungkin juga pembaca akan kesal dengan perilaku beberapa tokoh.
Novel ini sarat dengan pesan dari setiap bab cerita. Pada cerita pertama, "Kisah Anak Perempuan yang Tidak Bisa Mengatakan 'Dasar Menyebalkan!'" kita akan diperkenalkan dengan tokoh Yayoi yang semasa hidupnya penuh dengan kebencian terhadap orang tuanya. Ternyata dengan kembali ke masa lalu membuat tokoh Yayoi sadar akan alasan harus berpisah dengan orang tuanya sewaktu kecil. Pada cerita kedua "Kisah Komedian yang Tidak Bisa Bertanya 'Apa Kau Bahagia", tokoh Todoroki, Setsuko, dan Hayasida. Tokohnya ingin kembali ke masa lalu dan tidak ingin kembali ke masa kini. Ternyata, tokoh tersebut sadar dan menjalani hidupnya dengan baik.
Pada bagian 3 "Kisah Seorang Adik yang Tidak Bisa Mengatakan 'Maaf'" mengisahkan dua bersaudara yang tidak ingin saling mengecewakan. Dengan kembali ke masa lalu, tokoh Reiko dapat melanjutkan hidup. Pada bagian 4 "Kisah Pemuda yang Tidak Bisa Mengatakan  'Aku Suka Padamu'" mengisahkan tokoh Reiji datang dari masa depan menemui Nanako agar bisa menjalani hidup tanpa penyesalan.
Pada unsur sudut pandangang, novel Dona Dona menggunakan sudut pandang orang ketiga dan sudut pandang orang pertama yang menjelaskan perasaan dari masing-masing tokoh. Hal ini juga tergambar pada banyaknya percakapan dalam hati masing-masing tokoh.
Akan tetapi, kita dibuat penasaran dengan tokoh Yukari Tokita dalam cerita yang sering mengirimkan kartu pos ke tokoh yang akan kembali ke masa lalu. Pada beberapa bagian, penulis terlalu banyak mendeskripsikan kafe Funiculi dan Funicula. Selain itu, tokoh pria tua pada kafe Dona Dona dan kafe Funiculi Funicula tidak digambarkan hubungan kedua tokoh tersebut. Bisa jadi akan diceritakan pada novel berikutnya.
Novel Dona Dona sangat cocok dinikmati ketika bersantai atau bagi mereka yang menyukai healing fiction. Selain menikmati keindahan kafe Dona Dona, pembaca akan mendapatkan wawasan mengenai geografis, sejarah, dan budaya di Hakodate. Pembaca akan disuguhkan kata-kata motivasi hidup. Salah satunya adalah pesan dari Yukari Tokita bahwa kematian bukan menjadi alasan seseorang tidak bahagia karena setiap orang dilahirkan demi kebahagiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H