Mohon tunggu...
Idris Harta
Idris Harta Mohon Tunggu... Dosen - tentang kita dan halaman sekolah kita

g u r u g u r u g u r u g u r u

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Nadiem Makarim, Rombaklah Kurikulum Matematika SD

5 Februari 2020   14:40 Diperbarui: 5 Februari 2020   17:13 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Salah satu tugas Mendikbud Bapak Nadiem Makarim yang diperintahkan oleh Bapak Presiden Jokowi yaitu merombak Kurikulum sekolah, termasuk Kurikulum Matematika Sekolah Dasar.

Tetapi sebelum itu dilakukan, perlu diingat beberapa hal berikut ini:

  • Ada kecendrungan pada sebagian “pembaharu” kurikulum untuk menjelek-jelekan kurikulum yang akan “diperbaiki”. Sebagai contoh: pengonsep Kurikulum 2013 telah menyalahkan bahkan mengeritik Kurikulum 2006.

  • Dikatakan oleh beliau-beliau ini bahwa K2006, atau KTSP, materinya terlalu sarat dengan domain kognitif, melupakan domain Sikap. Entah dari mana info ini mereka peroleh. Andaikan mereka membaca SKL SMP, misalnya, mereka tidak akan berkata demikian. Perlu diketahui, dari 21 SKL SMP, 17 di antaranya adalah tentang sikap.

  • Hal kedua tentang pembelajaran. Pengembang K2013 dalam banyak dokumen dan kemudian dikutip oleh beberapa penulis yang tidak paham menyatakan bahwa KTSP bersifat teachers’ oriented. Kembali perlu ditanya kepada beliau-beliau ini: dari mana sumber kesimpulan ini?

    Mereka tidak mengetahui atau melupakan bahwa prinsip pembelajaran KTSP adalah EEK yang merupkana singkatan dari Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi. Siapa yang melakukan EEK ini? Siswa!!! Lalu, mengapa KTSP dikatakan berpusat pada guru?

  • Sepertinya calon pengembang kurikulum selanjutnya, pengganti K13, akan terkena  virus di atas. Gejalanya telah nampak. Ini dapat kita rasakan dari pernyataan Bapak Mendikbud. Pertama, bahwa kurikulum yang akan datang akan berbasis Karakter dan Kompetensi.

    Mungkin beliau lupa, atau pembisiknya tidak tahu bahwa dua hal di atas (Karakter dan Kompetensi) telah dicanangkan pada K13 bahkan K2006. Kedua, bahwa Bapak Mendikbud menyatakan bahwa beliau tidak mau para siswa menghafal.

    Dari mana kesimpulan ini? Bukankah kurikulum sebelumnya, misalnya K2006, berprinsip EEK? Bukankah dengan to explore murid akan mencari dan menemukan melalui kegiatan? Bukankah to elaborate berarti siswa akan menyampaikan hasil pencariannya? Bukankah to confirm berarti siswa akan menanggapi temuan rekannya? Lalu di mana menghafal itu?

  • Lalu, K13, pembelajarannya menggunakan 5M, yang kemudian dipertegas dengan pembelajaran yang product_oriented seperti PBL dan PjBL. Kapan dan dimana siswa sempat menghafal? Apakah ada guru mengajar supaya siswa hafal? Ada, bahkan banyak. Tetapi itu bukan salah kurikulumnya.

Sekarang tentang rencana perombakan Kurikulum 2013. Sehubungan dengan itu, saya sebagai orang yang berkecimpung dalam kurikulum dan pembelajaran Matematika di Pendidikan dasar akan memberikan beberapa pandangan sebagai berikut:

  • Dalam hal prinsip pembelajaran, kemdikbud tidak perlu menjelek-jelekkan prinsip pembelajaran K2006 dan K2013. Yang diperlukan hanya mempertegas dan membenahi beberapa definisi dan menyesuaikan praktiknya.

    Sebagai contoh apakah kurikulum telah didefinisikan sebagai pengalaman? Ini penting, karena prinsip pembelajaran pada K2006, K2013 dan Merdeka Belajar menganut Kurikulum sebagai pengalaman, bukan sebagai dokumen atau materi yang akan dipelajari.

  • Untuk Matematika sekolah dasar, sebaiknya meninjau kembali KD domain pengetahuan dan KD domain keterampilannya. Perhatikan contoh domain Pengetahuan dan Keterampilan Kelas 1 berikut:

3.4 Menjelaskan dan melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan yang melibatkan bilangan cacah sampai dengan 99 dalam kehidupan sehari-hari serta mengaitkan penjumlahan dan Pengurangan

4.4 Menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan penjumlahan dan pengurangan bilangan yang melibatkan bilangan cacah sampai dengan 99

Pertanyaan yang cukup menarik tentang KD ini: Benarkah 3.4 adalah KD untuk Pengetahuan? Bagaimana dengan KD 4.4: Apakah KD ini untuk Keterampilan? Jika begitu, apakah beda karakteristik perumusan masing-masing domain?

Nampaknya, perumus KD Matematika SD dilakukan oleh beberapa orang yang kemudian berusaha mengagabungkan hasilnya tanpa adanya upaya mengsinkronkannya.

  • Tak dapat dipungkiri, situasi ekonomi kita, nilai rupiah sangat rendah, telah mempengaruhi materi Kurikulum Matematika SD. Uang merupakan media menarik sebagai bahan ajar. Uang merupakan media yang dikenal anak dimanapun berada.

    Tidak heran jika di banyak Negara seperti Malaysia dan Amerika Serikat, siswa kelas 1 telah dapat menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan uang dalam bentuk desimal.

  • Sebagai contoh: Misal Anna punyal uang $5. Dia membeli satu buku dengan harga $3.25. Berapa kembaliannya?

  • Dapatkah buku Matematika SD Indonesia menyediakan soal seperti itu? Karena siswa kelas 1 baru belajar bilangan sampai dengan 99, guru tak dapat menyediakan masalah kontekstual yang melibatkan uang. Kegiatan menggunakan uang mulai diberikan pada kelas 2 pada topik pecahan uang rupiah.

    Dalam hal ini penulis buku dan guru harus berhati-hati. Uang dengan nilai nominal Rp1000 tidak dapat digunakan karena siswa kelas 2 baru belajar bilanmgan cacah sampai dengan 999. Padahal dalam kenyataannya, siswa kelas 2 telah mengenal uang yang nilai nominalnya Rp2.000 atau lebih.

  • Pendidikan, khususnya Perubahan kurikulum Matematika SD harus melibatkan banyak pihak. Sebagai contoh: Uang dengan nominal Rp1.000, Rp2.000, Rp10.000, Rp20.000, Rp50.000 tidak dapat digunakan dalam pembelajaran di kelas 1 dan 2. Seperti dinyatakan sebelumnya, hal ini dikarenakan untuk kelas 1, siswa baru beklajar bilangan sampai 99 sedangkan siswa kelas 2, baru belajar bilangan sampai dengan 999.

  • Untuk mengatasi hal ini, pihak lain seperti Bank Indonesia atau lembaga yang berwenang lainnya harus membantu kesulitan siswa SD kita. Caranya dengan mengubah cara penulisan nilai nominal pecahan uang rupiah.

  • Misalnya: untuk 1.000 ditambahkan 1 ribu, 2.000 ditambahkan 2 ribu, 5.000 ditambahkan 5 ribu 10.000 ditambahkan 10 ribu dan seterusnya. Dengan demikian kegiatan pembelajaran dengan menggunakan uang dapat dilakukan mulai kelas kelas 2 bahkan kelas 1 sekolah dasar sebagaimana di banyak Negara.

Berdasarkan uraian di atas, kita memaklumi ada masalah dengan kurikulum kita, khususnya kurikulum matematika SD. Masalah tersebut harus diselesaikan bukan dengan mengeritik pihak terdahulu. Masalah tersebut harus diselesaikan dengan melibatkan banyak pihak.

Masalah tersebut harus diselesaikan dengan bersandar pada data tentang kebutuhan dan kenyataan yang ada lainnya. Dengan demikian hasil dari penyempurnaan ini akan benar-benar sempurna, atau paling sedikit mendekati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun