Mohon tunggu...
Iim Ibrohim
Iim Ibrohim Mohon Tunggu... Ilmuwan - dosen

Dosen di Universitas Muhammadiyah Bandung, dan Ketua Yayasan Mutiara Embun Pagi Bandung

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Karakteristik Ideal Guru PAI ABAD 21

9 September 2024   14:02 Diperbarui: 9 September 2024   14:04 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Darul Mujahideen School dan Sangkhom Islam Wittaya School Thailand/Dok Pribadi

Dalam sebuah buku berjudul "Al arabiyyah baina yadaik" yang ditulis Dr. Abdurrahman Bin Ibrahim Al-Fauzan dkk, terdapat satu sub judul "Al Ta'lim bainal madhi wal hadhir. Pembelajaran antara dulu dan sekarang. Di dalamnya diterangkan, terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara belajar dahulu dengan sekarang. Di antara perbedaannya, kesempatan belajar pada waktu dulu sangatlah sedikit. Belajar hanya diperuntukan bagi orang-orang kaya atau penduduk kota. Adapun sekarang belajar merupakan hak setiap insan. Oleh karena itu, para siswa sangat banyak dan sekolah serta perguruan tinggi ada dimana-mana. Sampai-sampai muncul suatu ungkapan "Pembelajaran itu bagaikan air dan udara".

Dahulu, untuk bersekolah itu para siswa dipaksa menempuh perjalanan berhari-hari hingga berbulan-bulan dengan mengendarai unta. Rasa cape tidak bisa dihindarkan. Adapun sekarang, sekolah-sekolah dan kampus-kampus sudah banyak. Di setiap kota dan desa. Para siswa berangkat ke sekolah dengan mengendarai mobil atau cukup berjalan kaki. Bahkan, sekarang ini para siswa dapat belajar dari rumah masing-masing dengan memanfaatkan fasilitas internet. Perbedaan yang lain, dulu itu para guru sama sekali tidak mengharapkan gaji karena mereka hanya mengharapkan keridhaan dari Allah SWT. Pun para siswa, mereka betul-betul belajar untuk mendapatkan ilmu. Adapun sekarang berbeda. Para guru mengharapkan gaji yang besar, dan para siswa terlebih dahulu memikirkan ijazah sebelum belajar karena itu jadi salah satu syarat untuk bekerja.

Kondisi di atas tentu saja harus disikapi. Para guru, khususnya guru PAI dituntut kembali meluruskan niatan para siswa, tanpa mengesampingkan kondisi atau kebutuhan pembelajaran di Abad 21. Generasi X, Y, Z hingga Alpha yang memang memiliki keunikan masing-masing harus dibalut dengan panduan teologis. Dengan cara seperti itu, pendekatan dalam pembelajaran akan selalu sesuai dengan perkembangan zaman. Hal itu pula selaras dengan pernyataan Ali bin Abi Thalib yang mengarahkan para guru agar selalu menyesuaikan pembelajaran dengan perkembangan zaman. Para siswa hidup pada zamannya dan tantangan pada zamannya mereka.

Menjadi guru PAI tidaklah mudah. Tantangan dan rintangan terus berganti. Perkembangan zaman mamaksa guru PAI berjibaku menyesuiakan diri. Bonus tambahannya selalu dijadikannya sebagai ujung tombak dalam pembentukan karakter islami yang merupakan tujuan utama dari pendidikan itu sendiri. Guru PAI telah diwanti-wanti illahi rabbi agar takut jika meninggalkan generasi dalam keadaan lemah (Al nisa; 9). Manakala didapatkan siswa yang kurang beradab, guru PAI tidak akan rela. Dengan segenap kualifikasi, akan berusaha mengatasi. Berbagai perjuangan dan pengorban tersebut, maka wajar jika balasannya setimpal. Allah SWT memastikan para guru PAI pada derajat yang lebih tinggi (Al Mujadalah; 11). Memiliki perbedaan dengan yang lainnya (Az Zumar; 9), serta mendapat berbagai kebaikan yang terlahir dari kebaikan para muridnya itu sendiri (Hr. Muslim).

Syekh Azzarnuji dalam kitab taklim mutaklim memberi sebuah syair, Fainna man allamaka harfan min ma tahtaju ilahi fid din, fahua abuka fid din. Barangsiapa yang memberi pengajaran 1 huruf saja kepada para siswa dalam hal agama, niscaya orang tersebut dikategorikan sebagai ayah dalam urusan agama. Kedudukan sebagai ayah dalam urusan agama merupakan kedudukan tertinggi yang dapat mengantarkannya ke syurga Allah SWT.

Jika merujuk terminology ulumul hadits, terdapat tiga unsur hadits yaitu rawi, sanad, dan matan. Rawi ialah orang yang meriwatkan hadits, sanad ialah sandaran, dan matan ialah isi dari hadits itu sendiri. Selanjutnya untuk diterimanya periwayatan suatu hadits, seorang rawi harus memenuhi dua standar, pertama kedhabitan dan kedua keadalahan. Dhabit menyangkut intelektualitas dan adalah menyangkut karakteristik. Dengan demikian guru PAI yang ideal harus melekat kepadanya intelektual dan karakter yang baik. Keduanya harus terus diasah. Intelektual diasah dengan terus belajar memperdalam wawasan. Tidak baik para guru PAI sebatas mengajar tanpa mau terus belajar. Pun demikian karakter harus terus dibiasakan sehingga terpancar akhlak mulia dari para guru yang akan menjadi teladan bagi para siswa.

Di abad 21 yang serba terbuka, para guru juga perlu memperhatiakan beberapa keterampilan seperti 1) pesan surah al inshirah 5-6, dimana para guru harus mampu berpikir kritis dan memecahkan permasalahan yang semakin komplek, 2) pesan surah an nisa 184 dimana para guru dituntut pandai dalam berkomunikasi dengan baik. 3) pesan surah al shaff ayat 4 dimana para guru harus terbiaya berkolaborasi dengan banyak pihak. Seorang guru akan selalu berkomunikasi dan berkolaborasi dengan siswa, orangtua, mitra kerja, atasan, kedinasan, dan lain-lain. 4) pesan surah an naml ayat 41 dimana guru harus selalu kreatif dengan pembelajaran yang diselenggarakan. Pesan ke- 5) disampaikan oleh Allah melalui surah ali Imran 190-191, dimana para guru harus terbiasa melakukan inovasi pembelajaran. Semua itu tidak bisa dihindari. Jika tidak mengikuti dimungkinkan dapat tereliminasi.

Karakteristik ideal lain yang harus diperhatikan para guru PAI, diingatkan oleh rasulullah saw, Allimu, wayassiru, wala tu'assiru. Faidza ghadhabtum, faskutu. Berilah pengajaran kepada para siswa. Beri mereka kemudahan-kemudahan. Jangan pernah guru PAI memberi kesulitan-kesulitan. Andai saja terpakasa marah, maka bagi guru PAI itu cukup diam saja. Kalimat yassiru dalam artian mempermudah, menuntut para guru terus berpikir agar bisa menghadirkan metodologi, pendekatan, dan strategi yang tepat dan terbarukan. Metode dalam mengajar harus terus diulik agar dapat lebeih mermpermudah pemahamann siswa

UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 40 menetapkan, para pendidik dituntut 1) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. 2) memiliki komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan 3) memberi teladan dan menjaga nama baik Lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.  Empat kompetensi guru yang ditetapkan undang-undang yaitu kompetensi pedagogic, professional, kepribadian dan sosial, maka bagi guru PAI tidaklah cukup. Guru PAI bukan sekadar hebat dalam mengajar, tersertifikasi, memiliki kepribadian yang baik dan secara social baik pula, namun guru PAI dituntut pula memiliki kompetensi spiritual, leadership, bahkan berjiwa technopreneursif. Guru PAI tidak boleh berhenti berdoa dan berdzikir kepada Allah SWT untuk para siswanya. Guru PAI dituntut mampu mengelola dan mempengaruhi para siswa agar memiliki akhlak mulia, serta mampu mengelola teknologi agar dapat mengembangkan usaha.

 

Wallahu a'lam 

Pembinaan Guru MEP /Dok Pribadi
Pembinaan Guru MEP /Dok Pribadi

Sharing Pendidikan di Songkhla Tailand/Dok Pribadi
Sharing Pendidikan di Songkhla Tailand/Dok Pribadi

Darul Mujahideen School dan Sangkhom Islam Wittaya School Thailand/Dok Pribadi
Darul Mujahideen School dan Sangkhom Islam Wittaya School Thailand/Dok Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun