Mohon tunggu...
Iin Andini
Iin Andini Mohon Tunggu... Guru - Pribadi

Guru

Selanjutnya

Tutup

Book

Resensi Novel: "Kenyataan Masa Lalu Tidak Akan Mengubah Masa Kini"

21 Januari 2023   00:09 Diperbarui: 21 Januari 2023   00:11 2809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dok. Pribadi

Judul Buku                : Kono Uso Ga Barenai Uchi Ni

Judul Terjemahan  : Funiculi Funicula -- Kisah-Kisah yang Baru Terungkap

Penulis                       : Toshikazu Kawaguchi

Penerbit                     : Gramedia Pustaka Utama

Cetakan                      : Ketiga, 2022

Tebal                           : 200 halaman

ISBN                            : 9786020663845

Setiap penyesalan akan datang di akhir. Kesalahan yang dilakukan manusia tidak serta-merta karena unsur kesengajaan, tetapi keadaan. Kadang kita berpikir untuk kembali ke masa lalu untuk menebus kesalahan tersebut. Namun, hal itu tidak mungkin karena kita tidak dapat mengubah kenyataan yang terjadi. Kita hanya bisa belajar dari setiap kesalahan dan berusaha tidak melakukan kesalahan yang sama. "Sekeras apa pun berusaha di masa lalu, Anda tidak mengubah kenyataan" (FF, 2022: 89).

Itulah gambaran mengenai novel Funiculi Funicula: Kisah-Kisah yang Baru terungkap. Novel terjemahan ini ditulis oleh Toshikazu Kawuguchi yang pernah memenangkan penghargaan utama dalam Festival Teater Suginami Kesepuluh untuk karya garapannya bersama 1110 Pruduction berjudul Kohi ga Samenai Uchi ni. Kemudian, karya ini diadaptasi menjadi novel pertamanya dan dinominasikan untuk Japan Booksellers' Award 2017.

Funiculi Funicula merupakan sebuah kafe yang mampu membawa seseorang kembali ke masa lalu. Pemiliki kafe ini bernama Nagare Tokita. Tokoh Kazu Tokita, adik sepupu Nagare, sebagai pramusaji yang menyeduh kopi sebagai ritual kembali ke masa lalu. Seseorang ingin kembali ke masa lalu bukan tanpa sebab, melainkan untuk memperbaiki kesalahan atau impian yang belum terwujud kala itu. Namun, ritual ini sebenarnya juga berlaku bagi seseorang yang ingin datang ke masa depan, seperti yang dialami tokoh Katsuki Kurata karena hidupnya sisa enam bulan lagi.

Kisah kembalinya tokoh ke masa lalu atau datang ke masa depan tidak hanya untuk memperbaiki kesalahan, tetapi juga penulis mengungkap rahasia-rahasia di balik kafe tersebut. Penggambaran latar menurut saya cukup kuat dalam novel ini. Latar Kafe Funiculi Funicula ini digambarkan dengan detail sehingga pembaca juga ikut membayangkan kita berada di kafe tersebut, menikmati aroma kopi mocha Ethiopia; menyaksikan Kazu menggiling biji kopi, dan menyajikannya. Kita ikut mengamati orang-orang yang datang ke kafe itu menikmati kopi dengan membawa berbagai persoalan dan harapan.

Penulis juga menggambarkan dengan jelas ritual yang harus dilakukan orang-orang yang ingin kembali ke masa lalu atau datang ke masa depan. Misalnya, pelanggan menunggu terlebih dahulu hantu bergaun putih yang sepanjang hari duduk membaca novel pergi ke toilet. Lalu, ada lima peraturan yang harus dipatuhi pelanggan agar bisa kembali ke masa lalu. Peraturan ini beberapa kali diulang di dalam cerita ketika ada pelanggan yang ingin kembali ke masa lalu atau datang ke masa depan.

 Kisah orang-orang yang kembali ke masa lalu dan datang ke masa depan menceritakan hubungan dengan sahabat, anak dan orang tua, serta pasangan. Kemudian, peristiwa dalam cerita ini dikaitkan dengan musim semi dan musim dingin.  Hampir setiap peristiwa yang dialami tokoh terjadi pada musim dingin dan semi. Pembaca bisa menebak kisah yang akan diceritakan setiap bab berdasarkan judulnya. Akan tetapi, cerita setiap bab sebenarnya memiliki keterkaitan satu sama lain, terutama dalam pengungkapan rahasia beberapa tokoh.

Novel healing fiction ini konsisten menggunakan sudut pandang orang ketiga. Awalnya, saya kebingungan dengan nama-nama tokoh yang digunakan dalam cerita ini karena hampir mirip, seperti Kiyosih, Kimiko, Kinuyo, Kamiya. Namun, pembaca dapat  terbantu dengan adanya diagram karakter yang disajikan di awal cerita. Mungkin ini salah satu tujuannya agar pembaca bisa membedakan peran dan karakter tokoh dalam cerita.

Karena ini adalah novel terjemahan, saya sedikit terganggu dengan tokoh Miki yang berusia 7 tahun menggunakan bahasa yang cenderung lebay dalam bahasa Indonesia. Mungkin saja penulis ingin menggambarkan kepolosan anak kecil yang belum bisa mengontrol apa yang diucapkan. Awalnya, saya juga berpikir bahwa penggambaran tokoh Katsuki Kurata yang selalu berpikir positif terlalu sempurna sebagai manusia biasa. Ternyata, di balik itu Katsuki memiliki kesedihan yang mendalam. Penulis menghadirkan setiap tokoh dan karakter dalam cerita karena ada tujuannya.

Buku novel ini sangat cocok dibaca ketika bersantai. Pembaca akan terasa tenang menikmati setiap aliran cerita. Ada banyak hal positif yang bisa dipetik, misalnya terjadinya kesalahapahaman dengan orang terdekat karena komunikasi. Kadang kita tidak mampu mengungkapkannya. Alhasil,  orang terdekat kita malah merasa kecewa, aneh, bersalah. Hal ini membuat kita merasa bersalah dan menghukum diri kita sendiri. Selain itu, ada beberapa kutipan dalam cerita ini yang bisa  menginspirasi pembaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun