Membicarakan apa itu Covi-19 tak perlu lagi diungkap.
Menyoal bagaimana penyebarannya juga dah tuntas.
Mengupas manfaat vaksinasi, juga dah outofdate walaupun banyak warga yang masih ogah.
Menebar dampak negatif apa lagi. Semua sdh pada maklum. Bahkan mengalami.
Pergi ngantor jadi WFH.
Pasar pada sepi.
Hotel dan mall pada menjerit. Walau katanya dah berangsur bergerak. Walaupun cuma ngesot.
Lalu apa lagi?
Ceritanya, di sebuah dusun, kemudian disebut desa, sekitar 50 km dari kota Palembang terdapat dusun Tanjung Atap, Kecamatan Tanjung Batu. Dulu berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Saat ini seiring dengan pengembangan pemerentah daerah, OKI dipecah menjadi beberapa kabupaten, Ogan Ilir salah satunya. Ibu kotanya Indralaya. Itu lho tempat kelahiran raja kuis Tantowi Yahya dan adiknya, Helmy Yahya.
Sekitar 15 km dari Indralaya itulah lokasi desun Tanjung Atap itu. Di desa inilah Sayyid Umar Bagainda Sari, atau Usang Raro Umar, atau Tuan Umar mulai bergerak menyebarkan agama Islam ratusan tahun lalu. Makam beliau ada di Pulau Karam, sebuah "pulau" di dusun Tanjung Atap Ini.
Di desa ini pula hiduplah pengusaha getah (karet) bernama Hj. Husin atau Husein bin Pandak. Beliau ini dua pupu (nenek/kakek bersaudara) dengan Kiyai Haji Bahri bin Pandak yang terkenal karomah itu. Kakek kami H. Husin beristerikan Hj. Yumnah binti Tempatty. Nama Pandak dan Tempatty (orang tua kakek/nenek kami) adalah asing bagi kami. Sepertinya keduanya berasal dari daerah lain. Entah dimana. Masih mesteri bagi kami.