Faktanya semua sektor saat ini sama-sama kesulitan, tidak perlu dijabarkan kembali, dari yang umum hingga jarang tersorot sedang merasakan perputaran situasi. Supir ambulan pun mendadak panggilannya lebih banyak dari ojek online, teknik kemudinya semakin terlihat seperti pembalap, kasihan supirnya juga penumpangnya. Kalau saya ditanya mending mana?
Menjadi pengemudi ugal-ugalan sekaligus menjadi supir ambulan, atau menjadi penumpang yang dijemput tepat waktu dengan perjalanan yang di spesialkan? Maka otak waras saya tentu memilih untuk sepi. Lebih baik dari keramaian dirumah sakit atau ruang isolasi masal.
Bukankah kita merindukan situasi dimana kita dapat berkumpul dengan orang-orang terkasih? Jika kita terlalu menekan ego kita sekarang, situasi tersebut tidak akan dapat kita alami kembali.Â
Bisa saja umur kita sudah dicukupkan untuk menikmati kebersamaan seperti sediakala. Bisa saja bila kita tidak bisa menahan rasa akan keramaian, pulang-pulang kita malah membawa kesulitan, atau mungkin malaikat maut untuk orang tersayang. Semoga saja tidak.
Maka dari itu, mulailah untuk "Sepi" demi "Keramaian" yang akan datang.Â
Bila tidak ada urgensi jangan keluar rumah apalagi sengaja menghampiri kerumunan. Jangan juga melakukan tindakan latah, seperti memburu susu naga dan hal-hal lainnya yang tidak penting. Tetaplah patuhi protokol yang dianjurkan, lakukan vaksin secepat mungkin.Â
Ingatlah, "Badai pasti berlalu." Kita hanya perlu sabar dan menerima, segala yang kita lakukan tidak akan sia-sia. Demi kebaikan bersama, demi kebaikan untuk orang tersayang.
Semoga pandemi ini cepat usai! Serukan rindu keramaian dalam kesepian ini!
Ihya Aditya. Bandung, 3 Juli 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H