Politik praktis adalah ejawatah dari nalar yang spesifik. Warna politik sangat determinan, dan ditentukan sepenuhnya oleh nalar apa yang dominan dan mempengaruhi aktor politik. Nalar yang ditemukan, dan menggerakan politik sejatinya tidak jauh berbeda dengan nalar yang menggerakkan individu dalam aktivitas ekonomi. Jika dalam ekonomi dikenal dengan homo economicus, yakni makluk ekonomi yang selalu memaksimalkan utilitas dengan mengaktivitir nalar-nalar instrumental, maka dalam politik juga dibutuhkan aktivasi nalar-nalar instrumental untuk mendapatkan hasil yang maksimal, tentu kemenangan politik dan capaian kekuasaan.
Maka, keluguan seorang ibu dan anak yang terjebak pada kerumunan, ditangan dingin politikus adalah  modal politik yang harus dimanfaatkan secara efektif. Agar citra, dan ketakjuban, hingga rasa 'suka' konstituen dapat dipanen dengan maksimal. Jadi, dalam suasana seperti ini maka harapan akan kemurniaan tentu adalah sebuah hal yang naif. Sikap terbaik adalah mencurigai tindakan politik sama halnya dengan mencurigai kekuasaan. Sama-sama penting dan dibutuhkan. Dengan cara itulah, nalar yang sehat akan selalu hadir dan menguasai ruang publik.[]
*Penulis Novel "Gerhana Merah."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H