Mohon tunggu...
Ihya Aditya Fami Maarif
Ihya Aditya Fami Maarif Mohon Tunggu... Freelancer - Im Human.

Random Thoughts Are Pleasureable.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Percakapan antara Sergiala dan Bulan: Harapan

23 Juli 2021   15:16 Diperbarui: 23 Juli 2021   15:34 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sang Serigala selalu terpukau pada Bulan. Dalam situasi apapun, bulan selalu sabar dan bijak meski pertemuan di setiap wilayah hanya terhitung beberapa jam. Berbeda dengan sang Serigala, Bulan selalu menaruh harapan pada apapun dan tidak pernah menyesali pada setiap harapan yang sirna.

Bulan memiliki satu kepercayaan yang besar, dan dia tidak pernah menyerah pada harapan tersebut. Bahkan Bulan percaya, ia akan bertemu dengan Matahari. Suatu saat, meski hanya sesaat.

"Putih, coba lihat birunya langit dan birunya lautan di depanmu.."
"Kenapa?" tanya sang Serigala sambil mengusap mata dengan kakinya. "saat malam, biru mereka selalu terlihat menyedihkan"
"Karena segala suatu ada waktunya."
"Lalu?"
"Saat musim gugur, daun selalu mengikuti kemana angin membawanya, meski ia sadar saat berpisah dengan rantingnya, berarti ia mati."
"Lalu?"
"Tetaplah berharap. Pada waktunya akan tersampaikan. Bila tidak, ikuti kemana angin membawamu selanjutnya." Tegas Bulan agar sang Serigala tidak menyerah. "Pada akhirnya, semua tetap akan mati bukan?"

Bulan tak peduli bagaimana sang Sergiala meneriakinya. Ia justru senang, sang Serigala dapat melepaskan emosinya tanpa merugikan mahkluk hidup lain. Bahkan sekarangpun Bulan berharap pada sang Serigala, agar tidak menyerah pada harapannya. Agar mampu berharap pada sebuah harapan.

Bisa jadi bulan disebut satelit bagi bumi bukan hanya karena ia mengelilingi planet yang kita pijaki. Namun juga karena bulan mampu teguh dan terus memberikan contoh yang dapat di tafsirkan oleh mahkluk hidup lainnya agar hidup lebih layak dan terus merangsang kebahagiaan. Sebagaimana sang Bulan yang tetap tidak bosan mendengarkan celotehan diiringi teriakan kekesalan sang Serigala.

Sang Serigala nampaknya mulai menerima saran yang tak pantas diberikan kepada dirinya karena buas dan selalu penuh emosi. Namun, selayaknya serigala lainnya, Putih harus selalu beradaptasi agar tetap hidup dan meraih kebahagiaannya.

"Putih, kalau boleh tau, apa yang sebenarnya dirimu harapkan sampai-sampai membuatmu mengutuk dirimu sendiri tidak kepada pohon maple?" Tanya sang bulan pada sang Serigala yang kembali memandangi lautan tenang nan statis.
"Aku ingin berubah, aku ingin mendapatkan sesuatu." "Namun seringkali mahkluk lain menafsirkan keinginan perubahanku karena aku ingin mendapatkan hal tersebut. Padahal jelas, keduanya berbeda. Maka aku berharap agar semua orang paham dengan apa yang sebenarnya ada, tanpa menyeletuk dengan penuh najis dari mulut mereka dan tanpa perlu aku menjelaskan apa yang sebenarnya hingga keringatku bercampur darah."
"Baik, teruskan harapanmu. Kau tidak salah. Kau tidak pernah salah dalam hal apapun. Benar dan salah hanyalah sebuah ilusi terhadap ambisi dan nafsu mahkluk hidup."
Benar dan salah hanyalah sebuah ilusi, kata sang Bulan. Saat seekor singa merasa benar untuk menerkam hyena satu lawan satu, maka dilakukan lah hal tersebut oleh seekor singa. Saat hyena merasa hal tersebut salah karena tidak adil, maka dicarilah pembenaran bahwa seharusnya singa sebanding dengan empat sampai lima hyena. Dan mahkluk lain hanya akan memperdebatkan tentang siapa yang benar-benar kuat dan lemah.

Teruslah, teruslah berharap. Berjuanglah tanpa henti. Bulan mendoakan sesiapun yang menikmati perjuangannya, yang menikmati juga prosesnya. Di akhir perbincangan, bulan menjelaskan pada sang Serigala, bahwa makhluk hidup sebenarnya diberikan keadilan tingkat tinggi oleh sang pencipta---meski sekarang maknanya menjadi tidak adil.
Mereka hidup diantara biru laut dan biru langit. Mereka berdiri di tempat paling aman. Jika berada di langit, kemungkinan jatuh dan menabrak atmosfer lalu terbakar sangat besar. Jika berada di laut, kemungkinan tenggelam dan di telan seekor paus bisa saja terjadi meski setangguh apapun mereka berenang.


"Nikmatilah, Putih. Kau memiliki halang rintang yang mendukungmu."
Tak terasa waktu kedatangan Matahari sebentar lagi, Bulan harus segera bergegas agar tidak mengganggu tatanan surya.
"Bulan, tunggu. Benar bahwa berharap tidak pernah salah? Berahap apapun dan pada apapun?" Tanya sang Serigala terburu-buru karena tau Bulan akan pergi sebentar lagi.
"Tidak, tapi.."
"Tapi apa bulan?!"
"Tapi ingatlah, Tetaplah berharap. Pada waktunya akan tersampaikan. Bila tidak, ikuti kemana angin membawamu selanjutnya." Jawab bulan dengan lembut sambil bergegas.
"Baiklah! Aku paham! Dan terimakasih, Bulan Purnama!"

Teriakan kencang yang dilanturkan sang Serigala adalah ucapan terakhir disaat Bulan mulai berenang ke laut dan muncul cahaya kekuningan dari arah timur. Bulan memang tidak pernah mengucapkan selamat tinggal, meski kepada sang Matahari. Karena ia tau, pertemuan akan selalu hadir. Sang pencipta sudah menjadwalkan.

17/07/2021 -- Ddt.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun