Mohon tunggu...
Ihsan Aufa
Ihsan Aufa Mohon Tunggu... Novelis - Murid SMKN 11 Semarang

Hanya manusia biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sampul Sang Pemeran Utama

28 Januari 2025   17:44 Diperbarui: 28 Januari 2025   17:44 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Temannya hanya diam menatapnya dengan agak sinis. Mendapati temannya tidak memberikan respon, pemuda itu menatap ke temannya dengan penuh percaya diri. 

"Yah kan? gila gak si, gak ada manusia yang lebih ganteng dari aku cuy," ucapannya benar-benar penuh dengan percaya diri. 

Pemuda itu sedikit menjauhkan tubuhnya, menyilangkan kakinya dan membenarkan kacamatanya dengan satu tangan. Setelah melakuan itu, dia kembali menatap ke temannya dan berkata lagi "Gimana? kayak MC banget gak si?" ucapnya dengan suara yang nampak diberat-beratkan. 

"Hah, iya-iya kamu yang paling ganteng," balasnya dengan wajah yang tampak sudah muak. 

"Hah, udah wibu, sok ganteng lagi," pikir temannya. 

Ya, hal tersebut tidak terjadi sekali saja hari itu, mungkin...... 200 kali? Pemuda itu benar-benar merasa dirinya adalah seorang MC yang sangat tampan. Seorang pemeran utama dalam sebuah cerita.Kalimat-kalimat seperti "Gak ada kayaknya orang yang lebih ganteng dari aku," "Kita liat, wanita mana yang beruntung menjalin hubungan denganku nanti," atau kalimat seperti "Mungkin untuk sekarang, gak ada orang yang layak berada di sampingku." Kalimat-kalimat itu sudah menjadi makanan sehari-hari untuk teman-temannya. Gestur seperti membenarkan kacamata, membenarkan rambut, dan mengelus-elus dagu sudah seperti iklan yt di mata teman-temannya.

Terlihat pada awalnya, teman-temannya tidak terlalu peduli dan menganggap hal itu hanya sebagai lelucon. Tapi seiring berjalannya waktu, lelucon itu sudah terasa garing dan sangat menyebalkan. Banyak dari mereka yang tampak sudah muak dan benci dengan apa yang pemuda itu lakukan. Sampai suatu hari di dalam kelas, seperti biasa pemuda itu melakukan kebiasaannya lagi. Tapi teman sebangkunya langsung menarik tangannya. Tatapannya yang sinis sudah berubah menjadi benci. 

"Kamu bisa berhenti?" nadanya tampak berat dengan tempo yang pelan. 

Tampak beberapa orang langsung menatap ke arah mereka. Pemuda itu terdiam, menoleh ke arah lain dan menghela napas. "Yah, kesabaran manusia memang ada batasasnya," pikir pemuda itu. 

Dia menundukkan kepalanya dan mengangguk pelan. 

"Bagus," ucap temannya sambil melepaskan pegangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun