Mohon tunggu...
Ihsan Natakusumah
Ihsan Natakusumah Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Laku urip
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berbuat Baik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kitorang Basudara, Tak Boleh Ada Istilah Asli dan Pendatang bagi Masyarakat Papua

4 Oktober 2019   13:59 Diperbarui: 4 Oktober 2019   14:17 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasca kerusuhan di Wamena lalu, beberapa langkah mesti diambil untuk menghilangkan sgregasi sosial. Pasalnya, meski ini bukan konflik etnis, tetapi kerusuhan kemarin membuat kecurigaan antara warga pendatang dan orang asli Papua.

Salah satu usulan yang bisa diperhatikan pemerintah dan masyarakat umumnya adalah dengan menghentikan istilah 'pendatang' bagi warga di tanah Papua.

Usulan ini sebagaimana disampaikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Papua. Menurut MUI, tidak semestinya warga di Papua dibeda-bedakan.

Selama ini, Papua tetap bagian dari Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu membeda-bedakan latar belakang siapa pun, baik asli maupun pendatang.

Dari suku manapun, dan warna kulit apa pun, jika dia WNI maka itu adalah saudara kita sebangsa dan setanah air. Inilah esensi dari slogan Bhineka Tunggal Ika.

Apalagi, menurut Ketua MUI Papua, Saiful Islam Al Payage, masyarakat di Papua sebenarnya bisaberbaur dengan baik, bahkan ada masyarakat setempat yang menikah dengan masyarakat dari luar Papua.

Ia berharap hubungan masyarakat yang telah terjalin baik di Papua ini terus berlanjut dan terpelihara dalam bingkai NKRI, sehingga Indonesia maju dan Papua damai.

Mari kita hilangkan perbedaan diantara saudara sendiri. Tak ada istilah warga "asli" dan pendatang di seluruh negeri Indonesia.

Karena kita sama-sama warga negara Indonesia. Satu bangsa dan tanah air.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun