“Anak-anakmu datang melalui kamu tapi bukan dari kamu”. Baris sajak itu membawa pikiranya melesat jauh terbang menembus angkasa teringat calon buah hati, hingga ia benar-benar sadar bahwa dirinya akan menjadi seorang ayah dalam hitungan minggu. Pria itu tersenyum sendiri, bangga pada dirinya, dan tak sabar untuk memberitahukan nama untuk anaknya kepada sang istri.
Suara bunyi kecil menyelinap ke telinganya pertanda ada sebuah message di Yahoo Messengger nya yang masuk. Feelingnya benar-benar tersambung. Dinita tiba-tiba masuk menenggurnya setelah bertahun-tahun menghilang semenjak ia menikahi miri.
“Hallo, apa kabar ?”, Dinita mulai menyapa sambil diakhiri dengan simbol :). Ia merasa kaget karena selama ini dinita tak pernah hadir dalam hidupnya kecuali hanya dalam fantasinya yang agak sedikit nakal.
“Kabar ku baik”, jawabnya kembali melalui yahoo messengger.
“Aku sekarang sedang di rumah sakit...menemani istri kamu melahirkan”, sambung dinita.
Tusssssss. Tiba-tiba koneksi internet pria itu terputus. Belum lagi ia sempat membalas. Sebuah tulisan bertuliskan “You are offline” sudah lagi muncul di halaman screen komputernya. Hatinya senang bukan kepalang mendengar sang buah hati baru saja terlahir ke dunia.
“Aku menjadi ayah”,ucap pria itu pada dirinya yang terkurung dalam kamar yang sepi. Sambil bersukur yang sebesar besarnya pada tuhan.
Ia belum sempat memberikan nama untuk anaknya kepada miri. Tapi ia tetap bertanya di dalam benaknya kenapa dinita tiba-tiba hadir dan memberikan kabar bahwa ia bersama sang istrinya. Ada apa ? Kenapa Dinita muncul ? Untuk apa ia ada disana ?. Perasaanya berkecamuk dan bercampur aduk. Persis seperti semen yang diaduk-aduk dengan pasir dan teringat seperti adukan make-up dinita yang amburadul ketika mereka masih menjadi sepasang sejoli. Itu dulu. Beberapa tahun yang lalu.
Hari semakin larut. Koneksi internet tetap tak dapat tersambung. Hari diluar semakin dingin. Perasaan pria itu memuncah. Senang bukan kepalang. Tersenyum sendirian di dalam kamar dan hanya mendapat balasan permukaan tembok yang tetap datar dan tak ada gelombang. Ia terlelap di atas tempat tidurnya menggengam buku dari mantan kekasihnya itu. Ia terjaga ketika malam baru saja mengganti hari. Tubuhnya dingin. Lupa menggunakan selimut tebal yang masih terlipat rapih di tempat tidurnya. Laptopnya masih menyala, lalu ia hampiri.
“You are connected”, begitu simbol yang ada di monitor laptopnya. Pertanda koneksi internetnya kembali normal. Ia klik sebuah offline message di Yahoo messengger nya
“Aku sekarang di rumah sakit...istri kamu melahirkan anak perempuan...tapi sepertinya tuhan lebih sayang dengannya...anak itu kembali dipanggil oleh yang Kuasa”, bait-bait baris offline message yang dinita kirimkan membuatnya terperanjat seperti dihempaskan dari lantai teratas menara tertinggi di dunia, Al-buruj. Air matanya tak terasa tumpah mengalir membasahi kulit wajahnya. Ia scroll lagi ke bawah pesan di offline message yang ia terima dari mantan kekasihnya itu.
“Dua setengah jam kemudian...miri juga dipanggil menghadap sang pencipta”, hatinya benar-benar remuk. Seremuk kaca yang terhempas dan hancur berkeping-keping. Buku karya Kahlil Gibran masih tergeletak di atas kasur. Dinginya salju masih tetap merambat disetiap tembok kamarnya. Malam semakin larut. Jarum jam masih tetap berdetak dan terhenti di angka 2.03 dini hari ketika ia angkat wajahnya yang menyimpan jutaan kesedihan. Kesedihan yang masih tetap terdiam disudut kamar.