Mohon tunggu...
Igon Nusuki
Igon Nusuki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Akademisi MD UGM

Saya berkomitmen untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dapat memberikan dampak positif dan berkontribusi pada kemajuan Indonesia melalui aktifitas menulis.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Memahami Gejala, Penyebab dan Dampak Stres di Tempat Kerja

18 Desember 2024   06:10 Diperbarui: 25 Desember 2024   09:39 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Stres di tempat kerja kini menjadi isu yang semakin mendapat perhatian di Indonesia. Dengan meningkatnya tuntutan pekerjaan, perubahan dalam struktur organisasi, dan ketatnya persaingan di dunia kerja, stres di tempat kerja telah menjadi masalah yang semakin kompleks. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak pekerja yang mengalami stres, namun tidak banyak yang memahami betul gejala, penyebab, dan cara mengelolanya. Stres yang tidak ditangani dengan benar dapat mengganggu kinerja individu dan merusak kesehatan mental serta fisik, bahkan merusak hubungan interpersonal di tempat kerja. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam gejala, penyebab, serta dampak dari stres di tempat kerja, serta langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengelolanya secara efektif.

Gejala Stres di Tempat Kerja

Stres di tempat kerja muncul dalam berbagai bentuk, baik secara fisik, emosional, maupun perilaku. Gejala-gejala ini dapat berbeda bagi setiap individu, namun apabila tidak segera dikenali dan ditangani, stres dapat berlarut-larut dan mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Oleh karena itu, penting untuk memahami tanda-tanda stres agar langkah mitigasi bisa segera diambil.

Gejala Fisik

Stres berdampak langsung pada tubuh, dan tubuh kita sering kali menjadi "pemberi sinyal" pertama ketika seseorang mengalami stres. Berikut adalah beberapa gejala fisik yang umum terjadi akibat stres:

Kelelahan: Salah satu gejala fisik yang paling sering muncul akibat stres adalah kelelahan yang berlebihan. Meskipun seseorang mungkin sudah cukup tidur, perasaan lelah yang terus menerus tetap datang. Hal ini terjadi karena stres mengganggu kualitas tidur seseorang, menyebabkan tidur yang tidak nyenyak atau terbangun di tengah malam, yang pada gilirannya mengurangi energi tubuh sepanjang hari.

Gangguan Tidur: Stres dapat menyebabkan gangguan tidur, yang sering kali mengarah pada insomnia. Pekerja yang stres mungkin terjaga di malam hari atau kesulitan tidur karena pikiran mereka yang terus berputar. Mereka mungkin merasa cemas atau khawatir tentang pekerjaan mereka, yang menyebabkan gangguan pada pola tidur yang seharusnya teratur.

Sakit Kepala dan Migrain: Sakit kepala atau migrain yang datang secara mendadak adalah respons fisik yang umum terhadap stres. Pekerja yang tertekan dapat merasakan nyeri kepala yang berlangsung cukup lama, atau migrain yang datang secara tiba-tiba dan mengganggu kegiatan sehari-hari. Hal ini terjadi karena ketegangan otot yang disebabkan oleh stres dapat memengaruhi area kepala.

Gangguan Pencernaan: Stres juga dapat berdampak pada sistem pencernaan. Banyak pekerja yang mengalami masalah pencernaan seperti sakit perut, mual, atau bahkan diare sebagai respons tubuh terhadap tekanan mental yang berkelanjutan. Ini adalah salah satu gejala fisik yang sering diabaikan, padahal bisa menjadi tanda bahwa tubuh sedang berjuang melawan dampak stres.

Gejala Emosional

Selain gejala fisik, stres juga memiliki dampak yang sangat kuat pada kondisi emosional seseorang. Emosi yang terganggu akibat stres dapat mengganggu kualitas hidup seseorang, serta berpengaruh pada kinerja di tempat kerja. Gejala emosional yang sering muncul antara lain:

Kecemasan dan Ketidakpastian: Pekerja yang merasa tertekan oleh beban kerja atau takut tidak mampu memenuhi harapan sering kali merasa cemas. Ketidakpastian mengenai masa depan pekerjaan atau karier juga dapat memperburuk kecemasan. Perasaan khawatir ini tidak hanya berpengaruh pada perasaan saat bekerja, tetapi juga dapat berlarut-larut, mengganggu kehidupan pribadi dan interaksi sosial.

Frustrasi dan Keputusasaan: Pekerja yang merasa bahwa tugas yang diberikan tidak ada habisnya atau tidak dapat diselesaikan dengan baik, sering kali mengalami rasa frustrasi. Rasa putus asa ini semakin besar ketika pekerja merasa tidak ada perubahan positif yang terjadi, meskipun sudah berusaha keras. Frustrasi dapat membuat seseorang kehilangan motivasi dan merasa terjebak dalam pekerjaan yang mereka anggap tidak memberikan hasil yang memadai.

Merasa Tidak Dihargai: Rasa tidak dihargai di tempat kerja, baik oleh atasan maupun rekan kerja, adalah pemicu emosional lainnya. Pekerja yang merasa kontribusinya tidak diakui atau dihargai mungkin akan merasa terabaikan dan menjadi lebih sensitif. Perasaan ini dapat menambah beban mental, yang pada gilirannya memperburuk stres emosional mereka.

Gejala Perilaku

Stres di tempat kerja juga dapat mengubah perilaku seseorang. Perubahan perilaku ini sering kali terlihat dalam pola kerja dan interaksi sosial seseorang. Beberapa gejala perilaku yang perlu diwaspadai adalah:

Penurunan Produktivitas: Salah satu gejala paling jelas dari stres adalah penurunan produktivitas. Pekerja yang stres cenderung kesulitan untuk fokus, menyelesaikan tugas dengan efisien, atau memenuhi tenggat waktu. Stres mengganggu konsentrasi, yang membuat pekerjaan menjadi lebih lambat atau bahkan lebih rentan terhadap kesalahan.

Menghindari Interaksi Sosial: Pekerja yang mengalami stres cenderung menarik diri dari lingkungan sosial mereka. Mereka mungkin menghindari berbicara dengan rekan kerja atau mengurangi interaksi sosial di tempat kerja. Ini sering kali menyebabkan isolasi sosial yang memperburuk stres, karena kurangnya dukungan emosional dari lingkungan sekitar.

Perubahan Kebiasaan Makan dan Tidur: Stres dapat menyebabkan perubahan yang signifikan dalam kebiasaan makan dan tidur. Beberapa orang mungkin makan berlebihan sebagai cara untuk mengatasi stres, sementara yang lain mungkin kehilangan nafsu makan sama sekali. Selain itu, gangguan tidur yang disebabkan oleh stres dapat memperburuk kondisi fisik dan mental, menyebabkan seseorang merasa lebih lelah dan cemas sepanjang hari.

Menyadari Gejala Stres di Tempat Kerja

Mengetahui gejala stres di tempat kerja adalah langkah pertama yang sangat penting dalam mengelola stres. Setiap individu mungkin mengalami stres dengan cara yang berbeda, namun gejala yang disebutkan di atas adalah tanda-tanda umum yang dapat membantu mengenali masalah stres lebih awal. Ketika gejala-gejala ini muncul, sangat penting untuk segera mencari solusi agar tidak berdampak negatif pada kesehatan fisik, mental, dan kinerja di tempat kerja. Dengan memahami gejala stres, pekerja dapat mengambil tindakan yang tepat untuk menjaga kesejahteraan mereka dan menghindari dampak buruk dari stres yang berlarut-larut.

Langkah selanjutnya adalah mengenali penyebab stres yang terjadi di tempat kerja, serta mengidentifikasi cara untuk mengelola dan menguranginya, yang akan dibahas lebih lanjut dalam artikel ini.

Penyebab Stres di Tempat Kerja

Stres di tempat kerja sering kali dianggap remeh, tetapi dampaknya sangat besar terhadap kesejahteraan pekerja dan produktivitas organisasi. Stres tidak hanya disebabkan oleh faktor internal pekerjaan, tetapi juga faktor eksternal yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Di Indonesia, penyebab stres beragam, seperti beban kerja yang berlebihan, ketidakjelasan peran, konflik interpersonal, lingkungan kerja yang tidak nyaman, dan ketidakpastian karier. Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut mengenai penyebab stres tersebut.

Beban Kerja yang Berlebihan
Beban kerja yang berlebihan adalah penyebab utama stres. Banyak pekerja merasa kewalahan karena tugas yang banyak dan waktu yang terbatas, tanpa dukungan memadai. Pekerja dengan beban berlebihan merasa kesulitan menyelesaikan tugas dengan baik, yang meningkatkan kecemasan. Hal ini sering terjadi di organisasi dengan sumber daya manusia terbatas, di mana karyawan harus mengelola banyak tugas tanpa waktu yang cukup.

Ketidakjelasan Peran
Ketidakjelasan peran menjadi masalah besar di tempat kerja. Ketika pekerja tidak tahu apa yang diharapkan dari mereka atau bagaimana melaksanakan tugas, mereka menjadi bingung dan tertekan. Hal ini sangat umum di perusahaan dengan struktur organisasi yang kurang terorganisir, di mana tugas seringkali ambigu, menyebabkan kebingungan yang berdampak pada stres.

Konflik Interpersonal
Konflik antara rekan kerja atau dengan atasan dapat memperburuk stres. Ketegangan komunikasi atau perbedaan kepribadian seringkali menambah beban emosional pekerja. Di Indonesia, budaya kerja hierarkis sering membuat pekerja kesulitan menyuarakan ketidakpuasan mereka, yang dapat memperburuk stres.

Lingkungan Kerja yang Tidak Nyaman
Lingkungan kerja yang buruk juga menjadi penyebab stres. Kondisi fisik yang tidak mendukung kenyamanan, seperti kursi atau meja yang tidak ergonomis, kebisingan, atau pencahayaan yang buruk, dapat memperburuk stres fisik. Selain itu, budaya kerja yang toksik, dengan ketidakadilan atau persaingan yang tidak sehat, juga dapat menambah stres yang berdampak pada kesejahteraan mental dan fisik pekerja.

Ketidakpastian Karier
Ketidakpastian mengenai masa depan karier sering kali memicu stres. Pekerja yang merasa kariernya tidak jelas atau terancam oleh restrukturisasi perusahaan cemas tentang masa depan pekerjaan mereka. Ketidakjelasan ini, ditambah dengan kurangnya kesempatan untuk berkembang atau umpan balik yang jelas, membuat pekerja merasa tidak aman dan cemas.

Dampak Stres di Tempat Kerja

Stres yang tidak ditangani dengan baik dapat memberikan dampak yang jauh lebih besar dan kompleks, baik bagi individu yang mengalaminya maupun bagi organisasi secara keseluruhan. Dampak-dampak ini tidak hanya bersifat fisik atau emosional dalam jangka pendek, tetapi juga dapat berlanjut menjadi masalah yang lebih serius jika tidak segera diatasi.

Dampak pada Individu

Gangguan Fisik merupakan dampak pertama yang sering kali dialami oleh pekerja yang mengalami stres. Stres yang berlangsung lama dapat menyebabkan tubuh beradaptasi dengan merespons secara fisik, seperti peningkatan tekanan darah, masalah pencernaan, gangguan tidur, hingga sakit kepala dan migrain yang terus-menerus. Selain itu, stres juga bisa memperburuk kondisi fisik yang sudah ada, seperti penyakit jantung atau diabetes. Stres yang berlarut-larut bisa meningkatkan produksi hormon kortisol, yang berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan penurunan daya tahan tubuh.

Dampak lainnya adalah gangguan kesehatan mental. Pekerja yang mengalami stres tinggi cenderung lebih rentan terhadap gangguan kecemasan, depresi, dan bahkan burnout. Burnout adalah kondisi kelelahan emosional, mental, dan fisik yang muncul akibat stres kronis yang tidak terkelola dengan baik. Mereka yang mengalami burnout merasa kehilangan semangat, motivasi, dan kepuasan dalam pekerjaan, yang dapat berujung pada keinginan untuk mundur atau bahkan mengundurkan diri. Stres yang tidak terkelola dengan baik juga dapat meningkatkan perasaan frustrasi dan rasa tidak dihargai, yang memperburuk kondisi mental pekerja.

Stres juga berpengaruh pada penurunan kualitas hidup secara keseluruhan. Pekerja yang stres sering kali lebih mudah tersinggung, yang memengaruhi hubungan mereka dengan keluarga, teman, dan kolega. Kualitas interaksi sosial mereka menurun, dan mereka mungkin merasa lebih kesepian atau terisolasi. Jika stres berlarut-larut, hal ini dapat memengaruhi kebahagiaan pribadi dan dapat mengurangi kepuasan hidup secara umum.

Dampak pada Organisasi

Di sisi organisasi, penurunan produktivitas adalah salah satu dampak paling langsung dan signifikan. Pekerja yang mengalami stres cenderung kehilangan fokus, kelelahan, dan kesulitan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu. Ketidakmampuan mereka untuk berfokus dapat mengarah pada kesalahan yang lebih sering dan kualitas pekerjaan yang menurun, yang pada akhirnya mempengaruhi hasil dan tujuan organisasi.

Selain itu, tingkat absensi yang lebih tinggi menjadi masalah serius bagi perusahaan. Pekerja yang terus-menerus merasa stres cenderung lebih sering absen atau mengambil cuti sakit, baik karena masalah fisik maupun mental. Ketidakhadiran mereka mengganggu kelancaran operasional perusahaan dan meningkatkan beban kerja bagi rekan kerja lainnya, yang dapat menyebabkan stres lebih lanjut.

Tingkat turnover yang tinggi juga menjadi dampak yang merugikan bagi organisasi. Pekerja yang terus-menerus merasa stres mungkin memilih untuk meninggalkan pekerjaannya, yang mengarah pada tingginya angka pergantian karyawan. Proses rekrutmen dan pelatihan karyawan baru memerlukan waktu dan biaya yang besar. Selain itu, perusahaan juga harus berhadapan dengan kerugian yang muncul akibat kehilangan keterampilan dan pengalaman yang dimiliki oleh karyawan yang mengundurkan diri.

Cara Mengelola Stres di Tempat Kerja

Mengelola stres di tempat kerja memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan. Hal ini tidak hanya tentang menangani gejala stres yang muncul, tetapi juga tentang menciptakan kebiasaan dan pola pikir yang mendukung kesejahteraan jangka panjang. Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut untuk setiap langkah yang sudah disebutkan sebelumnya, agar pekerja dapat mengelola stres dengan lebih efektif:

1. Kenali Tanda-Tanda Stres

Penting untuk mengenali perubahan fisik dan psikologis pada diri sendiri. Salah satu tanda stres adalah ketidakmampuan untuk tidur yang nyenyak meskipun tubuh terasa lelah. Ketika seseorang tidak dapat tidur dengan baik, kualitas pemulihan fisik dan mental berkurang, yang dapat memperburuk kondisi stres. Selain itu, stres juga dapat menyebabkan gangguan dalam pola makan, seperti makan berlebihan atau kehilangan nafsu makan, yang berujung pada masalah kesehatan lebih lanjut. Oleh karena itu, mengawasi perubahan dalam pola tidur dan makan adalah bagian penting dari pengelolaan stres.

2. Komunikasi yang Terbuka

Selain berbicara tentang masalah pekerjaan, penting juga untuk menyampaikan kebutuhan emosional yang mungkin timbul di tempat kerja. Jika seorang pekerja merasa tidak dihargai atau terisolasi, berbicara dengan rekan kerja atau atasan bisa membuka ruang bagi pemahaman yang lebih baik. Komunikasi yang terbuka tidak hanya mencakup masalah pekerjaan, tetapi juga bagaimana perasaan seseorang terhadap lingkungan kerja secara keseluruhan. Menumbuhkan budaya kerja yang saling mendukung dan saling menghargai sangat membantu dalam mengurangi stres yang diakibatkan oleh tekanan sosial.

3. Ambil Istirahat Secara Berkala

Bekerja tanpa henti dapat menyebabkan kelelahan mental dan fisik yang berlebihan. Oleh karena itu, selain istirahat yang singkat, pekerja juga disarankan untuk mengambil waktu untuk kegiatan di luar pekerjaan yang dapat mengembalikan energi, seperti olahraga atau hobi yang menyenangkan. Penelitian menunjukkan bahwa olahraga teratur dapat mengurangi tingkat kecemasan dan meningkatkan mood secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting untuk mengalokasikan waktu untuk aktivitas yang tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga menyenangkan secara emosional.

4. Gunakan Teknik Relaksasi

Selain meditasi dan yoga, teknik lain seperti visualisasi positif, relaksasi otot progresif, dan mendengarkan musik menenangkan juga dapat digunakan untuk meredakan stres. Setiap individu dapat menemukan teknik yang paling sesuai dengan diri mereka untuk menenangkan pikiran. Menggunakan aplikasi meditasi atau relaksasi yang dapat diakses di ponsel pintar juga menjadi cara praktis untuk menjaga kesejahteraan mental, bahkan saat berada di tempat kerja.

5. Cari Dukungan Profesional

Dukungan dari profesional tidak hanya terbatas pada terapi individu. Konseling kelompok atau program berbasis karyawan yang disediakan oleh perusahaan juga dapat memberi kesempatan bagi pekerja untuk berbicara dengan orang lain yang mungkin menghadapi tantangan serupa. Mendiskusikan stres dengan orang yang terlatih dalam mengelola masalah kesehatan mental bisa membuka perspektif baru dalam melihat masalah yang dialami, dan memberikan solusi yang lebih efektif untuk menghadapinya. Perusahaan yang menyediakan akses ke program dukungan mental untuk karyawan mereka dapat berperan aktif dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini, pekerja dapat lebih efektif mengelola stres mereka dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan kualitas hidup pribadi, tetapi juga membantu dalam mencapai tujuan profesional dengan cara yang lebih seimbang dan berkelanjutan.

Kesimpulan

Stres di tempat kerja dapat menurunkan kualitas hidup pekerja serta produktivitas mereka. Stres yang berlarut-larut bisa mengakibatkan gangguan fisik, seperti sakit kepala, gangguan tidur, atau masalah pencernaan, serta gangguan mental seperti kecemasan dan depresi. Oleh karena itu, penting bagi pekerja dan organisasi untuk mengenali gejala stres sejak dini dan mengelolanya dengan cara yang tepat. Organisasi perlu menciptakan lingkungan yang mendukung, dengan menyediakan program kesehatan mental, pelatihan manajemen stres, dan layanan konseling bagi karyawan yang membutuhkan. Pekerja juga perlu proaktif dalam mengenali tanda-tanda stres pada diri mereka dan mencari bantuan jika diperlukan. Dengan adanya perhatian yang cukup terhadap stres, baik di tingkat individu maupun organisasi, kesejahteraan karyawan dapat terjaga dan produktivitas perusahaan tetap optimal. Dukungan yang tepat, seperti komunikasi terbuka dengan atasan dan rekan kerja serta pengelolaan waktu yang baik, dapat membantu meringankan beban mental yang dihadapi pekerja, sehingga mereka dapat bekerja dengan lebih efektif dan terhindar dari dampak negatif stres.

Referensi

Cooper, C. L., & Dewe, P. J. (2008). Wellbeing: A complete reference guide, Work and wellbeing. Wiley-Blackwell.

Nusuki, I. (2019). Pengaruh Stres Kerja dan Konflik Kerja terhadap Kinerja Pegawai Pemerintah Desa Sangiang. e-Jurnal Riset Manajemen.

Kabat-Zinn, J. (1990). Full Catastrophe Living: Using the wisdom of your body and mind to face stress, pain, and illness. Delacorte Press.

Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, appraisal, and coping. Springer.

Lee, R. T., & Ashforth, B. E. (1996). A meta-analytic examination of the correlates of the three dimensions of job burnout. Journal of Applied Psychology, 81(2), 123-133.

Maslach, C., & Leiter, M. P. (2008). Early predictors of job burnout and engagement. Journal of Applied Psychology, 93(3), 498-512.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun