Mohon tunggu...
ihat solihat
ihat solihat Mohon Tunggu... Guru - seseorang yang masih ingin belajar

terus berjuang untuk hidup

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Literasi" Mengantar Siswa Membentuk Jiwa Literat

16 Oktober 2017   19:04 Diperbarui: 16 Oktober 2017   19:07 2035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di kesempatan lain, siswa menggunakan buku cerita sebagai sumber inspirasi dalam menggambar. Buku cerita yang digunakan kelas bawah adalah buku gambar dengan banyak gambar. Siswa dengan berbekal buku ceritanya menggambarkan kembali salah satu gambar yang disenanginya. Memang tidak semua siswa dapat menggambar dengan baik, tetapi setidaknya, mereka mencoba melakukan yang terbaik dalam melaksanakan tugasnya. Siswa dengan semangatnya pula dapat menyelesaikan tugas menggambar dengan melihat gambar yang ada dalam buku cerita.

Kegiatan literasi yang dilakukan siswa kelas 2 SD Negeri Ibu Jenab 2 mendapat dukungan dari Ibu Kepala Sekolah. Setelah mengamati kegiatan yang dilakukan dan memperdalam tentang literasi, akhirnya Kepala Sekolah dengan segera mencanangkan kegiatan Literasi di sekolah.

Pencanangan sebagai sekolah dengan komunitas baca di SD Negeri Ibu Jenab 2 Cianjur, diberi nama yaitu lelembut oleh Ibu Kepala Sekolah. Pelaksanaannya pada hari Senin tanggal 02 Mei 2016, bertepatan dengan hari Pendidikan Nasional. Dengan dicanangkannya komunitas baca "lelembut" di sekolah, kelas lain pun mengikuti kegiatan literasi di setiap kelas. Dari mulai kelas satu sampai kelas enam melaksanakan gerakan literasi.

Berbagai kegiatan dilakukan dikelas masing-masing, selain pelaksanaan Literasi di kelas tinggi dilakukan sesuai dengan GLS, yaitu pembacaan buku non pelajaran 15 menit sebelum pembelajaran dimulai, juga menyanyikan lagu nasional diawal pembelajaran, juga menyanyikan lagu daerah setelah pembelajaran. Bersamaan dengan diluncurkannya Gerakan Literasi Sekolah dari Kemdikbud, Provinsi Jawa Barat dalam hal ini Dinas Pendidikannya juga sudah mulai melakukan gerakan literasi sekolah yang diwadahi dengan nama WJLRC (West Java Leader's Reading Challenge's).

Pelaksanaannya setiap hari Selasa pada pukul 13.00. Siswa yang mengikuti sebanyak 40 siswa mendapat bimbingan dari guru pembimbingnya. Siswa yang ikut dalam program ekstrakurikuler WJLRC sebanyak 40 orang terdiri dari siswa kelas 4, 5, dan 6. Siswa peserta WJLRC ini dibimbing oleh delapan pembimbing yang secara sukarela mengajukan diri, siswa mengikuti program Literasi lelembut di sekolah dengan senang.

Kegiatan yang dilakukan sesuai dengan program WJLRC Jawa Barat, dengan berbekal buku panduan, buku saku, dan workshop yang diikuti.  Setiap anggota WJLRC diberikan kesempatan membaca bukunya sebanyak 24 buku. Buku yang dibaca harus divalidasi oleh guru pembimbing dan pustakawan. Validasi dilakukan karena sekarang banyak buku untuk anak-anak, tetapi isinya merupakan konsumsi untuk dewasa. Dari jumlah 24, dua buku yang diharapkan dibaca adalah buku berbahasa daerah. Hal itu dikarenakan kurangnya minat baca pada buku bahasa daerah.

Selain dalam ekstrakurikuler, dalam kegiatan jeda pun kami tetap membudayakan membaca, di sela-sela bermain, kami sempatkan untuk melakukan presentasi dan diskusi. Kami senang, membaca buku bukan sebagai suatu tugas, tapi kami mengikutinya karena memang kami senang membaca.

Pembimbing yang ikut dalam WJLRC pun ikut dalam membaca. Guru mempunyai tagihan sebanyak 10 buku yang harus direviu, dua diantaranya adalah buku berbahasa daerah. Bruce (2015) mengatakan guru haruslah mempunyai kompetensi agar bisa mendorong siswa untuk mengungkapkan perasaan dengan bebas; mendorong siswa untuk menjabarkan masalah; menerima dan mengapresiasi perasaan-perasaan; selalu mendiskusikan masalah dengan siswa; memberikan wawasan lebih mendalam dan mengembangkan tindakan yang lebih positif. 

Russel Stauffer, 60 tahun, pembicara kunci pada pembukaan workshop metode mengajar membaca berbasis pengalaman yang bersifat induktif, menyatakan bahwa membaca adalah berfikir. Guru membaca adalah guru berpikir. Anda tidak akan mengajar anak-anak membaca atau berpikir dengan menunjukkannya secara langsung. Apa yang dapat anda lakukan adalah membantu mereka mengembangkan strategi-strategi yang dapat mereka gunakan untuk mempelajari huruf-huruf, kata-kata dan struktur serta, yang paliing penting, untuk merasakan arti dari apa yang mereka baca. 

Begitu berartinya membaca bagi semua merupakan jalan menuju pencerahan. Tanggung jawab tersebut salah satunya dipundak guru. Guru sebagai pembuka jalan menuju pencerahan haruslah mempunyai pola pikir yang inovatif. Dengan membaca banyak manfaat yang bisa dicapai, salah satunya adalah jalan penumbuhkembangan karakter. Melalui penumbuhan budaya baca merupakan satu alur yang memang sangat berkaitan. Tanpa budaya baca nilai-nilai karakter tidak akan tumbuh dengan sendirinya.

Kegiatan yang dilakukan di sekolah, membuka pintu siswa menjadi generasi emas 2025. Hal itu disadari atau tidak haruslah dijalankan dengan konsekuensi yang tinggi. Serta konsistensi bagi semua stakeholder yang terkait. Semoga gaung 'literasi' di Nusantara, membawa perubahan yang berarti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun