Mohon tunggu...
Ihsan Natakusumah
Ihsan Natakusumah Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Laku urip
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berbuat Baik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fakta di Balik Kebijakan Jokowi yang Dianggap Tidak Pro Rakyat

3 Agustus 2017   13:06 Diperbarui: 4 Agustus 2017   02:55 13571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi sebagian orang,  penilaian pada kinerja Pemerintahan Jokowi sering dianggap sebagai rezim yang tidak pro rakyat. Baru-baru ini rencana pemerintah untuk menginvestasikan dana haji, mengimpor garam, dan menambah utang luar negeri kembali menjadi sorotan sebagian publik.

Namun apakah penilaian tersebut bersifat objektif? Jika kita kaji dari tiap-tiap elemen yang mendasar sebenarnya yang diusahakan pemerintahan Jokowi tidak semata-mata karena kepentingan sesaat. Semua kebijakan yang diambil berdasarkan kondisi dan alasan yang kuat. Yang patut dicermati, ketiga kebijakan di atas tidak semata baru dilakukan pada rezim Jokowi saja.

Misalnya, soal dana haji. Dana haji sudah diinvestasikan dan berkontribusi pada pembangunan negara ini termasuk untuk infrastruktur sejak 2010.

Dana haji sampai 28 Februari 2017 berjumlah Rp 93,2 triliun. Sukuk Dana HajiIndonesia (SDHI) untuk infrastruktur melalui Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang diinvestasikan dari dana haji hingga kini berjumlah Rp 35,2 triliun. Kemudian, ada lagi PBS (Project Based Sukuk) senilai Rp 400 miliar. Itu sudah dilakukan sejak 2010.

Hal tersebut dibenarkan oleh Ketua MUI, KH. Ma'ruf Amin. Ma'ruf menerangkan, dana haji memang boleh diinvestasikan. MUI telah mengeluarkan fatwa terkait pembangunan infrastruktur yang menggunakan dana investasi para calon jemaah haji.

Kemudian, terkait impor garam. Sebenarnya impor garam oleh pemerintah RI telah dilakukan sejak pemerintahan sebelumnya. Misalnya, pada 2012, pemerintah mengimpor 2,2 juta ton garam. Kemudian, 1,9 juta ton pada 2013 dan 2,3 ton pada 2014.

Pemerintah mengimpor garam konsumsi lantaran produksi garam saat ini mengalami penurunan. Impor garam ini awalnya memang menimbulkan perdebatan beberapa pihak. Kendati demikian, pemerintah tetap memutuskan mengimpor garam konsumsi sebagai langkah terakhir mengatasi kelangkaan yang telah menyebabkan melonjaknya harga garam.

Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, produksi garam rakyat pada 2016 hanya mencapai 118 ribu ton, padahal kebutuhan masyarakat mencapai 3 juta ton. Rendahnya produksi garam nasional sangat dipengaruhi oleh iklim di Indonesia, salah satunya karena tingginya curah hujan.

Berikutnya, terkait hutang luar negeri pemerintah dapat dikatakan masih dalam tahap aman. Per Mei 2017, utang pemerintah 3,6 ribu triliun. Meski jumlahnya besar tapi itu masih dalam tahap aman.

Rasio utang Indonesia hingga April tahun ini masih di bawah 30 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Sementara Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengatur batas maksimal porsi utang sebesar 60 persen dari PDB. Tepatnya masih di angka 27 persen. Artinya, rasio utang saat ini belum sampai setengah dari batas maksimal tersebut.

Selain itu, angka hutang saat ini lebih kecil dari total aset pemerintah. Menurut hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), total aset pemerintah pusat mencapai Rp5.163 triliun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun