Suatu ketika, nabi Muhammad saw ditanya oleh para sahabat: "Wahai rasulullah, siapakah menusia yang paling mulia?"
Mendengar pertanyaan tersebut, nabi Muhammad menjawab singkat. "Orang yang paling bertaqwa dari mereka.". Jawaban tersebut tentu saja relevan dengan ayat alquran surah al hujurat ayat 13. Inna akramakum indallahi at'qakum. Orang paling mulia di antara kalian ialah orang yang paling bertakwa.
Mendengar jawaban tersebut, para sahabat berkata: "Bukan itu yang kami tanyakan?". Pernyataan para sahabat tersebut, jika dibahasakan oleh kita bisa saja bermakna "jawaban itu kami sudah tahu, karena memang rasulullah saw sudah memberitahu sebelumnya".
Dengan perkataan para sahabat itu, maka rasulullah saw kembali bersabda: "Jika bukan, berarti Yusuf Nabi Allah putra Nabi Allah (Ya'qub) putra Nabi Allah (Ishaq) putra Ibrahim kekasih Allah.".
Jika dicermati, jawaban rasulullah yang kedua sangat masuk akal. Melalui petunjuk Allah SWT dalam al quran, kita dapat tahu bagaimana nabi Yusuf as selama hidup. Sejak kecil, beliau sudah mendapat perlakuan buruk dari para saudaranya, hingga yang terkejam ialah dimasukkannya ke dalam sumur. Kita juga tahu, saat nabi Yusuf as tumbuh remaja, dia sangat rupawan hingga tuannya (Siti Zulaikha) yang cantik berhasrat menggodanya. Namun nabi Yusuf menolak, bahkan lebih memilih penjara daripada melakukan yang dimurkai Allah SWT. Selanjutnya, saat di dalam penjara, nabi Yusuf as memiliki keistimewaan yaitu mampu menafsirkan mimpi. Kemempuan tersebut tidak membuatnya sombong, atau menyalahgunakan ilmunya. Nabi Yusuf menggunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang meresahkan teman penjaranya, hingga raja seorang raja yang berkuasa. Sekali lagi, tidak menggunakan keistimewaannya tersebut untuk kepentingan pribadi. Setelah keluar dari penjara, nabi Yusuf as diangkat menjadi bendahara kerajaan (orang penting). Beliau bahkan diberi keleluasaan oleh raja untuk mengatur ketersediaan pangan yang bagi rakyatnya. Lagi-lagi, nabi Yusuf as sama sekali tidak serakah atau menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya dirinya. Nabi Yusuf as benar-benar professional dan menunjukkan akhlak mulia. Salah satu pembuktian kemuliannya lagi, para saudaranya yang pernah mencelakakan datang ke kerajaan untuk meminta bantuan makanan, nabi Yusuf memberinya dengan senang. Pada dirinya tidak muncul sifat dendam apalagi muncul rasa untuk membalasnya. Nabi Yusuf tetap melayani dengan baik, hingga pada akhirnya, mereka malah dibantu dan kemudian tinggal Bersama nabi Yusuf di kerajaan. Subhanallah.Â
Namun apa yang dikatakan para sahabat setelah mendengar jawaban nabi Muhammad. Â Para sahabat berkata: "Bukan itu yang kami tanyakan ya rasulullah."
Mendengar 2x pernyataan para sahabat, kemudian rasulullah saw balik bertanya. "Apakah tentang bangsa Arab yang kalian tanyakan?" mereka menjawab: "Ya."
Mendengar itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Orang yang paling baik dari mereka dimasa jahiliyyah adalah orang yang paling baik dimasa Islam, jika mereka paham Islam". (Hr. Bukhari).
Jawaban rasulullah saw tersebut menarik sekali untuk dicermati. Terlebih, jawaban itu yang membuat para sahabat yang bertanya terpuaskan.
Saya mencoba menarik simpulan sederhana dari jawaban rasulullah saw tersebut dengan 1 kata yaitu "Konsisten". Dalam Bahasa arabnya dikenal dengan kata istiqomah. Mereka yang disebut rasulullah saw (yang paling mulia di sisi Allah itu) rupanya mereka yang mampu menunjukkan keistiqamahan dalam kebaikan, baik disaat jahiliyah maupun setelah mendapat hidayah.
Jika memaknai jahiliyah dengan kebodohan, kesalahpemahaman, kekurangan, atau mungkin kemiskinan, sedang Islam dimaknai ilmu pengetahun, pemahaman yang benar, keselamatan, kesejahteraan, kesuksesan, dan makna lainya, maka orang-orang terpilih ialah orang-orang yang mampu konsisten.
Saya coba menginterpretasi petunjuk rasulullah saw tersebut, dengan fakta yang terjadi di masyarakat saat ini. Sekali lagi, saya membawa contoh di kehidupan sekarang dengan pengalihan kata jahiliyah dan islam itu sendiri sebagaimana dimaknai di atas.
Terkadang, banyak orang yang saat muda, dia baik sekali. Menunjukkah akhlak mulia, persahabatan, dan kesalehan social. Namun setelah dewasa berubah. Kebiasaan-kebiasaan baiknya itu tidak lagi dilakukan, hingga tidak mau lagi bersabat dengan teman-teman di masa lalunya. Keadaan itu tentu bukanlah orang yang dimaksud sebagai tersebut (yang paling mulia). Ada juga orang, saat miskin rajin sekali berdoa, beribadah, dan beramal saleh sesuai kemampuan. Namun setelah kaya tidak lagi. Malah kikir dan terlena dengan hartanya. Itu juga sama, bukanlah orang yang disebutkan rasulullah saw. Terdapat juga orang-orang yang saat jadi rakyat sangat baik. Dekat dengan tetangga, sayang pada sesama, hormat pada ulama, dan amalan salehan lainnya. Namun setelah jadi pejabat, ia berubah drastis. Itu juga tentu sama. Bukan manusia paling mulia. Ada juga orang yang saat kerja magang, honorer atau karyawan tidak tetap, rajin sekali dalam bekerja. Namun setelah dia jadi karyawan tetap atau bahkan PNS, dia berubah. Tidak lagi se-rajin sebelumnya. Ada lagi, saat penuh kesusahan dan atau menghendaki sesuatu ia terus berdoa, memohon kepada Allah SWT siang dan malam. Namun setelah yang diinginkannya tercapai, ia lupa dengan Sang-Pemberinya. Bahkan, contoh yang lebih berasa di lingkungan  keluarga. "Saat pacaran", awal-awal menikah, masing-masing pasangan menunjukkan perhatian kasih sayang yang luar biasa. Terus menolong, rajin mendampingi, mengawasi, hingga banyak memberi hadiah kejutan. Namun setelah lama menikah, atau bahkan memiliki bebrapa anak, sikap tersebut tidak lagi ditunjukkan. Orang-orang demikian sama. Bukanlah yang ditunjukkan oleh rasulullah saw sebagai orang yang paling mulia di hadapan Allah SWT.
Amaliah yang benar ialah yang tetap konsisten dalam kebaikan. Saat remaja hingga dewasa. Saat menjadi rakyat hingga jadi pejabat. Saat karyawan tidak tetap sampai jadi tetap. Saat awal pernikahan hingga lama pernikahan. Bahkan, yang tepat tentunya, selain istiqamah, seyogianya meningkatkan berbagai kebaikan, karenda dengan adanya perubahan, dia memiliki potensi untuk bisa lebih baik lagi dari keadaan sebelumnya.
Â
Wallahu a'lam.Â
Â
Semoga kita dikategorikan sebagai manusia paling mulia di hadapan Allah SWT. amin ya rabbal alaminÂ
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H