Dalam dinamika politik Indonesia yang penuh liku, penegakan hukum sering kali menjadi sorotan utama. Penetapan Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP, sebagai tersangka dalam kasus tertentu telah memicu perdebatan panas. Apakah ini murni langkah hukum yang bersih dan transparan, atau ada kepentingan politik di baliknya? Di tengah persaingan yang bukan menjelang pemilu ataupun pilkada ini "pasca pemilihan", sulit untuk mengabaikan kemungkinan bahwa langkah ini mungkin merupakan upaya melemahkan salah satu kekuatan politik terbesar di Indonesia.
Pertanyaan ini bukan tanpa alasan. Sejarah politik Indonesia telah menunjukkan bagaimana hukum dapat digunakan sebagai alat untuk menjatuhkan lawan, atau setidak-tidaknya sangat berpotensi demikian. Dalam kasus Hasto, narasi ini semakin relevan, mengingat posisinya yang strategis dalam PDIP, partai politik yang mendominasi pemerintahan selama dua periode terakhir ini. Penetapan tersangka terhadap Hasto Kristiyanto tidak hanya menjadi isu hukum, tetapi juga isu politik yang mengundang perhatian publik.
Latar Belakang Kasus
Hasto Kristiyanto adalah salah satu tokoh kunci dalam PDIP yang dikenal sebagai figur yang loyal kepada Megawati Soekarnoputri. Kasus hukum yang melibatkan Hasto bermula dari dugaan keterlibatannya dalam sebuah skandal besar yang menyentuh isu dana partai dan kepentingan politik. Namun, detail kasus ini sering kali tenggelam dalam narasi yang lebih besar, yaitu politisasi hukum.
Kasus ini muncul di tengah meningkatnya tensi politik nasional, di mana berbagai partai politik saling berlomba untuk mengamankan posisi mereka sejak menjelang pemilu sampai pasca Pilkada. Dalam situasi ini, langkah penetapan Hasto sebagai tersangka tampaknya bukan hanya soal hukum, melainkan juga soal perebutan kekuasaan. Sebagai Sekjen PDIP, Hasto memegang peran penting dalam menentukan strategi partai, dan pelemahan dirinya dapat berdampak langsung pada kestabilan internal partai tersebut.
Dalam beberapa kasus sebelumnya, nama Hasto sering dikaitkan dengan berbagai isu yang menimbulkan kontroversi, meskipun banyak di antaranya tidak terbukti. Oleh karena itu, muncul dugaan bahwa langkah hukum terhadap Hasto lebih didasarkan pada tekanan politik daripada bukti hukum yang kuat. Pasalnya, Sekjen partai bangteng ini sebelum ditersangkakan, kerap kali muncul di media masa dan sering membahas atau menyenggol kekuatan politik lain.
Sekedar informasi pula, sebelum ini "ditersangkakannya sekjen PDIP" kita tahu, dengan sikap-sikap oposisi partai banteng ini "berpotensi mengganggu kepentingan beberapa pihak", seperti menolak beberapa kebijkan pemerinta sebelumnya, yaitu pemerintahan Jokowi dan dipemerintahan yang baru ini, anak Jokowi naik menjadi wakil presiden dengan segala macam kontroversinya.
Politisasi dalam Penegakan Hukum
Indonesia memiliki sejarah panjang penggunaan hukum sebagai senjata politik. Politisasi hukum ini bukan fenomena baru. Banyak kasus di masa lalu yang menunjukkan pola serupa, di mana tokoh-tokoh penting dari partai politik tertentu menjadi target di saat-saat krusial. Pola ini tidak hanya terjadi pada tingkat nasional, tetapi juga di tingkat daerah, di mana kekuatan politik lokal sering kali memanfaatkan penegakan hukum untuk mempertahankan atau merebut kekuasaan.