Teknologi informasi dan media sosial seharusnya menjadi alat untuk memperkuat demokrasi dengan memperluas akses informasi bagi masyarakat. Namun, dalam konteks Pilkada Serentak 2024, teknologi ini justru kerap disalahgunakan untuk menyebarkan disinformasi, hoaks, dan propaganda politik yang menyesatkan. Informasi yang tidak benar dan sering kali bias ini telah mempengaruhi preferensi pemilih dan memperburuk polarisasi di masyarakat. Ketika masyarakat terjebak dalam pusaran informasi yang tidak akurat, kemampuan mereka untuk membuat keputusan yang rasional dalam proses pemilihan menjadi terganggu.
Meskipun terdapat berbagai tantangan dalam Pilkada Serentak 2024, bukan berarti tidak ada harapan untuk memperbaiki kualitas demokrasi di Indonesia. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memperkuat institusi-institusi demokrasi, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), untuk memastikan proses pemilihan yang jujur dan adil. Selain itu, perlu ada upaya yang lebih serius untuk memberantas praktik politik uang dan korupsi dalam pemilihan.
Partisipasi masyarakat juga harus didorong, tidak hanya sebagai pemilih, tetapi juga sebagai pengawas proses demokrasi. Pendidikan politik yang baik, serta peran media yang lebih objektif dan independen, sangat diperlukan untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya keterlibatan mereka dalam proses politik.
Pilkada Serentak 2024 seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat demokrasi, bukan malah menjadi ajang yang memperlihatkan kemundurannya. Dengan kesadaran bersama dan komitmen untuk memperbaiki sistem politik, kita dapat mewujudkan demokrasi yang lebih sehat dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H