Mohon tunggu...
Ihsanul Fikri
Ihsanul Fikri Mohon Tunggu... Jurnalis - merupakan mahasiswa komunikasi dan penyiaran islam (KPI) di UIN Walisongo Semarang

hanya sebuah deretan huruf yang dapat kau baca, yang ingin menjadi besar dengan catatan hidup yang panjang. selamat menikmati.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebudayaan Kasur Tua

24 Desember 2019   17:51 Diperbarui: 24 Desember 2019   18:19 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berkali-kali saya mencari di mesin pencarian google mengenai esai budaya.  Hal ini saya lakukan bukan karena keinginan saya sendiri, tapi ada suatu alasan di balik itu. Beberapa waktu lalu dalam diskusi buletin alaska (aliansi sastra kampus) LPM MISSI (lembaga presma di kampus), saya mendapat kesempatan untuk menulis rubrik esai budaya. Sayangnya, sampai sekarang saya belum menemukan ide.

Barusan saya menemukan sebuah kutipan yang cukup sarkasme di google dari almarhum WS rendra, si burung merak dari solo. Dia adalah sastrawan kenamaan indonesia, sebagai seorang penyair tak hanya menulis tapi juga naik ke atas podium. Sepulang dari studinya di amerika Rendra mendirikan "bengkel teater" hanya sebatas itu yang saya tahu tentang sosoknya.

Dalam kutipan Rendra tertulis begini "kebudayaan jawa adalah kasur tua".

Siapa pula yang tak tersinggung dengan kutipan tersebut, meski bukan orang jawa saya sendiri juga menelurkan sebuah tanda tanya. Bagaimana bisa?

Jika kita artikan apa itu kasur tua, ia adalah kasur yang tidak lagi empuk, tidak nyaman lagi dan tidak menarik lagi untuk ditiduri. Barangkali begitulah kebudayaan jawa menurut Rendra. Atas dasar apa?

Lalu apa artinya candi prambanan? Monumental kelas dunia seperti borobudur? Buku nagara Kartagama? Ataupun Arjuna Wiwaha?

Bagi saya yang merupakan orang asing di jawa (saya orang sumatera barat) tentunya tidak boleh memandang kata tersebut sebagai orang jawa yang terluka mendengarnya, saya harus memakai kacamata luar. Menurut saya sendiri, budaya jawa adalah kebudayaan yang kental, tinggi serta tidak pantaslah kita samakan dengan kasur tua.

Tapi mungkin ada maksud lain yang ingin Rendra perlihatkan kepada kita.

Kebudayan hari ini memang sudah tak menarik, tak lagi nyaman seperti kasur tua. Kebanyakan budaya di Indonesia seperti itu, saya yakin. Ada masalah global yang tengah kita hadapi dalam mengebudayakan Indonesia.

Di tempat saya sendiri. Yaitu di sumatera barat, orang-orang saat ini lebih cenderung mengundang penyanyi-penyanyi dibanding orkes setempat yang terkenal dengan kearifan lokalnya. Seperti salung, randai, ratok, dll. 

Beberapa perhelatan perkawinan yang saya ikuti turut mengundang musik padang pasir menggantikan musik tradisional minangkabau. Bahkan beberapa waktu lalu, saya menyaksikan pesta perkawinan yang bernuansa dangdut di daerah jawa, tanpa wayang kulit pun ketoprak.  Mungkin memang benar, permasalahan ini sedang menggurita di berbagai daerah.

Yang menjadi garis besar dan yang sangat jelas saat ini adalah, masuknya budaya-budaya asing karena pengaruh globalisasi. Secara tidak sadar, kita sedang berusaha membunuh keidentitasan kita sendiri, mengakali kerarifan lokal. Kulturalisasi budaya, istilahnya.

Memang diperlukan suatu inovasi-inovasi agar kebudayaan kita tetap nyaman untuk dinikmati. Pergeseran budaya jika dilakukan dengan mempertimbangkan eksistensi budaya sendiri barangkali tidak ada salahnya, dengan demikian artinya masyarakat kita  mengikuti perkembangan zaman.

Namun, seandainya pergeseran budaya itu disebabkan oleh kekeliruan kita dalam memandang asas dogmatis. Bukankah  akan sangat disayangkan, karena suatu bangsa dikenal dengan laku budayanya.

Ayo, mari lestarikan kebudayaan di daerahmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun