Pasca kerusuhan di Wamena lalu, beberapa langkah mesti diambil untuk menghilangkan sgregasi sosial. Pasalnya, meski ini bukan konflik etnis, tetapi kerusuhan kemarin membuat kecurigaan antara warga pendatang dan orang asli Papua.
Salah satu usulan yang bisa diperhatikan pemerintah dan masyarakat umumnya adalah dengan menghentikan istilah 'pendatang' bagi warga di tanah Papua.
Usulan ini sebagaimana disampaikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Papua. Menurut MUI, tidak semestinya warga di Papua dibeda-bedakan.
Selama ini, Papua tetap bagian dari Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu membeda-bedakan latar belakang siapa pun, baik asli maupun pendatang.
Dari suku manapun, dan warna kulit apa pun, jika dia WNI maka itu adalah saudara kita sebangsa dan setanah air. Inilah esensi dari slogan Bhineka Tunggal Ika.
Apalagi, menurut Ketua MUI Papua, Saiful Islam Al Payage, masyarakat di Papua sebenarnya bisaberbaur dengan baik, bahkan ada masyarakat setempat yang menikah dengan masyarakat dari luar Papua.
Ia berharap hubungan masyarakat yang telah terjalin baik di Papua ini terus berlanjut dan terpelihara dalam bingkai NKRI, sehingga Indonesia maju dan Papua damai.
Mari kita hilangkan perbedaan diantara saudara sendiri. Tak ada istilah warga "asli" dan pendatang di seluruh negeri Indonesia.
Karena kita sama-sama warga negara Indonesia. Satu bangsa dan tanah air.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H