Di Jakarta, perbedaan 5 menit saja akan bisa berbeda hasilnya. Biasanya gue dan keluarga berangkat dari rumah pukul 06.00. Tapi hari ini "sedikit" telat, yaitu berangkat pukul 06.05. Akibatnya anak-anak yang gue drop di dua sekolah berbeda lokasi -- Kebayoran Lama dan Kebayoran Baru -- harus menghadapi telat hampir 15-20 menit dari biasanya yang tidak telat.
Termasuk gue dan istri yang biasanya harus sudah "masuk" daerah Sudirman sebelum pukul 06.45 untuk menghindari 3in1, hari ini pukul 07.00 masih di luar kawasan pembatasan jumlah penumpang tersebut. Mau tidak mau, gue harus menggunakan jasa joki 3in1.
Namun tidak seperti biasanya gue dan istri menggunakan jasa joki 3in1 seorang ibu yang sedang menggendong anak balita, pagi ini gue menggunakan jasa seorang laki-laki yang sudah berumur. Sampai-sampai bapak joki ini untuk naik ke mobil sedikit kesulitan, mungkin punya masalah dengan kesehatan tulang belakang.
"Selamat pagi, pak..." sapa gue berbasa-basi ke bapak joki tersebut. Setelah pintu tertutup rapat, langsung pedal gas mobil gue bejek untuk memasuki kawasan 3in1. Basa-basi kedua pun berlanjut, "... tinggal di mana, pak...."
Bapak joki itu ternyata tinggal cukup jauh dari Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, tempat gue mengajak dia naik mobil barusan. Dia tinggal di Pasar Rebo, Jakarta Timur. Kesimpulan kilat langsung gue buat dan semoga tepat: berarti bapak ini pergi ke Kebayoran Baru hanya untuk mencari uang sebagai joki 3in1, karena daerah Pasar Rebo bukanlah daerah "pintu masuk" kawasan 3in1. Iya, joki lebih banyak berkumpul pada jalan-jalan dekat menuju kawasan tersebut. Ternyata kesimpulan kilat gue tadi tidak tepat.
Kejutan lain ikut berkelanjutan. Bapak joki tadi bercerita bahwa selesai pembatasan 3in1 jam 10 nanti, dia sudah ada janji dengan beberapa sopir pribadi di daerah GBK Senayan, Jakarta Selatan, untuk memberi pelatihan bahasa Inggris ke mereka yang memiliki majikan expatriat. Juga besok di jam yang sama di lokasi berbeda yaitu pada parkiran perkantoran Sudirman, pelatihan yang sama sesuai permintaan sebuah perusahan asing untuk sopir-sopir perusahaan. Honor mengajar setiap murid sekali pertemuan selama satu jam, sama dengan honor dia sebagai joki 3in1, yaitu 20 ribu rupiah.
Kejutan pun belum berhenti. Bapak joki tadi mengeluarkan sebuah cover buku dummy-printtentang kisah hidup Nabi Muhammad SAW -- nabi agama Islam yang gue yakini. Karena gue hanya melirik cover buku tersebut lewat spion tengah mobil, sambil fokus menyetir gue langsung menebak sebuah buku yang pernah gue baca,
"Itu buku karangan Karen Amstrong..?" Ternyata gue salah, buku Karen Amstrong yang benar berjudul Muhammad: The Biography of the Prophet (1991). Kemudian gue mencoba lagi dengan tebakan-tebakan buah manggis ketika teringat sebuah buku lain yang pernah gue baca,
"...atau buku karangan Husein Haikal..?" Seorang penulis, juga jurnalis, sekaligus politisi, dan pernah menjadi Menteri Pendidikan Mesir, Dr. Muhammad Husein Haekal, pernah menerbitkan buku berbahasa Arab berjudul Hayat Muhammad (1935) yang terbit di Indonesia dengan judul Sejarah Hidup Muhammad.
Ternyata gue salah juga. Bapak tadi bercerita bahwa dia sendiri yang menulis buku berjudul The History of Prophet Muhammad untuk siswa usia SMP dan SMA dengan tujuan belajar sejarah agama sambil belajar bahasa Inggris. Iya, layout dari content buku tersebut 2 kolom dimana kolom kiri versi bahasa Inggris dan kolom kanan versi bahasa Indonesia. Menariknya, setiap akhir bab, terdapat daftar vocabulary agar mempermudah siswa dalam memperkaya kosa kata bahasa Inggris. Sumber penulisan dia adalah dari 8 jilid buku biografi Nabi Muhammad SAW yang dimiliki seorang ulama ahlul sunnah wal jama'ah.
Karena tengsin dua kali salah tebak, gue coba menutupi malu dengan bilang ke bapak joki bahwa banyak ulama ahlul sunnah mengingatkan kalau Karen Amstrong cenderung orientalis dan Husein Haekal cenderung liberalis. Jadi harus sedikit berhati-hati kalau membaca buku tulisan mereka.
Belum selesai, kejutan terus bertambah. Ternyata seorang pengusaha pernah menjadi donatur dengan menerbitkan 5.000 buku bapak joki tadi, termasuk pengurusan ISBN, serta distribusi ke perpustakaan sekolah-sekolah di sekitar Jakarta. Kejutan tambahan, dia sekarang sedang membangun mesin cetak manual non-digital dari komponen-komponen mesin cetak bekas, yang menurutnya sudah mencapai 70% selesai. Apabila selesai dia akan menjalankan usaha percetakan di rumahnya di Pasar Rebo.
Kejutan terakhir adalah profile dari bapak joki itu sendiri. Anak-anaknya 3 orang sudah mentas semua, sudah berkeluarga dan memberikan 6 cucu. Dia sendiri sudah ditinggalkan istri yang mendahului menghadap Tuhan. Dan sebagai kejutan pamungkas bapak joki tersebut adalah: usia dia sekarang sudah 71 tahun. What..?! Seumur segitu masih cari nafkah sebagai joki 3in1, mengajar bahasa Inggris, menulis buku sejarah agama dan pelajaran bahasa Inggris, serta masih berusaha untuk menjalankan usaha percetakan sendiri..???! Wow...!
Ada benang merah yang gue tarik dari runutan kejutan yang gue terima pagi ini:
Bahwa sebagai mahluk hidup tidak selayaknya hanya berdiam diri....
Bahwa sebagai ciptaan Tuhan sudah selayaknya berguna bagi mahluk hidup lain....
Bahwa sebagai mahluk hidup ciptaan Tuhan sudah seharusnya terus bergerak menghasilkan sesuatu yang bermanfaat ke banyak orang....
Terus bergerak, dan jangan jadikan hidup kita sekedar rutinitas hanya makan dan, maaf, berak.
HM Ihsan Kusasi
March 12, 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H