Namun, jelas bahwa cukup mudah untuk kehilangan kepercayaan pada lembaga pemerintah yang perilakunya secara luas dipersepsikan sebagai tidak relevan atau kontraproduktif. Lebih sering daripada tidak, demokrasi yang kuat memungkinkan individu yang kurang dikenal namun kompeten untuk naik ke jajaran pemerintahan, ini berarti bahwa hubungan keluarga mulai memengaruhi penunjukan penting. Ketika lembaga pemerintah bergantung terutama pada hubungan keluarga dan kepercayaan, mereka kehilangan kepercayaan dan efisiensi, yang merupakan sesuatu yang terutama diharapkan dari mereka.
Dalam skenario ini, masalah yang diangkat mirip dengan tim sepak bola yang mencoba memulihkan performa mereka dalam permainan hanya untuk melihat salah satu pemain mereka melukai diri sendiri selama permainan rutin. Seperti yang diharapkan, manajer tim harus memfokuskan perhatian pada taktik yang dapat memungkinkan tim menyelesaikan permainan sambil mencoba mengatasi berbagai komplikasi dengan dukungan dari beberapa penggemar media sosial. Kekecewaan semacam itu terlihat jelas dalam struktur pemerintahan suatu negara, sering kali kehilangan tujuan karena dibebani oleh penunjukan manipulatif terlepas dari kompetensi individu. Alih-alih mendukung klien, seseorang harus mendukung seseorang dengan kumpulan keterampilan yang kemampuannya memungkinkannya untuk mengalahkan klien saat diperlukan. Ada isu objektif yang tetap belum teratasi dan yang kemungkinan akan menentukan keberhasilan suatu negara di bidang seperti acara olahraga di panggung global, masalah ekonomi, dan isu relevan lainnya.
Kakistokrasi dan politik balas budi adalah dua praktik yang merusak prinsip meritokrasi dalam pemerintahan. Jabatan publik yang seharusnya diisi oleh individu yang ahli dan kompeten kini seringkali ditempati oleh mereka yang memiliki kedekatan dengan penguasa. Fenomena ini menyebabkan birokrasi dipenuhi oleh orang-orang yang mungkin tidak sepenuhnya memahami atau mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Dalam konteks keamanan data, lemahnya perlindungan data di Indonesia mencerminkan kurangnya pemahaman dan keseriusan dari pihak berwenang. Setiap kali terjadi kebocoran data, pemerintah tampak acuh tak acuh dalam memperbaiki sistem dan lebih memilih mencari pembenaran daripada memperkuat keamanan. Situasi ini mendesak perlunya reformasi dalam birokrasi, di mana penempatan pejabat harus didasarkan pada kompetensi dan kemampuan, bukan sekadar hubungan politik. Selama jabatan publik tetap digunakan sebagai alat politik balas budi, masyarakat akan terus berada dalam posisi yang rentan, dan kepercayaan publik terhadap pemerintah akan semakin menurun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H