Mohon tunggu...
maulana ichsan
maulana ichsan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bekerja Tidak Mengenal Fisik

11 Juni 2016   19:48 Diperbarui: 15 Juni 2016   19:08 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perjuangan adalah suatu cara untuk menggapai segala hal yang belum kita rasakan. Begitu juga dengan sebuah kehidupan, ketika seseorang tidak dapat berjuang dalam hidupnya maka orang itu menyerah dengan sebuah tekat yang ia bangun dalam dirinya. Jadi dalam sebuah kehidupan diperlukanperjuangan. Jika seseorang tidak punya perjuangan dalam hidupnya maka ia akan menjadi bagian dari angan-angan.Mungkin kalimat diatas tepat untuk menggambarkan sosok perempuan paruh baya yang bernama Ibu Ida, 40 tahun yang sehari-hari bekerja sebagai petugas kebersihan di Stasiun Ambarawa dan hanya ia wanita satu-satunya diantara para pegawai petugas kebersihan yang ada di Stasiun tersebut. Perempuan yang bekerja layaknya seorang laki-laki itu tidak pernah lelah. Di samping itu ia mempunyai 3anak. Satu di antara ketiga anaknya sudah lulus sekolah dan bekerja, sedangkan kedua anaknya masih mengenyam pendidikan.

Awal Perkenalan kami ketika saya berada di Stasiun Ambarawa. Kala itu,tidak secara sengaja melihat sosok wanita di Stasiun yang kini sudah berubah wajah menjadi sebuah objek wisata,yang sangat terkenal di kotanya.

Suasana yang ramai dan sangat ceria terlihat dari raut muka mereka yang berkunjung. Di tempat itu aku diberi waktu 1 jam oleh pihak travel untuk berfoto-foto. disana banyak orang yang mengambil objek photo, tidak ketertinggalan saya juga berkeliling ke stasiun mengambil photo sebanyak-banyaknya, sampai-sampai saya kelelahan habis mengambil gambar dan saya memutuskan untuk beristirahat dibangku yang ada di stasiun, pas isitirahat saya sambil menengok-nengok ke arah kanan serta kiri, tidak sengaja saya melihat sesosok wanita yang memakai baju bergaris hitam putih dan memakai topi berwarna putih sedang membersihkan stasiun Ambarawa ia dengan temannya bersemangat membersihkan stasiun yang menjadi icon wisata di kotanya, mungkin pikiran ku dia ingin melihat stasiun yang di kunjungi wisatawan terlihat bersih serta cantik dilihat. aku lihatin sosok perempuan itu dari kejauhan, ia terlihat menikmati pekerjaan nya dengan wajah yang sumringah, aku perlihatkan perempuan itu tidak ada lelahnya selama bekerja, sampai-sampai saya melihat jam menunjukan pukul 12:00 Itu berarti menandakan jam istirahat bagi para pegawai, disitu aku masih memperhatikan sosok perempuan itu, saya masih bertanya? kapan ia dengan temannya beristirahat padahal waktu istrihat bagi pegawai sebentar lagi akan habis, sampai akhirnya dengan menunggu waktu yang cukup lama, perempuan itu beserta temannya beristirahat.

Sosok bayangan yang tersorot sinar matahari di belakang Stasiun Ambarawa, duduk di tempat yang dahulunya sebagai tampat menjual karcis kereta, duduk sambil mengkipas kan topi ke arah wajahnya, seakan ingin menghapus letih seharian bekerja di stasiun yang besar, dan menjadi tempat sejarah. Meminum sebotol air mineral dengan rekan kerjanya sambil mengobrol dan tertawa, entah apa yang mereka bicarakan, soalnya jarak antara beliau sangat lah jauh. Sosok perempuan itu sesekali menikmati suasana istirahatnya dengan sesekali memejamkan mata, maklum suasana di stasiun ini memang sejuk, karena ditempat ini juga disuguhkan dengan pemandangan alam yaitu pegunungan.

Disaat rasa penasaranku yang semakin tinggi, aku memberanikan diri untuk mendekatinya dan berkenalan dengannya, awalnya aku duduk di sampingnya dan diam, akhirnya aku mencoba mengobrol yang mulanya dengan bertanya kepadanya, ibu orang asli ini, ia menjawab “bukan orang asli sini memang kenapa” saya menjawab lagi, “Oh Tidak Kenapa Kenapa “ dari situ saya mulai bertanya panjang lebar kepadanya tentang kehidupan nya.

Namanya Bu Ida lahir, Salatiga, Jawa Tengah , 1976, umurnya 40 th, alamat tinggalnya di kendal tlogo tungtang rt01/04 kecamatan Tungtang, kel. Tuntang Kabupaten Semarang, Pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama, profesi ia sebagai petugas kebersihan stasiun. ia merupakan satu-satunya perempuan yang bekerja disitu dari 10 pegawai. Bu Ida mempunyai 3 orang anak, anaknya terdiri dari cowok, cewek, cowok. Dan ia mempunyai seorang suami yang umurnya 45 th, lebih tua dari pada bu ida, profesi suami Bu Ida ialah kerja di sebuah proyek yang berada di kota semarang. Bu ida sendiri sebelum bekerja di stasiun ambarawa, dahulunya ia juga bekerja di proyek, tetapi ia memutuskan untuk berhenti dari kerjaan terdahulunya, sebab menurutnya beban yang di tanggung kerja di sebuah proyek sangat besar apalagi selain bekerja Bu Ida juga berprofesi sebagai Ibu rumah tangga. menurutnya walaupun gajinya lebih kecil yang sekarang dibanding dengan yang dahulu, asalkan ia dapat bertemu keluarga dengan selamat.

Bu ida memulai pekerjaannya di stasiun ambarawa dari pukul 08.00 s/d setengah lima, disana ia bertugas membersihkan gedung, toilet, serta lorong. Pekerjaan yang menjadi rutinitasnya sehari-hari, pengalaman Bu Ida bekerja disini tergolong baru sebab ia baru 2 tahun bekerja. Walaupun dengan pengalamannya yang minim akan pekerjaannya tetapi pengalaman tentang sejarah stasiun ambarawa tidak pernah lupa ia bercerita bersama saya mengenai stasiun ini ia menunjuk-nunjukkan jari jemari nya seakan ingin menunjukan tempat-tempat yang bersejarah. pekerjaan seperti Bu Ida ini termasuk pekerjaan yang keras dan menguras fisik, disamping itu juga bu ida memiliki keinginan yang besar dan sebuah cita-cita, yaitu ingin menyelohkan ketiga anaknya dari hasil bekerja.

Sedikit demi sedikit gaji yang ia peroleh dari bekerjanya ia sisihkan untuk di tabungkan, uang itu nantinya akan digunakan untuk membiayai sekolah anaknya, serta untuk kebutuhan keluarga. dari uang itulah Bu Ida dapat menyekolahkan ketiga anaknya, anak yang pertama sudah lulus dan bekerja, anak keduanya sudah mau wisuda sarjana, sedangkan anak ketiganya masih sekolah menengah pertama. kesadaran akan sebuah pendidikan membuat Bu Ida siap membanting tulang, demi menggapai cita-cita anaknya suatu kelak nanti.Kesulitan terkadang menjadi sebuah, kendala besar bagi seseorang untuk menggapai keinginan yang besar. Menurutnya, anak-anak saya masih punya masa depan yang panjang, dan mempunyai keinginan di masa yang akan datang. jangan seperti orangtua nya yang hanya lulusan sekolah rendahan, orangtuanya boleh lulusan rendahan tetapi anaknya jangan senasib kami, dikala ketidaktahuan kami akan ilmu, ada anak kami yang mempunyai segudang ilmu yang akan bermanfaat bagi dirinya sendiri dan bagi di sekelilingnya juga, tutur Bu Ida ketika kami sedang mengobroldan dengan senyuman yang renyah darinya.Begitu lamanya kami mengobrol sampai-sampaiwaktu jam istirahat telah berakhir dan jam kerja mulai kembali, Bu Ida bergegas kembali bekreja dan, obrolan kami pun selesai.

Melihat dari semua itu , bahwasanya seorang perempuan dapat menjadi sosok yang sangat, dikagumi seperti Bu Ida, karena orang seperti beliau senantiasa selalu berjuang dalam hidupnya apa yang ada di benak ketika melihat orang tuakita bekerja berpanas-panas dan apa yang bias kita lakukan untuknya.

Terkadang orang tua hanya mengharapkan ketika kerja kerasnya, letihnya, pengorbanannya yang begitu besar, di balas dengan sebuah kebanggaan dari orang yang mereka cintai yaitu anak-anaknya ,ketika kita disuruh bersekolah apa kita lantas langsung bersekolah ? tentu akan bermalas-malasan terlebih dahulu, bila kita menjadi orang yang sukses apa orang tua kita menginginkan sesuatu ? tentu tidak ia hanya menangis penuh haru mendengar anaknya sukses, lalu ketika kita sakit apa ia ada di sampingmu ? tentu ia berada di tengah-tengah kita-kita, mereka membolos, ataupun meminta izin untuk tidak bekerja sehari demi kita, dan memberikan kasih sayang yang tak ternilai. Mungkin kita merasa selalu di repotkan dengan orang tua kita karena dengan kesibukan waktunya mereka luangkan sedikit untuk kita.Kasih saying dan ketulusannya bagaikan kapas putih yang begitu lembut ketika berada di tubuh kita. Segala harapannya mereka curahkan di suasana yang hening, mengangkat kedua tangannya dan memohon kepada tuhan agar apa yang mereka harapkan dapat terkabul. Dengan kulit agak keriput mereka membawa setitik harapan bahwa ia meninginkan anak-anaknya berada di sampingnya ketika hembusan nafasnya yang terakhir kali serta mereka menitip pesan, hanya meminta jadilah orang yang berguna dan jangan menjadikan dirimu seperti orang yang tidak berguna di kelak nanti. Jangan pernah menyesal mempunyai kedua orang tua seperti kami, dan Maafkan ku kalau selama ini belum menjadi yang terbaik untuk keluarga. Ku tuliskan semua itu agar kamu mengenang akan sebuah perjuangan kami untuk keluarga kecil yang pernah ada, Pesan ku dari hati kecil yang terdalam untuk anak-anakku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun