Senin, 22 April 2024
Oleh: Syamsul Yakin dan Ihfalia Irfana
Dalam pemahaman ilmu dakwah, Syamsul Yakin, seorang dosen di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menekankan delapan ciri yang menandai keberadaannya sebagai ilmu yang berkualitas. Pertama-tama, dakwah dapat dianggap sebagai ilmu ketika didasarkan pada pengalaman empiris yang diperoleh melalui penelitian, observasi, dan percobaan yang sistematis.
Selanjutnya, ilmu dakwah harus disusun secara terencana dengan menggunakan metode berpikir ilmiah yang objektif, sehingga dapat dipelajari secara mudah oleh siapa pun. Hal ini juga mengharuskan ilmu dakwah untuk bersifat analitis, di mana hubungan antara pokok dan bagian harus diuraikan dengan tepat untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif.
Kemudian, objektivitas menjadi kunci lainnya dalam ilmu dakwah, di mana dakwah harus didasarkan pada fakta dan terbebas dari bias serta purbasangka. Selanjutnya, ilmu dakwah harus verifikatif, artinya konsep dan teori yang dikembangkan harus dapat dibuktikan melalui fakta dan data yang ada.
Pendekatan kritis juga penting dalam mengembangkan ilmu dakwah, di mana analisis dan evaluasi yang teliti diperlukan untuk menyusun pemahaman yang lebih mendalam. Selain itu, ilmu dakwah harus memenuhi kaidah ilmu pengetahuan, dengan disusun secara sistematis, objektif, rasional, dan empiris.
Terakhir, ilmu dakwah haruslah logis, yang berarti sesuai dengan logika, benar dalam penalaran, dan masuk akal. Dengan memperhatikan kedelapan ciri ini, kita dapat memahami dan mengevaluasi kualitas sebuah ilmu dakwah secara lebih mendalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H