Mohon tunggu...
Iim Ibrohim
Iim Ibrohim Mohon Tunggu... Ilmuwan - dosen

Dosen di Universitas Muhammadiyah Bandung, dan Ketua Yayasan Mutiara Embun Pagi Bandung

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kesucian Lahir Batin

30 Oktober 2023   15:01 Diperbarui: 30 Oktober 2023   15:05 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salatlah sebelum disalatkan
Salatlah sebelum disalatkan

Al Thuhur Syathrul iman. Kesucian ialah sebagian dari iman. Itulah pernyataan rasulullah saw dalam hadis shahihnya yang diriwayatkan imam Muslim.

Agama Islam memberi perhatian lebih pada urusan kesucian. Bahkan, kesucian menjadi pra syarat seorang muslim dalam melaksanakan ibadah. Salat yang selama ini dilakukan akan diterima Allah SWT., manakala tubuh kita suci dari hadats besar dan hadats kecil. Tak hanya itu, badan, pakaian, dan juga tempat ibadah harus suci dari najis. Intinya, kaum muslimin harus selalu berusaha untuk menjaga kesucian. Innallaha yuhibbut tawwabina wayuhibbul mutathahhirin (Al Baqarah; 222).

 

Bersuci dari hadats, najis, dan kotoran hati.

Hadats terbagi dua yaitu hadats besar dan kecil. Hadats besar harus dibersihkan dengan mandi besar, sedangkan hadats kecil dengan berwudhu. Manakala tidak air atau dalam keadaan darurat, maka kedua hadats tersebut dapat dibersihkan dengan cara bertayamum (Al Maidah; 6). Jika dilogikakan, maka upaya tersebut tidaklah sampai. Misalnya, yang menyebabkan hadats kecil ialah buang angin, kencing atau BAB. Namun yang harus dibersihkan malah wajah, tangan, kepala dan kaki. Itulah syariat. Semua sudah ada ketentuan. Sebagai muslim, tidak perlu berdebat, cukup melakukan apa yang telah dicontohkan.

Merujuk kitab-kitab ulama Syafiiyah, Najis itu sendiri, terbagi tiga, mughaladhah, mutawasithah, dan mukhafafah. Najis mughaladhah terjadi karena adanya jilatan anjing pada suatu benda yang harus dibersihkan dengan air sebanya 7x, salah satunya menggunakan pasir. Najis mukhafafaf ialah kencing bayi laki-laki yang belum berusia 2 tahun dan belum makan dan minum apapun kecuali ASI, diberishkan dengan diciprat air. Selain mughaladhah dan mukhafafah, maka najisnya masuk kategori mutawasithah. Harus dibersihkan sampai benar-benar bersih. Bentuknya, ada yang masuk kategori ainiyah (nampak), dan ada yang masuk kategori hukmiyah (tak nampak).

Selain hadats dan najis, terdapat hal penting lainnya untuk selalu dijaga kebersihannya, yaitu jiwa kita dari penyakit-penyakit hati. Allah SWT memang telah memberikan potensi kepada setiap ummat manusia jalan kefasikan dan ketakwaan. Sangat beruntung orang yang selalu berusaha untuk membersihkannya, dan sangat merugi orang yang mengotorinya (Al Syams; 8-10).

Dalam konsep ilmu tasauf dikenal rumus 3T yaitu Takhalli, Tahalli, dan Tajalli. Takhalli ialah upaya mengosongkan diri dari sifat-sifat buruk, Tahalli mengisi/menghiasi dengan sifat-sifat terpuji, lalu Tajalli ialah jiwa yang dianugerahi Nur illahi sebagi dampak dari Takhalli dan Tahalli itu sendiri.

Selanjutnya, Imam Al Ghazali merekomendasikan 7 langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga dari dari kotornya hati atau dikenal dengan tazkiyatun nafs. Ketujuh upaya tersebut 1) taubat, 2) wara, 3) juhud, 4, sabar, 5) syukur, 6) Tawakal dan 7) Makrifat.

Secara Bahasa taubat artinya berhenti dari dosa. Manakala kita berbuat khilap kepada Allah SWT, maka kita harus memohon ampun, menyesali diri, dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. Allah SWT dipastikan akan mengampuni karena Allah Zat yang Maha Pengampun. Namun jika dosanya dilakukan kepada sesama ummat manusia, maka tidak ada cara kecuali kita meminta maaf kepada orang yang telah disakiti.  

Wara ialah hati-hati, menahan diri, atau menjaga diri agar tidak terjerumus kepada jurang kebinasaan. Kita diingatkan oleh kisah seorang pemuda yang menemukan apel lantas memakannya karena saking laparnya. Untuk memastikan apel yang dimakannya itu halal, maka si-pemuda terus mencari-cari pemiliknya. Dia bersedia menikahi putri pemilik apel walau dia itu bisu, tuli, dan lumpuh. Atas iktikad mulianya tersebut, pada akhirnya pemuda tersebut mendapat kemuliaan dari Allah SWT. Bisu, tuli dan lumpuh itu bukan hakiki melainkan maknawi.

Zuhud dikenal dengan sifat yang lebih mengutamakan kehidupan akhirat. Bukan berarti tidak memperdulikan urusan dunia, namun urusan akhirat itu lebih diutamakan. Hidup di dunia hanya sebentar saja dan sebagai wasilah dalam mengapai kehidupan yang abadi di hari akhir nanti. Sifat zuhud sangat dicintai Allah SWT.

Sabar dapat diartikan ikhlas menerima segala sesuatu yang telah menimpa pada dirinya.  Orang yang sabar selalu berkhusnudhan pada ketentuan dari Allah SWT. Pun demikian orang yang sabar selalu berupaya mengendalikan diri. Bukan hanya sabar saat diuji sesuatu yang menyakitkan saja dengan tetap beribadah kepada Allah, melaikan atas ujian kebahagiaan juga. Apakah akan mengembalikannya kepada Allah SWT., atau malah berlaku sombong.  

Sifat lainnya untuk menjaga kesucian jiwa ialah syukur. Secara Bahasa syukur ialah berterima kasih. Pada implementasinya dipastikan berterima kasih atas segala sesuatu yang telah Allah SWT berikan kepadanya. Al Syakirin meyakini, dengan bersyukur, karunia yang diperolehnya akan terus memberikan keberkahan. Al syakirin juga selalu memiliki kepekaan social. Dia sadar, dari sekianbanyak rizki yang dimilikinya, terdapat hak orang lain yang harus ditunaikan.

Tawakal ialah berserah diri kepada Allah SWT sambil atau sesudah berusaha. Tawakal merupakan salah satu indicator dari keimanan (Al Anfal; 2). Seseorang yang memiliki jiwa tawakal, biasanya pantang menyerah dan selalu memaksimalkan usaha. Teologi qodariyah dijadikan semangat untuk memaksimalkan usaha, dan teologi jabariyah dijadikan benteng keimanan. Segala seuatu atas kehendak Allah SWT. Atau, kedua teologi tersebut digabungkan. Pada saat akan melalui sesuatu, seorang yang tawakal akan selalu menguatkan dengan doa dan memaksimalkan usaha

Sifat terakhir dalam tazkiyatun nafs yang direkomendasikan Al Ghazali ialah Makrifat. Ma'rifat merupakan pengetahuan tentang penyerahan diri seseorang kepada Allah SWT. Seseorang yang yang ma'rifat, akan selalu berusaha dekat dan dekat kepada Tuhannya. Dia sadar, segala gerak langkahnya selalu terkoneksi dengan nilai-nilai illahi. Dia akan takut manakala melakukan amalan yang tidak diridhai Allah SWT. Sifat ma'rifat ialah puncak dari kedekatan seseorang pada Tuhannya. Maka tak heran manakala seseorang yang ma'rifat akan menunjukkan akhak mulia.

Wallahu a'lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun