Harapan dan keinginan dalam diri sepulang dari Adelaide, sudah dipersiapkan untuk melangkah pada perubahan. Dimulai dari lingkungan terkecil, diri sendiri, keluarga, dan di lingkungan kelas yang kita pegang. Berbagai pengalaman yang berharga ditemui selama pelatihan  siap untuk diterapkan, pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan di lingkungan sekolah.
Perlakuan pertama kepada siswa adalah menerapkan budaya baca. Siswa dianjurkan untuk membawa buku cerita dari rumahnya untuk dikumpulkan dan disimpan di kelas. Buku tersusun rapi di atas sebuah meja dipinggir lemari. Siswa membaca buku ketika pembelajaran bahasa Indonesia. Buku dijadikan salah satu sumber pembelajaran. Sebagai referensi yang bisa digunakan ketika pembelajaran bahasa Indonesia.
Pada waktu istirahat terlihat beberapa siswa yang membuka buku. Walau hanya membuka, sudah terhitung lumayan. Bahkan mereka yang meluangkan waktunya untuk membaca masih terhitung jari. Memerlukan tenaga ekstra untuk membawa siswa pada pembiasaan membaca. Cara lain adalah memberikan contoh yang nyata. Penulis pun meluangkan membaca buku-buku yang ada, sebagai pemicu kepada siswa. Dengan waktu yang tidak sebentar, ada beberapa siswa yang mengikuti jejak gurunya untuk membaca bersama.
Ketika diberikan kesempatan untuk mengajar di kelas 2, sempat terpikir berbagai pertanyaan. Pertanyaan tersebut sempat muncul demi sebuah kata "Literasi". Bagaimanakah membiasakan budaya baca pada siswa kelas bawah? Apakah orang tua siap dengan memberikan bantuan untuk program budaya baca ini? Bisakah kelas bawah yang notabene masih belajar membaca bisa digiring pada sebuah kebiasaan baru?  Apakah bahan bacaan siswa akan tersedia? Akan bosankah siswa dengan budaya baca? Dan banyak kecemasan lain yan muncul. Semua kecemasan itu ada karena menerapakan pembiasaan  membaca pada siswa kelas bawah dengan kelas atas itu berbeda. Apalagi sebelumnya siswa belum terbiasa dengan budaya baca.
Akhirnya dengan berbekal tekad dan juga literasi, ditemukan beberapa model yang akan dilakukan. Model ini diharapkan membawa perubahan pada pembiasaan siswa. Model yang digunakan salah satunya adalah PWIM (Picture-Word Inductive Models). PWIM atau juga Model Induktif Kata Bergambar dikembangkan oleh Emily Calhoun (19:2016). Menurutnya model ini dirancang dari suatu penelitian tentang bagaimana para siswa tidak hanya bisa melek huruf pada huruf cetak, khususnya menulis dan membaca, tetapi juga mengembangkan bagaimana mendengarkan dan mengucapkan kosakata.
Model induktif kata bergambar ini memadukan model berfikir induktif dan model pencapaian konsep ketika pada siswa belajar kata-kata, kalimat-kalimat, dan paragraf-paragraf
Model induktif kata bergambar adalah pendekatan seni bahasa yang terintegrasi dan berorientasi penelitian untuk mengembangkan kemampuan baca tulis. Â Setiap siklus model induktif kata bergambar (PWIM) menggunakan sebuah foto besar sebagai stimulus umum untuk menghasilkan kata-kata atau kalimat-kalimat.Â
Guru bekerja dengan seluruh siswa atau dengan kelompok kecil siswa, menggunakan gerakan-gerakan yang meliputi siklus PWIM untuk mendukung perkembangan bahasa lisan dan kosakata siswa; kesadaran fonologi mereka dan keterampilan analisis kata mereka; pemahaman bacaan dan penyusunan kata, frase, kalimat, paragrap, dan level buku bacaan yang semakin luas; serta keterampilan observasi dan penelitian mereka.
Ketika pembelajaran di kelas, siklus PWIM dimulai dengan sebuah foto yang diberikan kepada siswa. Foto tersebut ditempel di papan tulis. Foto yang diberikan meliputi banyak detail yang akan dijelaskan siswa dengan menggunakan bahasa mendengarkan-berbicara mereka yang telah berkembang. Siswa di kelas mempelajari gambar dan kemudian mengeluarkan kata-kata, memasukan representasi dan tindakan-tindakan yang mereka lihat dalam gambar ke dalam kata-kata.
Guru menggambar sebuah garis dari benda-benda yang berada dalam foto ke suatu tempat di luar foto, mengulang kata, dan menulis serta mengeja kata atau frasa dengan keras. Siswa mengulang kata tersebut. Pola yang diberikan adalah melihat, mengucap, mengeja, mengucapkan. Rantai yang terjadi merupakan rantai mnemonic (membantu menghapal) yang membantu dasar mengucapkan dan mengeja kata-kata. Apa yang muncul ketika siswa mengidentifikasi item-item dan tindakan-tindakan adalah kamus kata-gambar yang diilustrasikan.
Selanjutnya dimulai dengan membuat kartu-kartu kata individual kepada siswa. Para siswa menulis kata-kata yang telah diucapkan bersama, dan menulisnya dalam kartu yang sudah disediakan. Â Siswa disuruh untuk mengecek apakah kata-kata yang dibuat sesuai dengan foto yang ditampilkan. Kemudian guru berkeliling untuk melihat kegiatan siswa ketika siswa sudah mulai membaca kata-kata yang dibuat.