Mohon tunggu...
Ihza Andhika
Ihza Andhika Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Efisiensi Harus Kalahkan Konspirasi di Proyek PLTGU Jawa 1

26 September 2016   11:41 Diperbarui: 26 September 2016   12:03 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia, negara dengan sekitar 255 juta penduduk ini masih belum 100% dialiri listrik. Ini hal yang tentunya sangat memprihatinkan, masih banyak saudara kita yang hidup tanpa listrik. Oleh karena itu, penyediaan listrik nasional sudah selayaknya masuk menjadi agenda utama para petinggi negara. Tidak bisa ditawar lagi. Untungnya, pandangan ini juga disetujui oleh Presiden kita, Pak Jokowi. Jokowi memiliki visi untuk menyediakan pasokan listrik sebesar 35.000 MW di tahun 2019.

Beberapa pembangkit sedang dibangun atau dalam proses pemilihan tender untuk meraih visi ini. Salah satu megaproyek pembangkit yang sedang dalam masa tender adalah PLTGU Jawa 1. Pemberitaan soal ini saya lihat mulai ramai, banyak juga media yang mulai mengeluarkan analisis-analisis mengenai apa faktor utama yang harus dipertimbangkan PLN sebagai penyelenggara tender dalam penentuan pemenang. Masalah ketersediaan lahan untuk pembangunan pembangkit mulai muncul ke permukaan. Banyak pihak yang mulai mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya proses reklamasi jika pemenang tender proyek ini adalah perusahaan yang belum memiliki lahan, termasuk organisasi sekelas WALHI. Namun, ada satu faktor penentu kemenangan tender yang menurut saya penting tapi masih jarang mendapat sorotan, yaitu soal efisiensi teknologi yang digunakan di pembangkit PLTGU Jawa 1 ini.

Sebagai salah seorang orang yang dengan background pendidikan teknik mesin, saya memahami betul bahwa efisiensi pembangkit harus menjadi salah satu faktor pertimbangan utama dalam penentuan pemenang tender PLTGU Jawa 1 ini. Mengapa efisiensi mesin pembangkit menjadi sangat penting? Pada dasarnya, sekitar 70% harga listrik berasal dari komponen bahan bakar.  Harga bahan bakar sangat menentukan dalam penetapan harga jual listrik. Makin efisien sebuah  mesin pembangkit, makin hemat pemakaian bahar bakar dan ini berakibat makin rendahnya harga listrik yang dijual oleh PLN kepada masyarakat.

Efisiensi ini merupakan faktor penting, tapi sayangnya isu efisiensi ini sangat bisa dimanipulasi. Saya pernah membaca artikel dimana salah seorang pengamat energi di Indonesia menyatakan bahwa rancangan syarat dan ketentuan proses tender pembangkit listrik dapat ‘dimainkan’ sedemikian rupa hingga efisiensi mesin tidak menjadi faktor penting untuk diperhatikan dalam pemilihan pemenang. Contoh kasus seperti ini disinyalir bisa dilihat di proyek PLN yang dimenangkan dan dikelola Mitsubishi, yaitu pembangkit di Muara Karang. Beberapa ahli memperkirakan bahwa mesin-mesin yang dipakai di Muara Karang adalah mesin yang jauh lebih tidak efisien jika dibandingkan dengan yang tersedia di pasar saat ini.

 Selain itu, masih menurut ahli tersebut, efisiensi mesin Mitsubishi juga masih kalah dengan pesaing lainnya di tender proyek ini, yaitu GE dan Siemen.  Menurut laporan yang beredar, efisiensi mesin GE mencapai angka sekitar 62%, Siemen sekitar 60%, dan Mitsubishi 59 %. Mungkin Anda berpikir, ‘ah hanya beda 1%, tidak signifikan’, tapi tahukah Anda bahwa setiap perbedaan 1% efisiensi berkontribusi terhadap biaya tambahan mencapai 2 juta US$ per tahunnya? Mari kita coba perkirakan, jika durasi proyek ini sekitar 15-25 tahun, berapakah pemborosan uang negara yang akan terus disumbangkan karena ketidakefisienan semacam ini?

Komponen lainnya yang bisa di-setting atau dimainkan dalam rancangan syarat dan ketentuan tender pembangkit listrik adalah soal hasil keluaran produksi listrik yang dimanipulasi hingga cocok dengan mesin tertentu. Konspirasi seperti ini kuat dikabarkan juga terjadi di pembangunan pembangkit Muara Karang. Contohnya, jika Mitsubishi kapasitas mesinnya 500 MW maka kapasitas persyaratan tender yang diminta PLN juga ‘disesuaikan’ menjadi sebesar 500 MW juga. Hal ini supaya permintaan kapasitas PLN dengan kapasitas mesin peserta tender tertentu menjadi klop dan cocok.  Untuk informasi tambahan juga, kabarnya teknologi yang digunakan oleh Mitsubishi untuk pembangkit Muara Karang juga sudah tua, dari tahun 90-an, sedangkan teknologi kompetitornya yaitu GE dan Siemen masih baru dan berusia muda.

Walaupun sudah banyak fakta dan hitung-hitungan yang menunjukkan performa mesin Mitsubishi yang kurang, tetapi entah mengapa PLN masih lebih condong untuk memilih Mitsubishi sebagai pemenang berbagai tender proyek pembangkit. Ada apa ya?

Sekarang indikasi dukungan PLN pada Mitsubishi di proyek PLTGU Jawa 1 yang sedang proses tender juga muncul ketika Direktur Utama PLN Sofyan Basir menyatakan bahwa perusahaan dari Jepang-lah yang berpeluang untuk menang tender PLTGU Jawa 1. Belakangan ini, ramai dilaporkan bahwa perusahaan yang dimaksud adalah Mitsubishi. Ini saya rasa perlu diklarifikasi lebih dalam oleh PLN agar tidak muncul kecurigaan dari publik seperti yang sekarang sudah berkembang. Saya sebagai anggota masyarakat dan pemerhati listrik nasional hanya bisa berharap PLN bisa tetap objektif menilai mana perusahaan yang paling layak memenangkan tender PLTGU Jawa 1, terutama dari segi kesiapan, kualitas, dan efisiensi teknologi yang digunakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun