"Salahkan dirimu sendiri sialan! Jika dari awal kalian mau mendengarkan dan mengikuti semua perintah tanpa protes dan yang paling penting datang tepat waktu. Seharusnya Kita sudah pulang sekarang," pikir Jiro sambil menatap tajam orang yang hanya bisa bicara dan mengeluh itu.Â
Merasa kesal akan cemoohan para siswa. Guru yang menjadi pembina upacara pun mulai angkat bicara. Dengan suara yang hampir tidak terdengar dia memarahi kami.Â
"Astaga. Jika ingin marah perhatikan mic mu dulu Bapak. Bahkan aku yang berada di barisan kedua dari depan tidak bisa mendengarkanmu. Hah sudahlah," ucap Jiro dengan wajah pasrahnya.Â
Pada akhirnya Pramuka selesai pukul 4 sore. Setengah jam lebih lama dari yang seharusnya. Dengan wajah lesunya, Jiro berjalan kembali ke kelasnya.Â
"Jika ada yang harus di salahkan karena ini. Hanya ada satu hal, microphone sialan itu. Jika bukan karena suara dari pembina Pramuka yang tidak terdengar, para murid tidak akan bicara sendiri. Dan hal yang menjadi awal mula masalah itu akan terselesaikan. Hah, mic sialan. Tapi sepertinya hanya aku yang menyadarinya. Â Jadi Pramuka Minggu depan, pasti akan terjadi hal yang sama. Sebelum mic sialan itu di benarkan, Pramuka hanya akan menjadi mimpi buruk bagiku. Apa lagi sang awan sepertinya sedang bad mood. Mungkin harus ku belikan seblak. Hah sudahlah, nikmati saja hidup di negara wakanda ini," ucap Jiro.Â