Beliau lalu melanjutkan dengan kalimat yang lain dan bersabda, “Kedua mata boleh mencucurkan air mata, hati boleh bersedih, hanya kita tidaklah mengatakan, kecuali apa yang diridai oleh Rabb kita. Dan kami dengan perpisahan ini wahai Ibrahim pastilah bersedih.” (HR. Bukhari no. 1303 dan Muslim no. 2315)
Nabiﷺ memang sedih dan menangis ketika putranya, Ibrahim, meninggal. Namun, sedihnya nabi merupakan kasih sayangnya pada Ibrahim. Kesabaran dan prasangka baik kepada Allah menjadi respon yang menenangkannya karena kematian adalah sebuah kepastian yang telah ditentukan, bahkan waktunya tidak bisa dimajukan atau dimundurkan sedikitpun.
Husnudzan pada Allahﷻ
Kesedihan memang wajar menimpa manusia ketika kehilangan seseorang atau sesuatu yang ia senangi. Bahkan Nabi Muhammadﷺ begitu bersedih ketika kehilangan orang-orang tercintanya dan ditolaknya hidayah yang ia sampaikan.
Demikian pula umumnya manusia bersedih bila kehilangan sesuatu yang sangat disenangi, diidam-idamkan, bahkan sudah ditunggu-tunggu sejak lama. Kehilangan seseorang yang sangat dicintai, kehilangan harta, kehilangan pekerjaan, dan tidak tercapainya cita-cita, menjadi kesedihan yang menguji jiwa.
Ketika ikhtiar tak menuai hasil sesuai harapan dan usaha tidak mencapai cita-cita yang diinginkan, rasa sedih, kecewa, dan putus asa bisa menghujam ke dalam jiwa seseorang, menguji keimanannya masihkah ia kuat bersandar kepada Allahﷻ?
Bayangkan jika Nabiﷺ mengiyakan tawaran malaikat pada waktu itu, tentu risalah Nabiﷺ akan terputus dan tidak ada keturunan masyarakat Thaif yang sekarang beriman. Kita pun merasakan bahwa dengan kelembutan rasa sayangnya, serta kesabaran dan prasangka baiknya pada Allahﷻ, keberhasilan dakwah Nabiﷺ terus berlanjut hingga sekarang dan seterusnya.
Dalam kondisi seperti ini, sangat perlu bagi kita untuk merespon kesedihan yang dihadapi dengan sikap seperti Nabiﷺ, yakni dengan kelembutan, akhlak mulia, kesabaran, dan prasangka baik kepada Allahﷻ. Apapun hasil dan kondisinya, lihat sebagai bentuk kasih sayang Allahﷻ.
Oleh karena itu, apapun hasil dan kondisi dari ikhtiar yang telah kita lakukan, tetap bertawakkallah kepada Allah. Itulah yang terbaik dan paling baik.
“Diwajibkan atasmu berperang, padahal itu kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Kita tidak tahu bahwa di balik sesuatu yang kita ingin-inginkan itu, bisa jadi ada bahaya atau kerugian yang menanti di depan. Kita pun juga tidak tahu bahwa di balik sesuatu yang tidak kita sukai sekarang ini ada kebaikan besar yang Allahﷻ rencanakan untuk kita besok. Mengapa? Karena Allahﷻ tahu apa terbaik buat kita semua. Allahﷻ pun akan mengabulkan seusai maslahat terhadap apa yang kita butuhkan, tidak selalu pada apa yang kita inginkan yang belum tentu baik menurut Allahﷻ.
Lihat ini sebagai kasih sayang Allahﷻ, maka, keindahan, ketenangan, dan keberhasilan akan senantiasa menyertai kita. Jangan remehkan doa dan prasangka kita kepada Allahﷻ karena Allahﷻ pun sesuai dengan prasangka hamba-Nya.