Mohon tunggu...
Igon Nusuki
Igon Nusuki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Akademisi MD UGM

Saya berkomitmen untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dapat memberikan dampak positif dan berkontribusi pada kemajuan Indonesia melalui aktifitas menulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Money Politics: Menghancurkan Demokrasi dan Memperburuk Ketimpangan Sosial

14 Desember 2024   19:01 Diperbarui: 21 Desember 2024   05:08 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Politik Uang di Indonesia (Sumber: Igon Nusuki) 

Money politics (politik uang) merupakan ancaman besar bagi demokrasi yang sehat dan berfungsi dengan baik. Sistem demokrasi idealnya memungkinkan masyarakat untuk memilih pemimpin berdasarkan visi, program kerja, dan kepentingan bersama. Namun, dengan maraknya politik uang, demokrasi menjadi ajang lelang suara yang bisa dibeli dengan harga murah. Dalam situasi ini, fokus pemilu bergeser dari debat kebijakan jangka panjang menjadi sekadar kompetisi untuk memenangkan suara dengan cara instan. Praktik ini tidak hanya mencederai prinsip dasar demokrasi, tetapi juga berkontribusi terhadap ketimpangan sosial yang semakin mengakar di masyarakat.

Dampak Politik Uang bagi Kaum Miskin

Kaum miskin adalah kelompok yang paling rentan terhadap praktik politik uang. Mereka sering kali menjadi sasaran empuk karena kondisi ekonomi yang mendesak dan kurangnya akses terhadap informasi yang memadai. Iming-iming uang yang ditawarkan saat pemilu memang tampak seperti solusi cepat untuk kebutuhan mendesak, tetapi dampaknya sangat merugikan dalam jangka panjang. Dengan menerima uang tersebut, kaum miskin kehilangan peluang untuk memilih pemimpin yang benar-benar memperjuangkan hak mereka. Pemimpin yang terpilih melalui politik uang biasanya tidak memiliki komitmen nyata terhadap perubahan yang bermanfaat bagi masyarakat kecil, karena fokus mereka lebih pada pengembalian investasi kampanye. Akibatnya, lingkaran kemiskinan dan ketidakadilan semakin sulit diatasi.

Menghilangkan Kebebasan Politik Sejati

Politik uang juga merampas kebebasan politik yang seharusnya menjadi hak setiap individu. Dalam demokrasi yang ideal, warga negara memiliki kebebasan untuk membuat keputusan berdasarkan aspirasi dan kebutuhan mereka. Namun, politik uang menjadikan suara rakyat sebagai barang dagangan yang diperjualbelikan. Akibatnya, keputusan politik lebih mencerminkan kepentingan para pelaku transaksi daripada aspirasi masyarakat luas. Demokrasi yang seharusnya memberikan kekuatan kepada rakyat justru menjadi alat eksploitasi oleh segelintir elit yang memiliki akses terhadap sumber daya finansial.

Memperburuk Ketimpangan Sosial

Ketimpangan sosial yang sudah ada di masyarakat semakin diperburuk oleh praktik politik uang. Proses pemilihan yang seharusnya inklusif berubah menjadi mekanisme yang memperkuat dominasi elit kaya atas rakyat miskin. Pemimpin yang terpilih melalui politik uang cenderung mengutamakan kepentingan kelompok yang mendanai kampanye mereka. Akibatnya, kebijakan publik yang dihasilkan sering kali tidak berpihak pada rakyat kecil, tetapi lebih menguntungkan para pemodal. Ketimpangan ini memperdalam jurang antara yang kaya dan yang miskin, memperburuk kondisi sosial-ekonomi masyarakat secara keseluruhan.

Erosi Kepercayaan terhadap Sistem Demokrasi

Politik uang juga berkontribusi pada erosi kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi. Ketika rakyat merasa bahwa suara mereka hanya dihargai ketika ada uang yang terlibat, kepercayaan terhadap proses politik mulai memudar. Banyak orang menjadi apatis terhadap politik, karena mereka merasa bahwa suara mereka tidak benar-benar dihargai. Partisipasi masyarakat dalam pemilu menurun, dan demokrasi yang seharusnya partisipatif menjadi semakin eksklusif. Jika hal ini terus terjadi, demokrasi kehilangan legitimasinya sebagai sistem pemerintahan yang mewakili kehendak rakyat.

Menghambat Pembangunan yang Inklusif

Pembangunan yang inklusif memerlukan kebijakan yang memperhatikan kebutuhan semua lapisan masyarakat, terutama kelompok rentan. Namun, politik uang menghalangi terwujudnya pembangunan semacam itu. Pemimpin yang terpilih melalui politik uang lebih cenderung berfokus pada kepentingan jangka pendek yang menguntungkan mereka sendiri atau pendukungnya. Proyek pembangunan yang seharusnya menjadi prioritas, seperti peningkatan layanan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur untuk masyarakat miskin, sering kali diabaikan. Akibatnya, kesenjangan sosial dan ekonomi semakin melebar, kemudian tujuan pembangunan yang berkelanjutan menjadi sulit tercapai.

Menciptakan Ketergantungan pada Elite

Politik uang juga menciptakan ketergantungan yang merugikan rakyat. Dengan terus-menerus mengandalkan uang dari kandidat politik, masyarakat miskin kehilangan kemampuan untuk mengambil keputusan secara mandiri. Mereka menjadi terbiasa melihat pemilu sebagai kesempatan untuk mendapatkan keuntungan sesaat, bukan sebagai sarana untuk memperjuangkan perubahan yang lebih besar. Ketergantungan ini memperparah siklus kemiskinan, karena pemimpin yang terpilih melalui politik uang biasanya tidak memiliki insentif untuk memperbaiki kondisi masyarakat miskin. Sebaliknya, mereka cenderung melanggengkan struktur kekuasaan yang menguntungkan diri mereka sendiri dan kelompok elit.

Kesimpulan: Reformasi Sistem Politik yang Diperlukan

Politik uang adalah ancaman serius yang merusak demokrasi dan memperburuk ketimpangan sosial. Praktik ini mencederai integritas pemilu, mengurangi kebebasan politik, dan menghambat pembangunan yang inklusif. Selain itu, politik uang memperdalam ketidaksetaraan dan menciptakan ketergantungan yang merugikan rakyat miskin. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan reformasi serius dalam sistem politik kita. Pertama, harus ada penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku politik uang. Kedua, pendidikan politik bagi masyarakat perlu ditingkatkan agar mereka memahami pentingnya memilih pemimpin berdasarkan visi dan program kerja, bukan uang. Ketiga, transparansi dalam pendanaan kampanye harus diperkuat untuk mencegah dominasi elit finansial dalam politik.

Hanya dengan reformasi semacam ini, demokrasi dapat kembali berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dasarnya. Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang menghargai suara rakyat, memberikan peluang yang setara bagi semua individu, dan menghasilkan kebijakan yang benar-benar mencerminkan kepentingan bersama. Tanpa reformasi, masa depan demokrasi kita terancam, dan rakyat miskin akan terus menjadi korban dari sistem yang tidak adil. Oleh karena itu, upaya untuk memberantas politik uang harus menjadi prioritas utama, demi mewujudkan masyarakat yang lebih adil dan demokratis.

Referensi

Akbar, H., & Sari, R. (2021). Pengaruh politik uang dan status sosial ekonomi terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan legislatif tahun 2019 di Kecamatan Lolomatua Kabupaten Nias Selatan. Jurnal Perspektif, 10(2), 416–423. https://ojs.uma.ac.id/index.php/perspektif/article/download/4602/3371

Nurhadi, T., & Santosa, M. (2021). Dinamika money politics di masyarakat: Perspektif relasi kuasa. Jurnal Analisis dan Layanan Publik. Universitas Ahmad Dahlan. https://journal2.uad.ac.id/index.php/adlp/article/download/10410/4754/44297

Setiawan, D., & Rachmawati, T. (2013). Makna money politics pada masyarakat kelas bawah. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan. Universitas Negeri Surabaya. https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-pendidikan-kewarganegaraa/article/download/6695/3466

Sugiarto, W., & Rahmat, Y. (2020). Kejahatan politik uang (money politics) dalam pemilihan umum di Indonesia. Administrative Law & Governance Journal, 3(1), 87–102. https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/alj/article/download/9533/4870

Wijaya, A., & Hartono, S. (2021). Membangun kesadaran masyarakat sebagai upaya pencegahan politik uang dalam pemilihan umum. Jurnal Hukum dan Sosial Politik Widyakarya, 7(4), 245–258. https://ifrelresearch.org/index.php/jhsp-widyakarya/article/download/1468/1503/5092

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun