Kognisi dapat diartikan sebagai proses memahami sesuatu yang  diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan (Alimin, 2008). Dimana  pemahaman tersebut  diperoleh melalui proses yaitu proses sensoris dan  persepsi (visual, auditif, kinestetk, dan taktual). Proses itu sendiri  terjadi melalui suatu struktur kognitif yang disebut skemata.
Jean Piaget menyebut struktur kognitif  sebagai skemata (Schemas),  yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat,  memahami, dan memberikan respons terhadap stimulus disebabkan karena  bekerjanya skemata ini.Â
Skemata ini berkembang secara kronologis,  sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya dan  berlangsung terus-menerus melalui adaptasi dengan lingkungannya. Proses  terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus  baru tersebut dilakukan dengan dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah proses "kognitif di mana seseorang mengintegrasikan  persepsi, konsep, atau pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang  sudah ada di dalam pikirannya" (Suparno, 2001 dalam Indriyani, 2011).  Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung  memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk  ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya.Â
Menurut Wadsworth dalam  (Suparno, 2001:22) asimilasi tidak menyebabkan perubahan skema, tetapi  memperkembangkan skema. Sebagai contoh, seorang anak yang baru pertama  kali melihat harimau maka ia akan menyebut harimau itu sebagai kucing  besar, karena ia baru memiliki konsep kucing yang sering dilihatnya. Ia  memiliki konsep kucing dalam skemanya dan ketika ia melihat harimau  untuk pertama kalinya, maka konsep kucinglah yang paling dekat dengan  stimulus.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan  atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai  dengan skema yang sudah ada.  Dalam proses ini dapat pula terjadi  pemunculan skema yang baru sama sekali.Â
Contoh seperti di atas, untuk  pertama kalinya anak akan menyebut harimau dengan sebutan kucing atau  kucing besar. Melalui proses sensori dan persepsi maka skema yang sudah  ada terjadi perubahan yaitu adanya penambahan skema tentang harimau.  anak menjadi memahami bahwa harimau itu bukan kucing tetapi sebagai  konsep baru bahwa ada binatang yang disebut harimau sehingga tersimpan  dalam pemahamannya tentang harimau.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistim kognisi seseorang  berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap  berikutnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu  karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan  seimbang antara struktur kognisi dengan pengalamannya di lingkungan. Â
Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu  tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas. Sehingga  "perkembangan bahasa seorang anak akan semakin berkembang sesuai dengan  kematangan mentalnya" (Lerner, 1988:317).
Pembelajaran bahasa dalam perspektif teori kognitif adalah  menciptakan interaksi antara anak dengan berbagai pengalaman belajar,  pengalaman berbahasa, dan menciptakan lingkungan yang mendorong anak  untuk memperoleh pemahaman bahasa.Â
Kuncinya adalah memulai dari apa yang  sudah anak ketahui dan secara aktif menciptakan pembelajaran yang  membangun pemahaman. Sehingga perkembangan bahasa dan kemampuan  pemahamannya akan berkembang secara bertahap sejalan dengan perkembangan  pengalaman berbahasanya.