Konsep welfare state atau negara kesejahteraan merupakan salah satu pilar penting dalam teori negara modern. Sebagai koreksi terhadap model negara penjaga malam (Nachtwachterstaat) yang didominasi kapitalisme, welfare state bertujuan untuk memastikan distribusi kesejahteraan secara adil bagi seluruh warga negara. Konsep ini mencakup berbagai aspek, seperti kesehatan, pendidikan, keamanan sosial, dan pemerataan ekonomi. Dalam konteks Indonesia, gagasan welfare state secara eksplisit termuat dalam Pembukaan UUD 1945, khususnya pada frasa "memajukan kesejahteraan umum". Namun, penerapan konsep ini di Indonesia menghadapi berbagai tantangan baik dalam perumusan kebijakan maupun implementasinya.
Konsep Welfare State di Indonesia
Welfare state berakar pada prinsip keadilan sosial, yang di Indonesia tercermin dalam Pancasila, khususnya sila kelima: "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Berdasarkan kajian Effendi (2017), welfare state menuntut negara untuk memperluas tanggung jawabnya terhadap masalah sosial dan ekonomi, seperti menyediakan jaminan sosial dan mengatasi ketimpangan. Pada tingkat global, negara-negara seperti Skandinavia dan Jerman telah menunjukkan keberhasilan model welfare state melalui kebijakan yang fokus pada subsidi, layanan kesehatan universal, dan pendidikan gratis. Sebaliknya, di Indonesia, penerapan konsep ini masih dalam tahap berkembang dengan berbagai hambatan struktural dan kultural.
Implementasi Welfare State di Indonesia
Indonesia telah mengambil langkah-langkah menuju welfare state melalui program-program seperti BPJS Kesehatan dan subsidi pendidikan. Program ini mencerminkan upaya pemerintah dalam menjamin akses masyarakat terhadap layanan dasar. Namun, sebagaimana dikemukakan oleh Rohanawati (2016), jaminan sosial di Indonesia belum sepenuhnya utuh dan masih sering memberatkan rakyat. Misalnya, program BPJS Kesehatan sering kali menghadapi kritik terkait efisiensi pelayanan dan keberlanjutan pendanaan.
Selain itu, amandemen UUD 1945 telah memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi pelaksanaan kebijakan sosial. Prinsip checks and balances juga diharapkan mampu memastikan bahwa semua lembaga negara dapat saling mengawasi dalam mewujudkan kesejahteraan. Meski demikian, implementasi di lapangan kerap terkendala oleh masalah birokrasi, korupsi, dan kurangnya kapasitas sumber daya manusia.
Tantangan dalam Mewujudkan Welfare State
Salah satu tantangan utama dalam mewujudkan welfare state di Indonesia adalah ketimpangan ekonomi dan akses layanan publik. Data menunjukkan bahwa sebagian besar program sosial masih lebih menguntungkan kelompok menengah ke atas dibandingkan kelompok miskin. Menurut Nuriyanto (2014), perubahan mindset aparat pelayan publik menjadi krusial untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
Praktik politik transaksional, seperti money politic, juga menjadi penghambat signifikan. Sebagaimana diungkapkan oleh Kolstad & Wiig (2015), demokrasi yang sehat menjadi syarat penting bagi keberhasilan welfare state. Namun, di Indonesia, politik uang sering kali mengarahkan kebijakan publik untuk melayani kepentingan kelompok tertentu, bukan kebutuhan masyarakat luas.
Kesimpulan