Mohon tunggu...
ihsnzaki__
ihsnzaki__ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tambang Untuk Kampus: Kebijakan Visioner atau Politisasi Pendidikan?

29 Januari 2025   22:17 Diperbarui: 29 Januari 2025   22:17 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wacana Revisi UU Pertambangan Mineral dan Batubara

Awal tahun 2025, masyarakat Indonesia disuguhkan dengan Penetapan Rancangan Undang Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba) sebagai usul inisiatif DPR RI pada sidang paripurna kedua yang dilaksanakan hari kamis, 23 Januari 2025. Bob Hasan, selaku ketua Badan Legislasi (Baleg DPR) mengungkapkan terdapat empat poin baru yang diusulkan masuk dalam revisi UU Minerba. yaitu Percepatan Hilirisasi Mineral dan Batubara, Aturan Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk Ormas Keagamaan, Pemberian IUP kepada Perguruan Tinggi, dan Pemberian IUP untuk UMKM.

Salah satu poin kontroversial dalam revisi ini adalah wacana memberikan IUP pada perguruan Tinggi. Seiring dengan hal itu, beragam pertanyaan pun mucul; seperti Apakah perguruan tinggi memiliki kapasitas dalam pengelolaan tambang secara profesional? Bagaimana dampak kebijakan ini terhadap fungsi utama kampus sebagai altarsuci pendidikan? Paling utama, apakah kebijakan ini benar-benar murni untuk kemajuan pendidikan, atau jangan jangan merupakan salah satu bentuk pembungkaman dari pemerintah?

Mengapa hal ini diajukan?

Sebelumnya, pemerintah periode Jokowi telah membuka jalan bagi ormas keagamaan untuk mengelola lahan tambang melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 (pasal 83A). Bambang Haryadi yang merupakan anggota Komisi XII DPR, berpendapat bahwa diperlukan dasar hukum yang kuat untuk mendukung PP tersebut. Oleh karena itu, Badan Legislasi (Baleg DPR) mengusulkan revisi UU Minerba.

Pemerintah beranggapan, bahwa Perguruan tinggi diisi dengan orang orang yang kompeten dalam bidangnya, maka Revisi UU Minerba ini bisa diimplementasikan sesuai dengan teori yang mereka pelajari. Disamping itu, revisi ini bertujuan untuk mengakomodasi perkembangan sektor pertambangan, terutama dalam hal hilirisasi dan pengelolaan sumber daya alam yang lebih efisien sesuai dengan kebijakan strategis presiden Prabowo Subianto. Sufmi Dasco yang merupakan seorang wakil ketua DPR RI juga menambahkan bahwa ini bisa menjadi alternatif bagi kampus untuk mencari sumber pendanaan mereka. Senada dengan pemerintah, Budi Djatmiko, salah satu penggagas wacana ini yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) berpendapat bahwa Hasil tambang bisa digunakan untuk operasional kampus, gaji dosen, dan uang kuliah mahasiswa.

Dampak Negatif: Resiko Di Balik Revisi UU Minerba

Disamping semua iktikad baik yang diucapkan dihadapan publik tersebut, beragam reaksi Masyarakat pun bermunculan. Misalnya yang berasal dari internal Baleg DPR RI terlebih dahulu, ada Putra Nababan yang mempertanyakan proses penyusunan Rancangan Undang Undang ini. Pasalnya, ia baru menerima naskah akademik setebal 78 halaman, 30 menit sebelum rapat dimulai. Selain Putra, Pernyataan tersebut juga didukung oleh Benny K. Harman. Menurutnya, alih-alih untuk menyelesaikan sebuah permasalahan, draf RUU Minerba justru memunculkan lebih banyak persoalan baru yang cukup kompleks, ia menyoroti beberapa poin dalam RUU yang dinilai memerlukan penjelasan lebih rinci, seperti pemberian izin usaha pertambangan kepada Perguruan Tinggi.

Selain kedua anggota baleg tersebut, banyak pihak yang mengasumsikan bahwa Langkah pemerintah ini merupakan sebuah pelemahan terhadap profesionalitas perguruan tinggi. Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pendidikan Indonesia, Cecep Darmawan berpendapat bahwa alih-alih memberikan kampus untuk mengelola tambang, lebih baik intensitas pelibatan kampus dalam tahapan riset itu ditinggikan, agar pertambangan yang dilakukan itu sesuai kebutuhan dan dapat meminimalisir kerugian terhadap lingkungannya sebagai dampak dari pertambangan.

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid yang juga aktif mengemukakan pendapatnya di dunia maya menyoroti hal serupa, ia menilai bukan ranahnya universitas untuk menjalankan usaha pertambangan ini. "Ada baiknya kampus tetap berfokus pada misi utama, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian," ujarnya. Selain beberapa civitas akademika diatas, beberapa kelompok Masyarakat pun menyuarakan hal yang sama, contohnya Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) yang menilai Revisi UU Minerba ini menguntungkan elite, dan berpotensi mengkriminalisasikan warga terdampak. Ia melihat peristiwa konflik warga dengan perusahaan tambang, perampasan ruang hidup masyarakat, terganggunya kesehatan warga, hingga pencemaran sumber air dan laut yang tidak menjadi perhatian DPR dan pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun