Dalam setiap kontestasi politik, banyak kandidat mengabaikan branding politik. Padahal, dalam demokrasi modern, branding politik bukan sekedar suatu upaya untuk memenangkan kontestasi. Branding politik, dalam batas-batas tertentu memiliki efek mengurangi pengaruh dan praktek money plotics terhadap pemilih.
Dalam konsep political marketing, branding merupakan upaya untuk membentuk citra dan personalitas kandidat, bahkan dapat membantu kandidat untuk mengubah dan mengarahkan pilihan pemilih, termasuk membangun reputasi serta dukungan. Political branding itu sendiri merupakan suatu strategi untuk membangun citra positif dan personality politik kandidat.
Brand politik seorang kandidat dihasilkan dari upaya yang disengaja, terstruktur, dan konsisten untuk membangun identitas unik bagi kandidat. Proses branding harus didasarkan pada pemahaman sikap, persepsi, dan keyakinan publik target tentang politik dan politisi agar berhasil. Tujuannya adalah untuk menciptakan identitas berbeda dari kandidat lain yang bisa lebih dipercaya oleh pemilih dibanding kandidat lain.
Pada sisi yang lain, marketing politik lebih taktis. Marketing politik melibatkan penggunaan campuran yang tepat antara periklanan, PR, dan aktivitas akar rumput untuk menyampaikan pesan kepada para pemilih. Upaya pemasaran harus terus diubah dan disesuaikan sebagai respons terhadap pergeseran opini publik.
Sementara itu, political branding lebih strategis. Branding adalah tentang mengembangkan strategi jangka panjang berdasarkan pendapat pemilih tentang visi politik kandidat dan tentang kandidat itu sendiri.
Sehingga bisa dikatakan, branding dan pemasaran politik adalah dua hal yang berbeda, tetapi keduanya sangat penting. Political Branding adalah bagaimana seorang politisi ingin dilihat oleh publik. Ini adalah gambaran keseluruhan yang ingin mereka proyeksikan. Political Branding bertujuan untuk menciptakan identitas politik yang unik, yang membedakan seorang kandidat dengan kandidat yang lain, berserta kelebihan dan keunggulannya, yang harus tertanam dalam benak pemilih.
Strategi Membangun Branding Politik Yang Baik
Branding politik berarti membangun Brand yang kuat, mudah dikenali yang merupakan identitas atau kepribadian yang mengidentifikasi sebuah produk politik atau kandidat ke dalam bentuk nama, tanda, simbol, design atau kombinasi di antara hal-hal itu, serta bagaimana identifikasi itu berhubungan dan terkoneksi dengan konstituen pemilih, funding, dan lain-lain.
Brand politik seorang kandidat, terbagi menjadi dua, yakni brand experience dan brand image. Brand experience merupakan pengalaman yang dimiliki konstituen atau pemilih atas kontak yang mereka lakukan terhadap produk politik atau kandidat. Sementara brand image menyangkut pada persoalan psikologis, yakni bangunan simbolik yang tercipta di dalam pikiran konstiuen atau pemilih yang terdiri dari keseluruhan informasi dan harapan yang sering diasosiasikan dengan segala sesuatu tentang kandidat. Brand image sering dihubungkan dengan pemikiran, citra, perasaan, persepsi, keyakinan atau sikap.
Pada pembangunan branding politik yang baik, prasyarat teknis yang harus dipenuhi adalah penyampaian pesan secara jelas dan komunikatif, mempertegas kredibilitas diri, hubungkan target pemilih yang prospektif kepada brand secara emosional, memotivasi target pemilih, dan membangun loyalitas target pemiLih secara berkesinambungan.
Di samping itu, untuk meraih sukses dalam membangun branding, kandidat harus memahami betul kebutuhan dan keinginan konstituen dan pemilih serta bagaimana prospeknya. Itu semua harus dilakukan dalam setiap kontak dengan publik dan melalui semua bentuk media (Off line maupun On line) yang dimungkinkan. Untuk itulah, dalam membangun branding politik, setidaknya harus terpenuhi dua kriteria, yaitu: Memorable (Mudah diingat) dan Meaningful (Penuh makna).
Dalam prakteknya terdapat lima tahap strategi branding yang aplikatif dalam branding politik kandidat. Pertama, Tahap Brand Awareness, Pada tahap ini kandidat memperkenalkan diri kepada calon pemilih. Hasil pada tahap ini adalah pemilih "tahu" dan sadar akan keberadaan kandidat.
Kedua, tahap Brand Knowledge. Pada tahap ini calon pemilih sudah mulai punya pengetahuan dan pemahaman lebih terhadap kandidat. Hasil dari tahap ini adalah pemilih sudah tahu akan eksistensi kandidat sekaligus mulai memahami maksud politik dan program kandidat.
Ketiga, tahap Brand Preference. Pada tahap ini calon pemilih sudah mulai membandingkan antara kandidat dengan kandidat yang lain dengan memberikan persepsi yang positif kepada kandidat dibanding kepada kandidat lain. Tahap ini sekaligus menunjukan tingkat keberhasilan positioning yang dilakukan kandidat.
Keempat, tahap Brand Liking. Pada tahap ini calon pemilih mulai memiliki rasa suka terhadap kandidat dan berniat akan memilihnya pada saat pemilihan. Jika seorang kandidat sudah memasuki tahap ini dan memperoleh hasilnya, maka dapat dibilang posisinya sudah memasuki wilayah aman tahap satu. Namun yang mesti diingat, rasa suka seseorang masih bisa dipengaruhi bahkan dirubah dengan berbagai kondisi yang datang kemudian.
Kelima, tahap Brand Loyalty. Pada tahap ini calon pemilih sudah setia kepada kandidat yang akan dipilihnya. Pemilih sudah memiliki keyakinan yang kuat untuk mendukung dan memilih kandidat dan tidak akan memilih kandidat lain.
Berdasarkan lima tahapan diatas, seorang kandidat atau Tim sukses harus benar-benar memahami hal-hal yang harus dilakukan dan yang harus di hindari, saat membangun branding untuk kampanye politik. Harus difahami benar, bahwa brand politik mencakup lebih dari sekadar desain atau gambar. Tetapi juga kata-kata yang diucapkan, tindakan dan sikap yang diambil, dan bagaimana dampaknya terhadap orang lain dan/atau masyarakat.
Untuk itu, hal-hal yang harus di lakukan dalam membangun branding politik adalah:
- Mengidentifikasi dan menentukan audiens target.
- Pilih platform yang sesuai dengan audiens dan branding politik yang ingin di capai. Karena, orang tidak akan memilih seorang kandidat  jika mereka merasa tidak bisa terhubung dengan kandidat.
- Tentukan "apa yang membuat kandidat menonjol". Buatlah story tentang kandidat yang bersifat "menjual" kepada pemilih, dan bagaimana prinsip seorang kandidat, kemudian kombinasikan dengan apa yang membuat kandidat lebih menonjol dibanding kandidat lain.
- Buat kalimat dan elemen visual yang kuat.
- Berinteraksi dengan pemilih, dengan berbagi atau menanggapi suatu isu yang ada di masyarakat.
Hal-hal yang harus di hindari, adalah:
- Tidak mengetahui siapa yang menjadi target atau siapa audiens target kandidat, penting untuk menentukan ceruk pasar pemilih yang tepat dengan cara yang sejelas mungkin.
- Meniru orang (kandidat) lain secara membabi buta. Ada perbedaan besar antara menyalin dan mengambil inspirasi (buatlah brand sendiri yang unik).
- Tidak konsisten, hal ini bisa membuat audiens bingung dengan branding yang di buat seorang kandidat.
- Berorientasi pada pesaing dan tidak berorientasi pada audiens, uayakan selalu berusaha menjadi lebih baik dari pesaing dengan memperhatikan audiens.
- Menampilkan sifat negatif. Untuk membangun brand/citra yang baik, hal penting yang harus diperhatkan adalah kandidat harus memancarkan energi positif.
Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H