Mohon tunggu...
Iik Nurulpaik
Iik Nurulpaik Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Akademisi, Pemerhati Pembangunan Bangsa

Edukasi jalan literasi peradaban

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Makna Murid Bagi Guru, Guru Bagi Murid

4 Desember 2022   08:14 Diperbarui: 4 Desember 2022   14:58 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ingatkah anda saat pertamakalinya berhadapan dengan guru ketika masuk sekolah, di TK atau SD?. Saat itu masih seorang bocah kecil mungil, bahkan agak sedikit tambun karena terlalu banyak minum susu supaya pintar kata ibu. 

Anda kala  itu masih belum tahu seluk-beluk kehidupan di sekolah. Dituntun ayah dan ibu dengan penuh kasih sayang dan harapan, bahkan ada pula yang diantarakan oleh si bibi, sopir, tukang kebun. Dengan hati berdebar anda menyongsong suatu dunia yang baru, menghadapinya dengan harap-harap cemas, Sekolah!!. 

Saat hari pertama sekolah, banyak anak lain berkerumun di halaman sekolah, menunggu nasib yang sama dengan anda. Tentu saja anda belum mengenal mereka. Nakal-nakalkah ataukah baik-baik mereka kala itu?. 

Giliran nama anda dipanggil guru, Fulan!, berdebarlah sambil malu dan ragu menoleh kepada orang tua pembimbing anda. Beliau mengangguk dan tersenyum memberi dorongan, seakan mengatakan , ayo anaku! kamu bisa!. Dengan lugu, anda melangkah menuju kedepan menghampiri guru. 

Beliau mengulurkan tanganya penuh perhatian, kecintaan, dan persahabatan menerima, seraya mengelus-ngelus pundak  dengan penuh kasih sayang. Kemudian mengajukan beberapa pertanyaan perkenalan pada anda, siapa namamu nak, umurmu berapa tahun, rumahnya dimana, nama ayahmu siapa, nama ibumu siapa, dst. 

Saat itu mungkin ada pula diantara anda yang tidak tahu nama ayah dan ibunya, barangkali anda menjawab semampunya. Mungkin saja jawaban tidak benar ataupun kurang jelas terdengar oleh beliau. Tapi ibu/bapak guru tetap tersenyum  mengangguk-angguk, entah apa makna anggukannya itu, dan beliau tetap memuji anda: "bagus nak, kau anak yang pintar", kemudian beliau membimbing anda ke ruang kelas, dunia yang baru bagimu saat itu. 

Demikianlah gambaran yang masih lekat dalam ingatanku, mungkin juga anda. Kalau ingat masa itu rasanya tak akan seorangpun lupa akan jasa guru yang telah memberikan sentuhan keyakinan bagi siswanya untuk masuk melangkah kedunia baru, itulah langkah pertama kita dalam menyosong esok dan kini.

Gembira sekali rasanya kala pertama kali masuk sekolah, banyak kawan dari berbagai tetangga kampung. Sekolah terasa gembira, amat menyenangkan.  Saat belajar di kelas sepertinya ingin selalu menunjukan pada guru tentang kepandaian masing-masing, tapi ada pula kawan lain yang memilih diam karena malu. 

Guru kami selalu sabar, tak pernah rasanya beliau memarahi tatkala kami ribut di kelas, guru kami selalu berupaya sabar dan menunjukan kasih sayangnya, mungkin karena beliau merasa tanggungjawab atas tugas yang diembannya, ia menjadi pendidik dari anak masyarakat selama waktu tertentu di sekolah.

Terbanyang pula kala itu, betapa guru seorang hebat dan kepintarannya luar biasa, tak ada rasanya orang yang lebih hebat dan pintar seperti beliau, dalam benak aku kala itu, guru pasti akan tahu jawabannya untuk pertanyaan apapun. 

Kalau ditanya siapa orang yang paling pandai disekitar lingkungan tempat tinggal, dikampung kita, rasa-rasanya gurulah yang paling tahu atau paling pintar dan bisa, tak ada yang lain, sebab hampir seratus persen orang tua kami dikampung saat itu buta hurup. 

Jarang sekali di desa kami yang tahu bahwa ibu kota negara Indonesia adalah Jakarta, atau provinsi Jawa Barat adalah Bandung, kami tahu itu melalui pelajaran IPS yang diajarkan guru disekolah. Maklumlah hampir semua warga di desa kami tidak "makan sekolahan", bahkan para orang tua banyak yang masih merasa presiden RI adalah Soekarno padahal sudah Soeharto. 

Ya, guru bagi kami waktu itu merupakan sosok ajaib, kok serba banyak tahu, pandai sekali beliau. Bayangkan pertamakali bisa tahu hurup "abcd" angka 1,2,3,4, dst, gurulah yang membimbingnya dengan sabar dikelas kala itu. 

Guru kami mengajarkan bagaimana merangkai hurup demi hurup menjadi kata dan kata menjadi kalimat sehingga menjadi nama sendiri, nama ayah, ibu, kakak, adik, dan lain sebagainya. Kalau tak masuk sekolah dan diajari guru, mustahil rasanya semua itu. Begitu senang dan bangga kalau hari itu bisa menuliskan sesuatu dan bisa membacanya, terlebih kalau guru menyuruh menuliskan dan membacanya di depan kelas.

Kini guru saya (juga anda) kala itu ada yang masih aktif bertugas, purnabakthi  bahkan mungkin pula yang telah wafat. Tapi seperti kata pepatah, guru tetap guru, tak ada bekas guru ataupun bekas murid, yang ada adalah guru saya waktu sekolah di....! atau murid saya waktu di sekolah anu....!. Kini kita, banyak yang sudah melupakan arti guru bagi kita sebagai muridnya. 

Seringkali kita merasa bisa seperti saat ini bukan karena guru. Bahkan seorang kawan yang telah berhasil menyelesaikan studinya di sebuah Universitas terkemuka merasa bahwa orang yang paling berjasa adalah profesornya pembimbingnya di universitas, bahkan ada pula yang merasa karena kerja kerasnya sendiri. 

Ya, guru memang seringkali terlupakan begitu saja seperti tak pernah ada dan memberikan arti dalam kehidupan kita. Mungkin pula ada benarnya apa yang dikatakan Amelia Stanele, seorang guru teladan tahun 2003 dari Sekolah Menengah Blackmon Road, Ohio City, USA, ujarnya "orang akan selalu melupakan apa yang kita lakukan. Mereka juga akan selalu melupakan apa yang kita katakan. Tetapi mereka tidak akan pernah melupakan apa yang mereka rasakan karena kita". 

Lain lagi kata Emiel Hamberlin, guru teladan dari Ilinois, "saya ingin murid-murid saya tahu bahwa saya peduli dengan apa yang mereka lakukan dalam hidup. Saya dan guru-guru lain menanamkan sukses ke dalam pikiran mereka, kemudian mendorong, mengguncang, membujuk, meneriaki, dan bahkan kadang memaksakan sukses kedalam diri mereka". 

Lain Stanele dan Hamberlin lain pula Kaiser, guru teladan dari Indiana, yang mengatakan pada muridnya, "saya peduli padamu sebagai seseorang dan akan melakukan apapun yang saya bisa untuk membantumu meraih sukses, sekarang atau sepuluh tahun kemudian. Kamu adalah murid saya seumur hidup, baik kamu suka atau tidak". Demikian ungkapan para guru teladan di Amerika yang termuat dalam buku yang menrakik "Teacher of the Years". Luar biasa para guru ini.

Ya, guru saya juga anda, memang hebat sekali, beliau sabar dan tetap menunjukan dedikasi yang tinggi terhadap profesi dan murid-muridnya. Cita-cita guru memang amat sederhana, guru merasa berhasil dan bangga kalau muridnya suatu masa dihari esok lebih berhasil dari dirinya. 

Rasanya tak mungkin saya juga anda merasakan terangnya kehidupan seperti sekarang ini tanpa sentuhan guru. Kini guru saya juga guru anda, banyak yang sudah usia lanjut, banyak pula yang sudah purnabakti dan bahkan wafat meninggalkan harapan dan cita-citanya tentang murid-muridnya dikemudian hari. 

Mulia sekali harapan dan cita-citanya itu. Rasanya andaikan saja ada diantara muridnya itu jadi presiden, jenderal, profesor, rektor, gubernur, wali kota, atau apapun, dan mereka baik-baik semua, beliau akan tersenyum penuh bangga. 

Tapi takkala murid-muridnya menjadi penjahat, koruptor, maling, penindas rakyat, mungkin andaikan Tuhan mengijinkan beliau akan bangkit dan kembali mengatakan wahai muridku aku tak pernah mengajari kalian untuk menjadi orang seperti itu, melainkan jadi orang baik-baik yang berguna bagi kehidupan. Itulah makna murid bagi guru, guru bagi murid.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun