Mohon tunggu...
I Gusti Ngurah Krisna Dana
I Gusti Ngurah Krisna Dana Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan, FISIP Universitas Warmadewa

Satyam Eva Jayate

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menilai Kebebasan Sipil dan Ruang Demokrasi di Masa Pemerintahan Jokowi

22 Agustus 2024   20:13 Diperbarui: 22 Agustus 2024   20:13 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antara Foto/ Akbar Nugraha Gumay

Pada saat sebuah negara merayakan demokrasi, konstitusi menjadi landasan fundamental yang menjaga keberlangsungan sistem politik yang sehat dan adil. Indonesia, sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip demokrasi tidak hanya dipertahankan tetapi juga diperkuat. Di penghujung masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi), muncul pertanyaan yang semakin mendesak: apakah konstitusi dan demokrasi Indonesia sedang dijaga atau justru dirusak?

Konsolidasi Kekuatan di Akhir Masa Jabatan

Konsolidasi kekuatan di akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) merujuk pada upaya yang tampak untuk memperkuat kendali politiknya menjelang akhir masa jabatannya. Salah satu indikatornya adalah perdebatan mengenai kemungkinan perpanjangan masa jabatan presiden melalui amandemen UUD 1945, meskipun Jokowi secara tegas menolak ide tersebut. Isu ini menimbulkan kekhawatiran bahwa ada upaya terselubung untuk mengubah konstitusi demi mempertahankan kekuasaan.

Selain itu, dominasi koalisi pemerintah di parlemen telah memperlemah fungsi pengawasan legislatif terhadap eksekutif, membuat parlemen lebih cenderung menyetujui kebijakan pemerintah tanpa kritik berarti. Hal ini mengingatkan pada era Orde Baru, di mana lembaga legislatif seringkali hanya menjadi pendukung keputusan eksekutif.

Konsolidasi kekuatan ini juga terlihat dalam berbagai kebijakan dan tindakan pemerintah yang dianggap membatasi ruang demokrasi, seperti dalam pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja dan kriminalisasi terhadap aktivis. Konsolidasi kekuatan seperti ini berpotensi merusak prinsip-prinsip demokrasi yang seharusnya dijaga dengan ketat di akhir masa jabatan presiden.

Demokrasi dan Peran Parlemen

Di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), peran parlemen dalam demokrasi Indonesia menjadi sorotan karena adanya kekhawatiran mengenai melemahnya fungsi pengawasan legislatif terhadap eksekutif. Di bawah dominasi koalisi pendukung pemerintah, parlemen cenderung lebih mudah menyetujui kebijakan yang diajukan oleh pemerintah tanpa perdebatan kritis yang mendalam.

Keadaan ini menyebabkan fungsi checks and balances, yang seharusnya menjadi pilar utama dalam sistem demokrasi, menjadi lemah. Parlemen seharusnya memainkan peran sebagai pengawas yang kuat terhadap tindakan eksekutif untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Namun, jika parlemen terlalu tunduk pada kehendak eksekutif, hal ini dapat menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan dan merusak mekanisme demokrasi.

Contoh nyata dari fenomena ini adalah proses pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja, yang banyak dikritik karena kurangnya transparansi dan keterlibatan publik dalam proses legislasinya. Parlemen seolah-olah berfungsi sebagai "stempel" untuk kebijakan pemerintah, yang mengingatkan pada praktik di masa Orde Baru. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa demokrasi Indonesia sedang berada di persimpangan, di mana peran parlemen yang seharusnya independen dan kritis justru terancam oleh dominasi eksekutif.

Kebebasan Sipil dan Ruang Demokrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun