Jika memaknai jahiliyah dengan kebodohan, kesalahpemahaman, kekurangan, atau mungkin kemiskinan, sedang Islam dimaknai ilmu pengetahun, pemahaman yang benar, keselamatan, kesejahteraan, kesuksesan, dan makna lainya, maka orang-orang terpilih ialah orang-orang yang mampu konsisten.
Saya coba menginterpretasi petunjuk rasulullah saw tersebut, dengan fakta yang terjadi di masyarakat saat ini. Sekali lagi, saya membawa contoh di kehidupan sekarang dengan pengalihan kata jahiliyah dan islam itu sendiri sebagaimana dimaknai di atas.
Terkadang, banyak orang yang saat muda, dia baik sekali. Menunjukkah akhlak mulia, persahabatan, dan kesalehan social. Namun setelah dewasa berubah. Kebiasaan-kebiasaan baiknya itu tidak lagi dilakukan, hingga tidak mau lagi bersabat dengan teman-teman di masa lalunya. Keadaan itu tentu bukanlah orang yang dimaksud sebagai tersebut (yang paling mulia). Ada juga orang, saat miskin rajin sekali berdoa, beribadah, dan beramal saleh sesuai kemampuan. Namun setelah kaya tidak lagi. Malah kikir dan terlena dengan hartanya. Itu juga sama, bukanlah orang yang disebutkan rasulullah saw. Terdapat juga orang-orang yang saat jadi rakyat sangat baik. Dekat dengan tetangga, sayang pada sesama, hormat pada ulama, dan amalan salehan lainnya. Namun setelah jadi pejabat, ia berubah drastis. Itu juga tentu sama. Bukan manusia paling mulia. Ada juga orang yang saat kerja magang, honorer atau karyawan tidak tetap, rajin sekali dalam bekerja. Namun setelah dia jadi karyawan tetap atau bahkan PNS, dia berubah. Tidak lagi se-rajin sebelumnya. Ada lagi, saat penuh kesusahan dan atau menghendaki sesuatu ia terus berdoa, memohon kepada Allah SWT siang dan malam. Namun setelah yang diinginkannya tercapai, ia lupa dengan Sang-Pemberinya. Bahkan, contoh yang lebih berasa di lingkungan  keluarga. "Saat pacaran", awal-awal menikah, masing-masing pasangan menunjukkan perhatian kasih sayang yang luar biasa. Terus menolong, rajin mendampingi, mengawasi, hingga banyak memberi hadiah kejutan. Namun setelah lama menikah, atau bahkan memiliki bebrapa anak, sikap tersebut tidak lagi ditunjukkan. Orang-orang demikian sama. Bukanlah yang ditunjukkan oleh rasulullah saw sebagai orang yang paling mulia di hadapan Allah SWT.
Amaliah yang benar ialah yang tetap konsisten dalam kebaikan. Saat remaja hingga dewasa. Saat menjadi rakyat hingga jadi pejabat. Saat karyawan tidak tetap sampai jadi tetap. Saat awal pernikahan hingga lama pernikahan. Bahkan, yang tepat tentunya, selain istiqamah, seyogianya meningkatkan berbagai kebaikan, karenda dengan adanya perubahan, dia memiliki potensi untuk bisa lebih baik lagi dari keadaan sebelumnya.
Â
Wallahu a'lam.Â
Â
Semoga kita dikategorikan sebagai manusia paling mulia di hadapan Allah SWT. amin ya rabbal alaminÂ
Â
Â