Masih kuingat dalam debu yang sempat mojok di jendela kamar
bersemayam atas nama angin yang menerbangkan sisa senja dan sore lalu
bahkan berpuluh-puluh tanun lalu ketika aku dan kita telah bertautan dengan romansa kehitaman
di sebrang jembatan antara pemilik bumi dan pencipta yang Ia ciptakan bahan-bahannya di bumi ini
ya sebelum waktu berotasi memutarkan arah ke jam sebelum adzan maghrib tiba kali ini
sehabis maghrib kusisakan pertemuanku dalam ritus sha’ban
kujamu doa-doa yang berkepanjangan sampai meletus adzan isya
orang-orang bergemuruh sejenak
dalam perbincangan dzikir semesta yang usai dibacakan dalam sajak-sajak yasin
maka kuleburkan dosa
kutanggalkan dunia
kuhempas rasa
mengikat titik cahaya
Masih kuingat hijab yang khilaf kubuka
dan memutuskan untuk tampil memukau
di hadapan para pejabat atau petinggi kota
ah
anomali hidup yang tidak layak kuberhalakan
semuanya terpasung pengidolan makhluk bernama kecantikan
atau keindahan yang lama sering nongol di virus televisi
semuanya terkoyak, hati dan pikiran luput dari sang Pencipta
dan
ah
semua itu ingin kuhentikan
semoga doaku dapat merayu dayu
biar teguh,
biar terseduh dari banyaknya susu menggulati hitamnya kopi
setelah maghrib usai,
dan kulihat hijriah memotret tentang Ramahan yang sebentar lagi datang
dengan keberkahan
semoga saja aku sempat untuk menulis doa-doa lagi dengan tangan
yang Kau beri untuk kebaikan
Amin.
Ihsan Subhan, lahir di Cianjur. Menulis puisi dan cerpen. tergabung di Komunitas Sastra Cianjur. Puisi-puisinya dimuat dalam Antologi Penyair Sastra Cianjur Selalu Ada Rindu, DKJ. Saat ini masih menggiati Komite Sastra Dewan Kesenian Cianjur (DKC).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H