Melihat kekesalan Ihsan, Mahdi segera merespon kegelisahan temannya tersebut.
"Oke baik. Tadi kita sama-sama menyaksikan pertarungan dua kesebelasan Indonesia VS Singapura yang sangat-sangat penuh aksi panggung unjuk kebolehan para pemain sehingga terasa menjadi sangat gurih untuk diperbincangkan. Tapi, perhatianku terpusat kepada penjaga gawang kedua tim kesebelasan. Pada menit ke 90, penjaga gawang Indonesia Nadeo Argawinata, berhasil memblok tendangan penalti pemain lawan yang kemudian menjadi pengubah arah angin kemenengan sekaligus penentu jalan tim Indonesia menuju ke partai puncak, final. Andaikan saja bola itu gagal diblok oleh sang penjaga gawang, maka Indonesia akan menelan kekalahan yang sangat tragis dan memalukan dengan Skor 3-2, dan hanya berhadapan dengan 9 pemain lawan yang mana 2 pemain dari mereka sudah terakumulasi kartu merah sebelumnya oleh wasit. Tentu ini akan menjadi bahan gorengan renyah oleh media-media anti-Timnas Indonesia diluar sana" Mahdi bicara penuh serius kepada Ihsan.
"Tapi, (Mahdi menyambung pembicaraan dengan penuh keyakinan) pada intinya kesebelasan tim Indonesia hanya unggul Skor 4 gol dan 11 Pemain. Sementara kesebelasan tim Singapura unggul pemanfaatan peluang (dua peluang) dan bola-bola mati (24 Free Kiks). Terbukti, Singapura berhasil menghukum Pemain Indonesia dengan menyarangkan 2 gol ke gawang Indonesia hanya dengan 9 pemain yang kemudian menjadi 8 pemain akibat tambahan hadiah kartu merah dari wasit kepada penjaga gawang Singapura. Dan P ini!!! Sulit dipercaya, Sungguh luar biasa, penjaga gawang Singapura Hassan Sunny, seperti kerasukan penjaga gawang tim papan atas Liga Inggris Manchester United, De Gea. Menurut data statistik, Hassan Sunny berhasil menciptakan 10Â Saves (Penyelamatan) dari 13 Shots On Target (Tendangan mengarah ke gawang) yang dihasilkan dari organisasi permaian cantik aduhai mempesona dari Indoseia. Hal ini mengingatkan ku pada sebuah buku yang berjudul David And Goliath, buah tangan penulis kondang New York Times, Malcolm Gladwell. Inilah Sepakbola, diluar dugaan dan penuh kejutan. Terutama aksi panggung luar biasa dari dua penjaga gawang kesebelasan masing-masing tim"
Kesal dengan jawaban Mahdi yang seakan-akan memihak kepada Tim Kesebelasan Singapura, Ihsan pun menyanggah.
"Tunggu, lalu apakah itu artinya kamu berada dipihak Singapura ketika menyaksikan pertandingan super sengit tadi?" Tanya Ihsan menyanggah penuh Amarah.
"Nah, inilah alasan mengapa diawal perlu ku katakan bahwa antara Sepakbola dan Nasionalisme adalah dua hal yang berbeda dan harus dilihat secara terpisah dan bersifat sangat relatif. Tentu kamu melihat sendiri ketika 4 gol yang disarangkan oleh kesebelasan tim Indonesia ke gawang Singapura aku berteriak penuh sorak sorai gembira sekuat mungkin sesambil menepuk meja memekikkan Indonesia! Indonesia! Indonesia! Dengan penuh rasa emosional kecintaan terhadap negeri kita ini, Indonesia. Akan tetapi ketika aku sedikit memuji penampilan apik dari Singapura bukan berarti aku berada di pihak Singapura. Sekali lagi, aku hanya sedang membicarakan Tentang Sepak Bola. Rasa Nasionalisme tidak dapat hanya kamu ukur dari barometer Sepak Bola, karena ini tentang rasa bukan kalkulasi." Jawab Mahdi penuh Mantap.
Suasana yang semula sedikit panas, seketika mecair ketika Ihsan sudah mulai mengerti maksud dari jawaban Mahdi tersebut.
"Ooh begitu, aku mengerti sekarang. Ngomong-ngomong kalimat terakhirmu barusan seperti sangat familiar." Ihsan menyentil
"Benar, itu kalimat dari salah satu tokoh idolaku, Mbah Sudjiwo Tedjo." Mahdi mempertegas.
"Hahaha" Ihsan tertawa.
"Lalu pelajaran apa yang dapat kita petik dari penampilan sepakbola penuh ketegangan malam ini?" tanya Ihsan kepada Mahdi.